Balada Sandal Jepit

Sandal Jepit, Antum pasti tahu. Alas kaki sederhana yang akrab dengan keseharian masyarakat kita. Sesungguhnya banyak jenis Sandal Jepit. Ada yang terbuat dari kulit, ada yang terbuat dari plastik, ada pula yang terbuat dari karet. Harganya juga beragam. Ada yang sampai jutaan rupiah, ada yang cuma belasan ribu rupiah saja.

Dalam bincang ringan ini, Sandal Jepit yang dimaksud adalah Sandal Jepit paling murah. Berbahan baku karet, paling banyak dipakai oleh rakyat Indonesia.

Dalam keseharian kita, Sandal Jepit biasanya dipakai untuk berkegiatan di dalam atau di luar rumah yang sifatnya ringan. Fungsinya sekedar untuk alas kaki agar terhindar dari kotoran berupa lumpur atau debu. Sedikit fungsi perlindungan, dari benda semacam kerikil, tanah kering yang tajam, serta gigitan rasa dingin dari ubin atau bumi yang kita pijak.

Ada norma tertentu yang berlaku di masyarakat tentang penggunaan Sandal Jepit. Misalnya, Sandal Jepit tidak boleh digunakan untuk menghadiri acara-acara yang bersifat formal. Mahasiswa tidak dibenarkan menghadiri perkuliahan dengan mengenakan Sandal Jepit sebagai alas kaki. Karyawan tidak boleh ngantor dengan menggunakan Sandal Jepit. Dianggap tidak pantas menghadiri resepsi pernikahan dengan menggunakan Sandal Jepit. Dan seterusnya.

Larangan itu tidak tertulis. Namun sebagian besar masyarakat memahaminya sebagai bagian dari norma sosial yang berlaku. Tidak ada hukuman untuk pelanggarannya. Paling hanya pandangan sinis, teguran, atau dalam forum pendidikan, paling berat disuruh keluar, tidak boleh menguikuti pelajaran.

Sandal Jepit sebenarnya melayani manusia dari semua kelas sosial. Lahirnya istilah “Kaum Sandal Jepit” tentu bukan kehendak Sandal Jepit. Istilah kaum Sandal Jepit lebih merupakan stigma sosial atas kelompok masyarakat yang karena keterbatasan sosial ekonominya tidak memiliki pilihan terkait alas kaki yang harus mereka kenakan.

Mereka bekerja menggunakan Sandal Jepit, beraktifitas di lingkungan sosial juga memakai Sandal Jepit. Hadir kondangan di kelas sosial mereka, juga menggunakan Sandal Jepit. Tidak ada pilihan lain. Sandal Jepit adalah alas kaki satu-satunya yang mereka miliki.

Berbeda dengan kalangan yang memiliki kekuatan ekonomi. Mereka punya banyak pilihan dalam menggunakan alas kaki. Untuk bekerja mereka memiliki sepatu pantofel, sepatu bot, dengan aneka pilihan. Untuk olah raga, mereka punya sepatu tertentu. Demikian juga untuk acara jalan-jalan santai dengan keluarga, memiliki banyak pilihan alas kaki yang harus dikenakan.

Terkait Sandal Jepit, mereka yang memiliki banyak pilihan alas kaki, cenderung menggunakan Sandal Jepit untuk kegiatan di dalam rumah. Ke kamar mandi atau toilet, beraktifitas di dalam rumah agar tidak terganggu dinginnya lantai keramik, atau jalan-jalan ringan di pekarangan rumah.

Nah, melihat Sandal Jepit dari sudut pandang kita sebagai “user” tentu akan sangat subjektif. Berbagai anggapan yang lahir tentang Sandal Jepit sudah barang tentu akan terjebak dari sudut pandang kita sebagai pengguna.

Bisa jadi ia adalah alas kaki remeh temeh yang hanya pantas dipakai ke toilet. Namun bisa pula menjadi temen perjuangan utama seseorang yang sedang berjuang menafkahi keluarga, Sandal Jepit menjadi alas kehidupan bagi keluarga tersebut.

Rasanya cukup adil jika kita meluangkan sejenak waktu untuk berempati pada Sandal Jepit, melihat Sandal Jepit dari sisi Sandal Jepit itu sendiri. Tentu, bukan untuk kepentingan Sandal Jepit, tapi lebih untuk mengasah basiroh kita sendiri sebagai user Sandal Jepit.

Pertama, menikmati peran dalam kehidupan. Sandal Jepit menerima sepenuhnya titah kejadian yang melingkupi eksistensinya. Ia adalah Sandal Jepit. Tugasnya melayani semua manusia dengan menjadi alas kaki, apa pun kasta dan kedudukannya.

