Apakah Mut’ah dan Nafkah di Saat Iddah Jadi Hutang Suami?

Tanya:

Assalamu'alaikum ustadz,

Saya dan suami sudah bercerai tapi selama iddah dia tidak memberi saya nafkah dan juga tidak memberi uang mut’ah. Apakah itu jadi hutang yang bisa saya tagih kepadanya?

Cerai yang dilakukan suami saya adalah talak 3.

MSR, Bekasi.

Jawab:

Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Untuk mengetahui hutang atau tidak maka harus merinci dulu apakah pembayaran mut’ah talak dan nafkah pada saat iddah itu wajib atas suami atau tidak.

Rinciannya sebagai berikut:

  1. Bila diceraikan sebelum dukhul (berhubungan suami istri) dan mahar belum disebutkan berapanya, maka mut’ah wajib menurut pendapat mayoritas ulama berdasarkan firman Allah di surah Al-Baqarah ayat 236.
  2. Bila sudah disebutkan mahar tapi sebelum dukhul maka mut’ah hanya sunnah tapi tidak wajib menurut pendapat mayoritas ulama yaitu kalangan Syafi’iyyah, Hanafi dan Hanbali.
  3. Bila sudah dukhul maka mut’ah wajib dibayarkan menurut madzhab Syaf’iyyah dan qaul jadid Imam Asy-Syafi’i, sementara mayoritas ulama dan juga qaul qadim Imam Asy-Syafi’I tidak mewajibkan mut’ah bila perceraian terjadi setelah dukhul.

Dalam hal mut’ah kami cenderung dengan pendapat madzhab Syafi’i bahwa dia wajib dibayarkan kepada wanita tertalak setelah dukhul, berdasarkan firman Allah di surah Al-Baqarah ayat 241:

وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
“Dan wanita-wanita yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah, sebagai kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” – QS. Al Baqarah:241

Dengan begitu maka suami wajib membayar mut’ah sehingga bisa dituntut. Tapi itu terpulang pada keputusan perundang-undangan setempat, dan kompilasi hukum Islam yang dijadikan acuan dalam pengadilan agama mewajibkan pembayaran mut’ah kepada wanita yang diceraikan setelah dukhul dengan perceraian biasa.

Adapun nafkah maka menurut kesepakatan ulama dia diwajibkan kepada istri yang diceraikan dalam talak raj’iy (talak yang masih bisa rujuk).

Sedangkan dalam kasus yang ditanyakan di mana anda mengatakan telah ditalak 3 maka itu berarti talak ba`in bainunah kubra yang konsekuensinya tidak bisa lagi rujuk bahkan tidak bisa menikah lagi kecuali setelah dinikahi orang lain lalu dicampuri dan dicerai serta habis iddah dari yang kedua.

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang nafkah mantan istri yang telah ditalak 3. Madzhab Hanafi mewajibkan nafkah untuk mantan istri yang ditalak ba`in seperti ini. Sementara ketiga madzhab lainnya tidak mewajibkan nafkah bila istri telah ditalak ba`in yang biasa disebut dengan istilah mabtutah (mantan istri yang tak lagi bisa dirujuk).

Hanya saja madzhab Maliki dan Syafi’i tetap mewajibkan tempat tinggal untuk istri yang diceraikan secara ba`in. Sedangkan menurut madzhab Hanbali istri yang telah diceraikan secara ba`in (putus, tak lagi bisa rujuk) tidak berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.

Kami cenderung pada pendapat madzhab Hanbali bahwa tidak ada nafkah dan tidak pula dapat rumah lagi bagi istri yang telah ditalak ba`in atau tak bisa dirujuk.

Dalilnya adalah hadits yang terkenal berupa kasus Fathimah binti Qais R.A. yang dicerai suaminya sudah talak tiga, lalu dia bertanya kepada Rasulullah apakah masih dapat hak nafkah dan tempat tinggal? Maka Rasulullah ﷺ‎ menjawab,

لَا نَفَقَةَ لَكِ، وَلَا سُكْنَى
“Tidak ada nafkah bagimu dan tidak ada pula tempat tinggal.” – HR. Muslim, no. 1480

Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta

Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: redaktursabili@gmail.com