Bahaya! Ancaman Islamofobia Pasca Kemenangan Sayap Kanan Radikal di Prancis
Prancis baru saja menyelesaikan pemilu tahap pertama pada 6 Juni 2024. Survei yang dipublikasikan pada Minggu (30/6/2024) menunjukkan hasil, National Rally (RN), partai kanan yang dipimpin oleh Marine Le Pen, menang. Partai ini memperoleh kemenangan besar dengan meraih 34% suara. Sedangkan partai lawannya, sayap kiri Partai Sosialis hanya memperoleh 24% suara. Ada pun Presiden Macron dengan Partai Renaissance hanya memperoleh 20% suara. Walhasil, partai ini tersingkir dan gagal untuk masuk ke putaran kedua.
Hasil pemilu ini perlu mendapatkan perhatian khusus, karena Marine Le Pen, pemenang pada putaran pemilu pertama ini adalah tokoh kontroversial karena sering mengungkapkan pernyataan anti Islam. Pada Januari 2021, Marine Le Pen menyatakan bahwa Islam adalah ancaman dan mengusulkan penghapusan hal-hal yang berkaitan dengan Islam.
Le Pen berjanji untuk mengurangi imigran dan berkomitmen untuk tanpa kompromi melawan fundamentalisme Islam. Ia juga berjanji akan membekukan semua proyek pembangunan masjid di Prancis dan memperluas undang-undang yang melarang penggunaan hijab.
Baca juga: Mengenal Rudal “Red Arrow” yang Digunakan Brigade Al-Qassam di Rafah
Jika Marine Le Pen berkuasa, tentu ini merupakan hal buruk bagi umat Muslim di Prancis. Berbagai pernyataan dia menunjukkan bahwa ia sangat rasis dan anti-Islam. Sedangkan Prancis sendiri adalah negara di Eropa dengan populasi Muslim terbesar, sejumlah 5,7 juta Muslim.
Sebelumnya, Le Pen sudah pernah mengikuti pemilihan presiden. Dua kali lolos ke tahap penentuan, namun kalah melawan Macron pada tahun 2017 dan 2022.
Namun, ada berita mengejutkan dari dunia Muslim sendiri. Pada Senin (1/7/2024), dalam pidatonya di sebuah acara, Ketua Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang juga mantan menteri kehakiman Arab Saudi, Muhammad bin Abdul Karim Issa, justru mengatakan bahwa ia telah melakukan obrolan “yang luar biasa” dengan Le Pen. Ia bahkan mengapresiasi kemenangan Le Pen dan mengatakan memiliki hubungan baik dengannya.
“Kami memiliki hubungan yang baik dengannya. Setiap kali kami pergi ke Prancis, kami bertemu dengan Nona Le Pen,” katanya.
Tentu hal ini bukan pernyataan yang mewakili umat Islam dunia, jika kita melihat janji politik Le Pen yang membahayakan umat muslim di Prancis.