Anggota Komisi IX DPR: “Kader KAMMI Jangan Ekslusif”
Bidang Perempuan KAMMI Jakarta Selatan bersama beberapa perwakilan akhwat mendapat kesempatan untuk bertemu, beraudiensi, dan berbincang santai dengan Anggota Komisi IX FPKS DPR RI, Kurniasih Mufidayanti. Di tengah perbincangan yang berlangsung pada Ahad, 6 Agustus 2023, itu, Kurniasih mengatakan, negara kita sedang dihadapkan pada suatu kondisi dimana populasi masyarakat akan didominasi oleh individu-individu dengan usia produktif. Usia produktif yang dimaksud adalah rentang usia 15 hingga 64 tahun. Maka, saat ini pemuda memiliki peran yang besar.
Menurut Kurniasih, pemuda merupakan bagian terpenting dari sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Namun, persoalan pemuda juga kerap masih menjadi tantangan yang harus segera diatasi, agar Indonesia benar-benar mampu memanfaatkan bonus demografi yang sudah terjadi sejak tahun 2012 dan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030 mendatang.
Kurniasih menyebut, kader KAMMI memiliki kesempatan sangat besar untuk mengoptimalkan peran sebagai gerakan pemuda. “Kader KAMMI harus memiliki banyak ide kreatif agar bisa membawa KAMMI menjadi organisasi yang diminati untuk Muslim dan Muslimah se-Indonesia, harus membuka sayap lebar-lebar untuk bisa melakukan rekruitmen,” katanya.
Ia pun berpesan, KAMMI sudah saatnya melepas eksklusifitasnya, agar bisa diterima dan membuka jalan untuk bergaul dengan semua kalangan. Sebab, tugas dakwah kita bukan hanya untuk kalangan sendiri. Perlu lebih mengenalkan KAMMI kepada meraka yang belum mengenal.
“Bergaullah dengan mereka yang belum mengenal Islam. Kenalkan bahwa Islam yang kita miliki adalah Islam yang indah. Selama hal itu tidak mengganggu Aqidah kita, tidak apa-apa. Makanya kita wajib untuk terus kuatkan syakhsiyyah islamiyyahkita,” pesannya.
Untuk membentuk syakhsiyah Islamiyah, kata dia, tidak cukup hanya dengan ‘aqliyah Islamiyah. Kader juga harus memiliki kesadaran dan pemikiran yang matang, mampu menyatakan ungkapan yang kuat dan tepat, serta mampu menganalisis berbagai peristiwa dengan benar. Ia akan menyikapi berbagai kejadian dengan sikap yang benar dan tulus, memerintahkan yang makruf, dan mencegah yang mungkar. Juga mencintai dan membenci karena Allah. Dan senantiasa bergaul dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik.
Menjawab pertanyaan tentang bagaimana menghadapi segala jenis pemikiran yang membahayakan, terutama feminisme dan pluralisme yang sedang marak terjadi, khususnya bagi Perempuan KAMMI Jakarta Selatan, yang banyak menghimpun kader Perempuan dari berbagai latar belakang, Kurniasih berpesan, ada sejumlah hal yang harus dilakukan sebagai kader KAMMI. Pertama, memiliki syakhsiyyah Islamiyyah yang kuat. Kedua, tidak eksklusif. Artinya, kader KAMMI jangan hanya bergaul dengan kader KAMMI saja, apalagi sampai memiliki sifat merasa paling benar dibandingkan organisasi yang lain karena itu adalah awal dari sebuah kehancuran.
Ketiga, memiliki ide kreatif yang bisa membuat KAMMI melebarkan sayap rekrutmennya ke semua pemuda dari berbagai latar belakang. Keempat, memiliki visi rahmatan lil alamin, bahwa dakwah ini bukan untuk kalangan sendiri saja. Bahwa KAMMI mampu menjadi organisasi yang kehadirannya di tengah masyarakat mampu mewujudkan kasih sayang dan perdamaian baik untuk manusia ataupun alam semesta.
“Ingat, pluralitase dan pluralisme merupakan dua hal yang sangat berbeda. Kita hidup menghormati perbedaan adalah pluralitas, sedangkan pluralism adalah isme yang adalah sebuah pemikiran dan kami sangat menolak itu. Kami katakan ‘no’ untuk pluralism maupun feminism, karena keduanya merupakan isme atau pemikiran,” tegasnya.
Di akhir perbicangan, Kurniasih menyampaikan, pergerakan Perempuan sekarang banyak dilandasi oleh pemikiran liberal. Maka, harus ada penguatan dari Bidang Perempuan. “Bidang Perempuan KAMMI Jakarta Selatan harus memiliki prinsip yang kuat, karena tantangan terberatnya adalah paham feminism, lets be carefull, karena dari feminism-lah ketahanan keluarga dihancurkan. Apalagi kemarin soal TPKS, kami bukannya tidak setuju dengan TPKS, namun kejahatan seksual bukan hanya dari unsur kekerasan seksual saja. Namun adanya concent atau persetujuan dari kedua belah pihak. Bahkan melalui feminisme angka perceraian mencapai tingkat tertinggi, naudzubillah,”jelas Kurniasih.
Ia menegaskan, atleast Perempuan tidak membutuhkan emansipasi karena sudah diberikan ruang yang sangat lebar oleh Islam. Yang membatasi kepemimpinan Perempuan hanya dua. Pertama, Amirul Mukminin. Kedua, Arrijaal Qawwam. Kedua hal ini merupakan harga mati yang tidak bisa dilewati oleh kerja-kerja Perempuan.
“Saya adalah seorang anggota DPR, di luar (rumah) saya mengetuai berbagai bidang, namun ketika saya sampai dan masuk ke dalam rumah, saya melepas jabatan itu semua, karena saya adalah seorang istri dan saya adalah seorang ibu,” ujarnya.
Prinsipnya, Al Qur’an tidak melarang kaum perempuan bekerja. Adapun anjuran untuk tinggal di rumah bertujuan untuk melindungi dan lebih kepada persoalan preventif (pencegahan, red). AlQur’an bahkan memberikan hak perempuan untuk bekerja, baik dalam arti beramal saleh maupun mencari nafkah untuk diri dan keluarga.
Allah berfirman:
”… (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah maha mengetahui segala sesuatu.” – QS. An-Nisa: 32
Jadi, sebenarnya tidak ada larangan keluar rumah bagi perempuan, kecuali untuk melakukan maksiat. Bahkan, Allah secara khusus menyebutnya sebagai penolong laki-laki dalam tugas amar makruf nahi mungkar. Hal tersebut dijelaskan dalam surah At-Taubah: 71, tanpa mengurangi peran seorang perempuan sekaligus tanggung jawabnya, dan tidak perlu menuntut pemberlakuan kesetaraan dengan laki-laki.