Baitul Hamdi, Istana yang Dijanjikan
Orang tua mana yang tidak sedih, manakala anak yang sedang dalam buaian, sedang pada masa ditimang, atau tengah belajar berceloteh dan bertingkah lucu menggemaskan, tiba-tiba harus lepas dari pelukan dan pandangan mata mereka untuk selamanya. Sang anak, lebih dahulu menepati ketentuan Allah tentang ajal yang telah digariskan.
Runtuh air mata bunda. Rungkad hati sang ayah. Dunia serasa kelam, memerosokkan mereka ke dalam kubangan kehilangan yang amat dalam. Sedih yang tiada terperi.
Bahkan Rasulullah pun berduka. Beliau adalah hamba yang paling pasrah dan paling bisa menerima semua ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya, dengan sabar dan ikhlas. Namun Rasulullah berduka, hingga terbit air mata beliau, saat tahu bahwa Ibrahim - putra beliau dari Maria Qibtia - wafat di usia anak-anak.
Seorang sahabat nabi, Ibnu 'Auf, heran, melihat Rasulullah meneteskan air mata sedih karena peristiwa tersebut, sehingga terlontar tanya.
“Wahai Rasulullah, engkau menangis?” begitu tanyanya. Rasulullah pun menjawab: “Wahai Ibnu 'Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang)". Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda, "Kedua mata boleh mengucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita,” – Riwayat lengkap termaktub dalam Hadist Bukhori nomor 1220.
Baca Juga : Urgensi Pendidikan Islam dari Orang Tua terhadap Anak Usia Dini dalam Hadapi Tantangan Zaman
Ya, perasaan sedih adalah respon yang manusiawi. Bagian dari fitrah kemanusiaan kita. Kehilangan buah hati yang sedang tumbuh lucu, hingga terbit kesedihan, adalah hal yang lumrah. Islam hanya melarang ekspresi kesedihan yang berlebihan, hingga berteriak histeris dan melupakan bahwa semua kejadian sebagai ketentuan Allah, atau bahkan menentang dan menyalahkan Allah Azza wa jalla.
Islam mengajarkan kepada para pemeluknya, bahwa semua peristiwa terjadi atas iradah Allah. Umur kita dan umur anak kita telah ada dalam ketetapan Allah. Kadang, banyak orang tua yang sulit menerima, saat anak mereka harus meninggal terlebih dahulu, pada saat usia masih anak-anak. Ada yang menggerutu, “Mengapa bukan aku saja yang mati? Aku lebih tua..”
Kematian telah Allah tetapkan kepada semua insan, bahkan saat manusia itu belum lahir ke dunia. Tidak ada yang bisa mempercepat atau menundanya. Maha Suci Allah dari kekeliruan menetapkan kalender kematian. Semua itu menjadi ujian bagi kaum beriman.
Diganti Imbalan Istana di Surga
Meski Allah telah menetapkan semuanya. Namun, Allah tetap mengapresiasi tinggi setiap kaum muslimin yang mampu sabar dan ikhlas menerima kematian anaknya di balik semua kesedihan yang mereka rasakan.
Orang tua yang beriman akan mampu mengontrol kesedihan seraya mengembalikan segala urusan kepada Allah. Yakin bahwa semua yang terjadi adalah ketentuan Allah, dan itu pasti baik bagi si anak yang meninggal maupun bagi mereka orang tua yang ditinggalkan. Mereka berpegang teguh pada ayat Allah:
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” – QS Al Baqarah: 156
Baca Juga : Ketika Anak Berbohong
Sebagai apresiasi atas kesabaran, keikhlasan dan ketawakalan yang ditunjukkan oleh para orang tua yang kehilangan anaknya, dijanjikan oleh Allah akan dibangunkan sebuah istana di surga. Istana yang dibangun oleh malaikat, atas titah Allah secara khusus. Allah menamai istana itu sebagai “Baitul Hamdi” atau rumah pujian.
Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah Saw, sebagai berikut: “Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Apabila ada anak seorang hamba yang meninggal, maka Allah Ta’ala berkata kepada para malaikat, ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak dari hamba-Ku?’ Maka para malaikat menjawab, ‘Iya benar.’ Allah berkata, ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?’ Para malaikat menjawab, ‘Iya.’ Kemudian Allah berkata, ‘Apa yang diucapkan hamba-Ku?’ Para malaikat menjawab, ‘Dia memuji Engkau dan mengucapkan kalimat istirja’ (Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun).’ Maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Bangunlah untuk hamba-Ku di Surga sebuah istana dan beri nama istana tersebut dengan istana pujian’.” – HR. At-Tirmidzi
Sesungguhnya Allah Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Meski kematian adalah ketentuan-Nya yang mesti berlaku, namun saat hamba tersebut mengalami kesedihan akibat ketentuan tersebut, maka Allah berkenan memberikan kompensasi, jika di dalam kesedihan itu ia tetap ingat kepada Allah, sabar, Ikhlas, dan berserah diri kepada-Nya.