ASEAN dan MUI Dorong Indonesia Jadi Contoh Perangi Islamofobia bagi Dunia
Masyarakat Muslim di seluruh dunia dibuat resah bahkan geram oleh semakin maraknya berbagai kasus pelecehan, diskriminasi, dan ujaran kebencian terhadap Islam dan Muslim di berbagai negara sampai saat ini. Peristiwa pembakaran Al Qur'an di Swedia dan Denmark beberapa waktu lalu, contohnya. Terakhir, seorang wanita diketahui membakar Al-Qur’an di ibu kota Swedia, Stockhlom, akhir pekan lalu.
Aksi-aksi pembakaran Al Qur’an tentu sangat menyakiti hati kaum Muslim. Yang lebih membuat geram, terkuak fakta bahwa ternyata Kepolisian Swedia dan Denmark mengizinkan warganya untuk melakukan aksi bejat tersebut.
Maka, dalam upaya menghadapi persoalan itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat melalui Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI) MUI menyelenggarakan Diskusi Internasional bertema "Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN". Diskusi yang diadakan di Aula Buya Hamka, Gedung MUI Jakarta, Senin, 7 Agustus 2023, itu sekaligus salah satu bentuk kampanye untuk memerangi Islamofobia. Kegiatan itu juga dilakukan dalam rangka menyambut HUT ke-56 ASEAN dan Milad ke-48 MUI.
"Diskusi ini juga (tujuannya) hendak merumuskan strategi untuk memerangi Islamofobia di Asia Tenggara yang sangat merugikan umat Islam dan kemanusiaan pada umumnya, serta mendorong terwujudnya kerja sama internasional, lintas agama dan peradaban, dalam menghadapi Islamfobia dan membangun perdamaian,” kata Ketua MUI Bidang Hubungan Luar negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI), Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, M.A selaku Ketua Penyelenggara diskusi internasional tersebut dalam sambutannya.
Mantan Wakil Rektor UIN Jakarta itu melanjutkan, korban gerakan Islamophobia bukan hanya orang Islam. Sebab, aksi Islamofbia juga merusak kemanusiaan, hak-hak kemanusiaan, demokrasi, kedaulatan negara, dan agama. Maka, MUI mendorong adanya undang-undang di seluruh negara di dunia, khususnya ASEAN, tentang anti Islamophobia.
Tokoh-tokoh penting serta pembicara dari beberapa negara ASEAN menghadiri diskusi yang dilaksanakan secara hybrid ini. Di antara tokoh yang hadir datang dari Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina. Selain itu, Dubes Indonesia untuk Kuwait, Tri Tharyat, juga turut hadir menjadi pembicara.
Di kesempatan itu, Komisioner dan Ketua Komnas HAM RI tahun 2012-2017, Prof. Dr. Hafid Abbas, s menyampaikan harapan yang pernah dia tuliskan dalam sebuah artikel yang pernah diterbitkan dan ia tunjukkan saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut. "Semoga Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia dapat menjadi contoh dalam gerakan internasional melawan segala bentuk Islamaphobia, dengan sungguh-sungguh mematuhi asas-asas yang telah ditetapkan oleh PBB, dengan mencanangkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamaphobia," ujar Hafid Abbas yang juga Presiden Global Alliance of National Human Rights Institution (GANHRI) di Asia Tenggara 2014-2015 itu pula.
Aksi Islamofobia memang perlu diperhatikan sungguh-sungguh. Sebab, aksinya bukan hanya berdampak pada umat Islam saja, tetapi juga merusak nilai-nilai dan hak asasi manusia, demokrasi, serta kedaulatan negara dan agama. Sungguh naif sekali jika tindakan hina itu dibiarkan atas nama kebebasan berekspresi dan isu politik. Sedangkan hal itu termasuk pelanggaran HAM dan penistaan atau penodaan terhadap agama.
"Mulai sekarang, kita harus mengatakan bahwa kita bersatu dalam diri kita sendiri untuk menyampaikan kepada dunia bahwa Islam harus dihormati. Islam bersatu dan Islam adalah perdamaian itu sendiri," tegas Guru Besar bidang HAM dan gender UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA.
Diskusi pun berjalan baik. Acara itu lantas ditutup dengan pembacaan Deklarasi tentang “Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN”. Yanuardi Syukur selaku Pengurus Komisi HLNKI MUI membacakan deklarasi tersebut. Isinya antara lain mengenai ditetapkannya tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Memerangi Islamophobia. Tanggal 15 Maret dipilih untuk mengenang hari terjadinya satu tragedi penembakan berdarah terhadap jamaah di Masjid Christschurch, New Zealand, yang menewaskan 51 orang. Serta mendorong pengadaan Undang-Undang Anti-Islamofobia sebagai upaya melawan kebencian dan ketakutan tidak beralasan terhadap Islam.