Api Rindu (Episode 4): Cerita Sebenarnya dari Ustaz
"tu ustaz yang cerita ke antum, sebenarnya siapa sih kok bisa tahu detil cerita begituan? Mudah-mudahan bukan termasuk ustaz yang dimangsa Ayu."
Penuh rasa heran dan gemas mendengarkan cerita gila siang hari ini saya pun sekonyong-konyong melempar pertanyaan kepada kawan saya.
"Kayaknya enggak..."
Bingung juga kawan saya menjawab pertanyaan saya.
"Laaah… Antum tau darimana enggak?"
Saya terus kejar.
"Bukan apa-apa. Tapi bagaimana mungkin ustaz itu bisa bercerita panjang lebar kepada antum sampai sedetil itu? Kalau nurutin prasangka buruk apa iya dia termasuk ustaz yang pernah dimangsa Ayu?”
Kembali menebak-nebak.
"Atau mungkin begini... Di antara ustaz yang pernah berhubungan intim dengan Ayu itu ada yang curhat sama beliau saking nggak kuatnya menahan rasa bersalahnya…"
Terang kawan saya meski masih mengambang.
Baca juga: Api Rindu (Episode 3): Cerita Selanjutnya di Kamar Hotel
Di lain waktu ustaz Ram bercerita,
"Antum bisa bayangkan, Akhi... Misalkan saya tahu akhwatnya itu cantik, tapi bisa 'dipakai'?"
Tutur Ustaz Ram kepada kawan saya.
Dan ternyata kisah petualangan cinta akhwat cantik bernama Ayu itu sumbernya dari Ustaz Ram. Beliaulah yang menyampaikan cerita tersebut kepada kawan saya.
"Maksudnya gimana, Ustaz?"
Kawan saya masih bertanya kepada ustaz Ram karena masih belum mengerti.
"Misalkan saya sudah tahu orangnya siapa atau tau akhwatnya yang cantik itu dan saya juga tahu bahwa dia bisa diajak zina? Apa nggak goyang hati saya?"
Papar Ustaz Ram.
Kawan saya terdiam. Pikirannya mendadak terbang mencoba untuk melukis kecantikan wajah Ayu.
Lanjut cerita di gubug Mang Engking,
"Ooooo... Jadi Ustaz Ram yang cerita ke antum?"
Tanya saya memastikan.
"Iya, beliau yang cerita ke saya."
Tegas kawan saya.
"Beliau telah melakukan kesalahan besar!"
"Looh… Kenapa, kok bisa gitu?"
"Laah… Itu dia cerita ke antum masalah aib orang. Apa pentingnya dia cerita ke orang? Ada maslahat yang hendak dia lakukan?”
Dengan agak jengkel saya coba sedikit bertanya-tanya untuk memancing kejelasan karena penasaran.
"Kan dia nggak sebut nama. Saya juga kan nggak sebut nama ke antum."
Dalih kawan saya.
"Iya antum memang nggak sebut nama, tapi sebut kotanya, kan? Dalam kasus ini bisa sama saja bahayanya! Coba sekarang ketika saya sudah tahu kasus asusila ini terjadi di kota O, maka akan terlintas di pikiran saya bahwa ustaz-ustaz yang mengisi kajian di kota O tersebut jangan-jangan... Wah, apa ngga bahaya itu? Tidak hanya saya, bahkan semua orang akan menebak-nebak! Dan ada yang lebih bahaya lagi..!"
Saya tak melanjutkan penjelasan saya karena ada pelayan datang membawa nampan berisi 2 mangkuk es kopyor. Ah, beruntung pesanan es kopyor telah tiba, mudah-mudahan sedikit mendinginkan kejengkelan saya.
"Apa yang lebih bahaya dari itu..?"
Giliran kawan saya, mengejar saya dengan pertanyaan.
"Ntaaar... Sabar… Ngopyor dulu lah... Ngadem dulu, dari tadi ceritanya panas."
Baca juga: Api Rindu (Episode 2): Ceritanya Berlanjut di Hotel Puri Kemala
Masya Allah segarnya es kopyor ini, sejenak menyegarkan hati yang sumpek gara-gara bicara perkara asusila. Saya juga baru tahu dari kawan saya ini bahwa Ayu yang diceritakan oleh Ustaz Ram adalah akhwat cantik dan yang luar biasa adalah dikenal sebagai akhwat shalihah, pemalu, sangat menjaga diri, dan juga tilawahnya bagus. Seketika dhuarrrrrr....!!!
Demi mendengar penuturan kawan saya tentang Ayu seakan mangkuk es kopyor saya meledug.
"Mungkin karena cantik dan akhlaknya yang santun itulah banyak ustaz terjerat. Kata ustaz Ram sih ada lagi selain Ustaz Zali, yaitu Ustaz Damar dan Ustaz Bilfiq."
"Ustaz Ram itu bener-bener bego' kata saya!! Masa' iya semua diceritakan begitu sama antum?"
"Astaghfirullah... berarti saya termasuk salah cerita ke antum?"
"Iya… Sama, antum juga."
Jawab saya datar apa adanya. Tapi syukurlah kawan saya terima.
"Oh ya… Lanjut tadi belum kasih tau itu, yang ada bahaya lebih besar itu apaan?"
Rupanya kawan saya masih penasaran menunggu jawaban saya.
"Itu bocor ya mangkuknya?"
Goda kawan saya saat melihat sendok terakhir es kopyor mampir ke mulut saya.
"Ha… ha... Iya… Bisa pesen lagi gak ya?"
Balas saya dengan menampakkan muka yang seakan-akan masih haus. Rasa-rasanya memang kurang maknyus kalau minum es kopyor cuma semangkuk.
"Coba ya di rumah ada pohon kelapa kopyor yang tiap hari bisa diunduh?"
Asal saja saya nyeletuk.
"Eh… Balik yang tadi lagi, apa yang kata ente lebih bahaya itu?"
"Jadi begini akhi..."
Saya pun mulai bersiap menjelaskan.