75 Tahun Israel; Pusaran Krisis Paling Serius Hingga Ancaman Perang Saudara

Sejak selasa malam (25/04/23) hingga rabu malam (26/04/23), Israel memperingati 75 tahun apa yang mereka klaim sebagai hari kemerdekaannya. Peringatan ini dilakukan di tengah gelombang demonstrasi luas yang telah berlangsung lebih dari enam pekan yang mengancam eksistensi negara zionis tersebut.

Reformasi yudisial yang direncanakan oleh pemerintah sayap kanan bentukan Netanyahu telah menyebabkan perpecahan mendalam dan krisis paling serius dalam sejarah negara penjajah itu. Oposisi sayap kiri mengatakan bahwa rencana reformasi peradilan yang direncanakan Netanyahu adalah awal dari matinya demokrasi di negara Yahudi tersebut, dimana Netanyahu mencoba memperlemah wewenang Mahkamah Agung agar terhindar dari isu korupsi yang menjeratnya.

Yehudit Elkana, pensiunan ahli kimia dan aktivis hak asasi manusia yang lahir tahun 1935 mengatakan, “Pada dasarnya saya adalah orang yang sangat optimis, tetapi saat ini saya sangat pesimis, tetapi kami tidak boleh menyerah”.

Israel tampaknya berada “di persimpangan jalan” kata Tomer Persico, seorang peneliti di Shalom Hartman Institute, pusat penelitian dan pendidikan yang berbasis di Yerusalem.

Menurutnya, isu-isu yang saat ini diperdebatkan bukan hanya tentang rencana perombakan peradilan yang kontroversial, “namun isu-isu lain yang beragam yang sebelumnya ditekan atau diabaikan untuk waktu yang lama kini mencuat ke permukaan, seperti isu tentang ruang publik Israel yang liberal, hubungan antara agama dan negara, dan hubungan antara mayoritas sekuler dan minoritas ultra-Ortodoks dalam wajib militer. Semua hal ini sekarang sedang diperdebatkan dengan sengit”.

Dalam peringatan hari kemerdekaan Israel selasa malam, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyerukan persatuan dalam pidatonya. Dia berkata, “Hanya dengan persatuan kita dapat mencapai tujuan kita. Bersatu berarti menyadari bahwa kita adalah satu bangsa, satu negara dan kita tidak memiliki dan tidak akan pernah memiliki tanah air lain”.

Sebelumnya, pada hari Minggu (23/04/23) Netanyahu membatalkan partisipasinya dalam pembukaan konferensi Yahudi yang diselenggarakan oleh Federasi Yahudi Amerika Utara (JFNA) untuk mengantisipasi para demonstran yang mencoba menghalangi dan mengacaukan pidatonya.

Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan bahwa konflik yang sedang berlangsung efek rencana kontroversial reformasi peradilan adalah krisis internal paling serius sejak berdirinya negara Israel.

“Saya pikir krisis saat ini adalah yang paling serius dalam sejarah negara ini,” kata Herzog dalam sebuah wawancara eksklusif dengan surat kabar Yedioth Ahronoth pada hari Sabtu (22/04/23).

Mantan Perdana Menteri Israel Yair Lapid yang merupakan salah satu tokoh oposisi paling menonjol mengatakan bahwa rencana perombakan peradilan dalam bentuknya saat ini adalah akhir dari demokrasi dan awal dari era diktator di Israel.

Sementara itu, Netanyahu menegaskan bahwa rencananya itu bertujuan untuk memulihkan keseimbangan antara pihak berwenang (yudikatif, eksekutif, dan legislatif) serta menampik bahwa isu reformasi peradilan akan mengakibatkan perang saudara di Israel.

Sumber: DW Arabic, Anadolu Agency, euronews dan sumber lain.

Baca juga:

Israel: Negeri Penjajah yang Lahir dari Celengan dan Rengekan
Dana yang berhasil ia kumpulkan dari rengekan dan tangisan ini digunakan untuk mempersenjatai tentara zionis Israel, yang kelak akan membuat banyak ibu Palestina menangis karena anaknya yang tak berdosa meregang nyawa tertembus timah panas zionis.