Bagi NU, Palestina Harga Mati
Sejarah perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) dalam mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel tercatat dalam buku “Palestina dari Zaman ke Zaman” karya KH Saifuddin Zuhri. KH Saifuddin Zuhri adalah salah seorang tokoh terkemuka NU yang hidup di zaman penjajahan dan pergerakan nasional, serta pernah menjadi Sekjen PBNU hingga akhirnya menjabat Menteri Agama di akhir era kepemimpinan Bung Karno.
Buku tersebut mengisahkan perjuangan para kiai. Selain melakukan gerilya untuk kemerdekaan Indonesia, para kiai juga menaruh perhatian besar terhadap kemerdekaan rakyat Palestina dari penjajahan kaum Zionis. Kepedulian kiai terhadap rakyat Palestina itu dibalas dengan pengakuan mereka, sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
NU di bawah pimpinan KH Mahfudz Shiddiq pada 12 November 1938, mengedarkan seruan kepada seluruh organisasi Islam di Indonesia untuk mengambil sikap tegas terhadap tindakan bangsa Yahudi. Seruan ini mengajak umat Islam di Indonesia untuk bahu-membahu dengan rakyat Palestina dalam memperjuangkan agama dan kemerdekaan tanah air mereka dari cengkeraman kaum penjajah dan komplotan Zionisme.
Gerakan solidaritas NU terhadap Palestina juga tecermin dalam kegiatan “Palestina Fons” (Dana Palestina) sebagai bentuk bantuan untuk meringankan beban perjuangan dan penderitaan rakyat Palestina. Selain penggalangan dana, cabang-cabang NU di seluruh Indonesia juga melakukan gerakan “Pekan Rajabiyah” atas instruksi PBNU, yang menggabungkan perayaan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dengan solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Pada 18 Desember 1947, NU bersama ormas Islam lainnya dalam payung Partai Masyumi mengadakan sidang di Yogyakarta, yang secara khusus membahas masalah Palestina. Hasil sidang tersebut antara lain menganjurkan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk membantu perjuangan Palestina, mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk menetapkan sikap membantu perjuangan bangsa Arab di Palestina, dan mengharapkan Dewan Keamanan PBB meninjau kembali keputusan pleno PBB tentang pembagian Palestina yang dianggap mengganggu ketenteraman dunia.
Jika melihat sejarah NU tentang perjuangan membela Palestina, jelas NU sangat bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Baca juga: Beredar Foto “Lima Tokoh Muda NU” Bertemu Presiden Israel
Di sisi lain, hubungan antara NU dengan Israel mulai terkuak secara luas terjadi pada era Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001). Abdurrahman Wahid atau lebih sering dikenal sebagai Gus Dur, sering dianggap sebagai orang pertama yang mencari ide normalisasi hubungan dengan Israel, memainkan peran kunci dalam membuka dialog. Salah satu langkah yang diambil adalah memberikan beasiswa kepada Benjamin Ketang, seorang Yahudi Indonesia, untuk belajar di Israel. Setelah kembali, Benjamin Ketang membantu mendirikan Indonesia-Israel Public Affairs Committee (IIPAC) pada tahun 2002, sebuah lembaga yang beranggotakan sekitar 4.450 orang.
Salah satu momen kontroversial juga terjadi pada 14 Juni 2018. Ketika itu, Yahya Cholil Staquf bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Yerusalem. Pertemuan ini mendapat liputan luas dan menjadi perhatian media Israel. Simonarann, seorang wartawan media Israel, melaporkan bahwa Netanyahu menyatakan kegembiraan dia atas pemulihan hubungan antara Israel dengan banyak negara Arab dan Islam, dengan harapan akan ada kemajuan dalam hubungan antara Israel dengan Indonesia.
Dan yang terbaru adalah kunjungan lima orang aktivis muda NU di awal Juli, bertemu dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, di tengah ganasnya Israel membantai rakyat Palestina. PBNU tegas menyampaikan bahwa lima orang tersebut sama sekali tidak mewakili NU. Lalu mereka mewakili siapa dan dari mana mendapatkan akses ke Presiden Israel? Tentu sangat sulit menemui seorang presiden, jika atas nama pribadi.
KH Cholil Nafis pun mengritik kunjungan lima aktivis muda NU ke Israel, dengan menyatakan bahwa hanya Israel yang mengambil keuntungan dari kunjungan tersebut. Ia menegaskan bahwa NU sejak awal pendiriannya mendukung rakyat Palestina untuk mencapai kemerdekaannya dan menentang penjajahan Israel. Sikap itu ditegaskan KH Cholil Nafis dalam akun media sosialnya.
“Hanya Israel yg mengambil keuntungan dari kunjungan 5 pemuda itu dibanding kerugian manusia dan kemanusiaan yang seolah melegitimasi genosida oleh Israel kepada rakyat Palestina,” tulis Cholil Nafis dalam media sosialnya.
“NU sedari awal pendiriannya sampai sekarang berdiri dan mendukung rakyat Palestina untuk kemerdekaannya dan anti penjajah Israel,” tegas Cholil Nafis pula.
(Sumber: Dari berbagai sumber)