Akademisi Nilai Perkembangan Militer China Perlu Dapat Perhatian Serius
Modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) China untuk menjadi sebuah kekuatan militer kelas dunia dalam waktu relatif singkat dianggap sebagai sebuah perkembangan yang patut menjadi perhatian bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Brigjen TNI (Purn) Victor P. Tobing, M.Si (Han) menyampaikan hal itu dalam diskusi dengan tema “Modernisasi Militer dan Diplomasi Pertahanan China: Peluang dan Tantangan di Asia Tenggara”, di Auditorium Firmanzah, Universitas Paramadina, Senin (30/9/2024). Diskusi tersebut diadakan secara hibrid oleh Forum Sinologi Indonesia, Paramadina Graduate School of Diplomacy, dan Paramadina Public Policy Institute.
Victor mengatakan, seiring dengan upaya untuk meningkatkan kapasitas militernya, China akhir-akhir ini cenderung menempatkan dirinya berhadap-hadapan dengan Barat, dan berpotensi menjadikan kawasan Laut China Selatan (LCS) sebagai arena pertempuran jika konflik dengan kekuatan Barat meletus di masa mendatang. Di sisi lain, peningkatan kekuatan militer China berpotensi pula menambah ketegangan antara China dengan negara-negara Asia Tenggara lain yang sebagian wilayahnya diakui oleh China, meski pengakuan China itu bertentangan dengan hukum laut internasional (UNCLOS).
“Modernisasi militer China bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Ide mencanangkan modernisasi militer telah ada sejak zaman modernisasi Deng Xiaoping pada tahun 1978,” tuturnya.
Di dalam makalahnya, Victor juga memperlihatkan bagaimana China menjadikan sebagian wilayah LCS sebagai rantai kepulauan pertama pertahanan China. Sedangkan wilayah Samudra Pasifik, dari mulai bagian utara Papua Barat, Palau, Guam, hingga ke Jepang sebagai rantai kepulauan kedua pertahanan negara itu. Victor menduga, China yang kini memiliki tiga kapal induk dan fasilitas militer di berbagai pulau yang tersebar di LCS tak akan kesulitan untuk menguasai wilayah yang menjadi rantai kepulauan pertama pertahanannya itu.
Menurut pria yang pernah bertugas di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) itu, kehadiran kapal induk China ketiga, yaitu kapal induk bernama Fujian, yang baru saja melalui uji coba beberapa bulan yang lalu, menghadirkan salah satu tantangan bagi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain dalam kaitan dengan modernisasi militer China.
Di kesempatan itu pula, Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), Johanes Herlijanto, Ph.D, menganggap posisi dampak dari proyek modernisasi angkatan bersenjata China di atas sebagai isu yang sangat penting untuk diketahui dan dipahami baik oleh masyarakat maupun pemerintah Indonesia. “Apalagi pada Kongres Nasional Partai Komunis China (PKC) ke-20 tahun 2022 lalu, Xi mengubah target bagi terlaksananya modernisasi angkatan bersenjata dan pertahanan China yang pada awalnya tahun 2035 menjadi tahun 2027,” tutur Herlijanto yang juga dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.
Pembicara lainnya, Aisha Rasyidila Kusumasomantri, mengungkapkan, angkatan bersenjata China kini telah menjadi salah satu militer yang sedang mengalami pertumbuhan paling pesat di dunia. Menurut Aisha, China saat ini memiliki angkatan laut yang sangat kuat dengan sekitar 370 kapal atau kapal selam dan 140 kapal tempur permukaan laut. Angkatan bersenjata China juga didukung oleh teknologi operasi multi-domain dan sistem otonomi berbekal Artificial Intelligence (AI) dan robot.
“Namun perkembangan militer China di atas berpotensi menghadirkan tantangan bagi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain mengingat China saat ini berupaya menegakkan pengakuan kepemilikannya, yang bertentangan dengan hukum laut internasional (UNCLOS), atas berbagai wilayah di LCS,” paparnya.
Senada dengan Aisha, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Peni Hanggarini, juga menyoroti perkembangan pesat militer China akhir-akhir ini. Di dalam pandangan Peni, perilaku China dalam hal kemiliteran dapat dianggap sangat ambisius, asertif, dan agresif (3A), yang ditopang oleh upaya untuk mengejar China Dream. Menurut dia, selain ditujukan untuk menggapai impian mencapai kebangkitan nasional China seiring dengan usia RRC yang ke-100 pada tahun 2049, sikap 3A di atas juga didorong oleh kompetisi China dengan Amerika Serikat (AS).
“China seolah-olah mengurangi jumlah personel angkatan bersenjatanya, tetapi militer China makin kuat dalam bidang teknologi. China menggunakan para kaum terdidik dan terlatih pada bidang teknologi informasi untuk militer mereka,” tuturnya.