Bagi Hasil Sawah
Tanya:
Assalamu alaikum ustadz, kebetulan orang tua saya di kampung biasa menyerahkan lahan kepada penggarap dengan bagi hasil. Orang tua saya menyediakan benih, sementara penggarap menyediakan pupuk dan semua kelengkapan lain. Karena penggarap sedia pupuk maka dia dapat bagian 70 % dari hasil. Nah saya ingin membantu orang tua saya dengan membiayai pupuk sehingga orang tua saya dapat bagi hasil 50 %. Bolehkah seperti itu?
Novery Wandi, Bandung
Jawab:
Wa alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh.
Apa yang Bapak sebutkan itu dikenal dalam istilah fikih dengan nama muzara’ah. Yaitu perkongsian antara pemilik lahan dengan penggarap lalu bagi hasil panen sesuai kesepakatan. Hal ini dibolehkan oleh mayoritas ulama, tapi tidak dibolehkan dalam madzhab Syafi’I bila akadnya berdiri sendiri.
Yang rajih, ini dibolehkan sebagaimana yang dikatakan oleh An-Nawawi dalam kitab Raudhatu Ath-Thalibin di mana beliau menyelisihi madzhabnya sendiri dan mengemukakan alasannya.
Al-Imam Al-Bukhari bahkan menulis dalam shahihnya:
Bab: Muzara’ah dengan pembagian separo atau semisalnya.
Qais bin Muslim mengatakan dari Abu Ja’far yang berkata, “Semua orang di Madinah yang hijrah melakukan muzara’ah (paruhan tanah) dengan pembagian sepertiga, seperempat.”
Ini pula yang dilakukan Ali, Sa’d bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, Al-Qasim, Urwah, kelurga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan Ibnu Sirin.
Abdurrahman bin Aswad berkata, Aku berkongsi tanah dengan Abdurrahman bin Yazid.
Umar juga melakukan transaksi muzara’ah bila bibit dari Umar maka dia mendapatkan setengah hasil, kalau bibit dari penggarap maka bagiannya sekian dan sekian.
Muzara’ah ini sendiri sangat bersesuaian dengan prinsip ajaran Islam atau maqashid syari’ah yang tidak menginginkan adanya tanah yang menganggur atau tak tergarap. Banyak pemilik tanah tidak cakap dalam menggarap tanahnya di saat yang sama banyak pula petani yang tak punya lahan. Dengan adanya kerjasama seperti ini akan meningkatkan produktivitas ekonomi umat sehingga tercipta ketahanan pangan dan kekuatan ekonomi di mana setiap orang produktif mencari rezeki dari Allah.
Ketentuan umum dalam muzara’ah adalah, pekerjaan dilakukan oleh penggarap, adapun bibit dan alat serta pupuk bisa dari pemilik lahan atau penggarap atau pihak lain yang bisa jadi ikut dalam Kerjasama. Lalu Bagi hasilnya adalah persentase yang disepakati di awal dan akhir panen, berupa buah dari hasil pertanian tersebut. Bagi hasil tidak boleh berdasarkan posisi tanah atau jenis tanaman tertentu, misalnya penggarap dapat padi lalu pemilik lahan dapat jagung, karena ini bisa menimbulkan kecemburuan. Semuanya harus dibagi sama berdasarkan persentase yang telah disepakati sejak awal.
Wallahu a’lam bis shawab.
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: redaktursabili@gmail.com