Peran sebagai Sandal Jepit ia nikmati secara total, tak penting mau dipakai ke toilet atau ke istana. Ia sadar sepenuhnya, bahwa siapa pun yang menggunakannya tidak akan pernah mengubah eksistensi dirinya sebagai Sandal Jepit. Mungkin ada perlakuan yang berbeda, tapi tidak akan mengubah titah kejadian dan jalan pengabdian yang telah ditentukan oleh pembuatnya.

Titah dasar kehidupan manusia adalah menjadi abdillah dan khalifah-Nya. Perankan itu dengan maksimal, jangan terobsesi menjadi Tuhan lantaran peran besar yang sedang kita mainkan. Jangan abai terhadap amanah-amanah-Nya, apapun itu. Anda jadi penguasa, jadi pemulung, jadi ulama, esensinya adalah memberikan pelayanan kepada Allah dan hamba-hamba-Nya. Tetap jadi Sandal Jepit, meski yang memakai presiden, gubernur dan mungkin pengemis jalanan.

"Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu." (Al-An’am: 165)

Kedua, rela dijepit oleh ikatan untuk memerankan fungsi secara optimal. Agar lekat dengan tapak kaki yang harus dilindunginya, Sandal Jepit harus terus merelakan dirinya dalam jepitan itu. Ia mengabdi dengan diinjak dan dijepit. Sekali ia melepas dari jepitan itu, maka hilanglah statusnya sebagai Sandal Jepit, ia akan menjadi sesuatu yang berbeda. Jepitan dengan sendirinya akan berakhir jika ia tidak digunakan atau putus.

Manusia sesungguhnya terikat dengan jepitan aturan aturan Allah dalam menjalani titah kehidupan. Ia dibatasi oleh umur, ia bebas memilih jalan hidup tapi tak akan lepas dari konsekuensi yang telah Allah gariskan. Manusia seperti Sandal Jepit yang harus terus bergantung kepada Allah sebagai tempat bergantung segala sesuatu.

“Maka barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, sesungguhnya dia telah berpegang-teguh dengan buhul tali yang paling kuat dan tidak akan terlepas …” (QS. al-Baqarah : 256)

Ketiga, menyadari sepenuhnya prinsip berpasangan. Sandal Jepit diciptakan berpasangan. Digunakan dengan prinsip yang berpasangan juga. Dalam berpasangan, ada kaidah perbedaan yang saling melengkapi. Bentuk sandal kiri berbeda dengan sandal kanan. Tidak bisa melihat sandal sebagai kiri atau kanan belaka. Sandal adalah kanan dan kiri sekaligus.

Persoalan ini bukan hanya terkait bahwa laki-laki berpasangan dengan perempuan. Berpasangan adalah salah satu konsep mendalam yang diajarkan oleh Al-Quran:

“Maha Suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.(Yasin: 36)

Berpasangan adalah konsep yang amat luas. Siang – malam, laki-laki – perempuan, kaya – miskin, susah – senang, dunia – akhirat, dan seterusnya. Sandal Jepit, mengajarkan dengan sangat apik, agar kita terus menyadari bahwa ada ketentuan Allah yang bersifat berpasangan.

Paradigma berpasangan sebagaimana tercermin dari sepasang Sandal Jepit adalah di antara kaidah dasar kehidupan yang mesti kita pahami sebagai muslim. Jika sandal kiri sedang di depan, maka sandal kanan akan di belakang. Jika sandal kanan di atas, maka sandal kiri wajib tetap menapak di bumi. Apa jadinya jika dua-duanya ingin selalu di tempat yang sama? Tumbang lah badan!

Keempat, paling banyak di gunakan ke masjid. Antum sadar gak? Di mana paling sering kita jumpai Sandal Jepit? Ya, kita sering ketemu atau setidaknya melihat, Sandal Jepit di teras masjid.

Agak aneh sebenarnya, saat kita sungkan ketemu pejabat atau datang kondangan pakai Sandal Jepit, tapi menghadap Allah petingginya para petinggi, justru tanpa sungkan kita pakai Sandal Jepit. Bukankah disunnahkan hadir ke majelis Jumat dengan pakaian terbaik?

Terlepas dari itu semua, Sandal Jepit sebenarnya ingin menegur kita, betapa Allah Maha Penerima. Bahwa Allah Maha Adil, bahwa Allah tiada mementingkan apa yang dipakai seorang hamba. Tapi Takwa adalah sebaik-baik pakaian dan bekal. Meski Antum dari kalangan Kaum Sandal Jepit, datang ke masjid dengan Sandal Jepit butut, jika Antum lebih awal datang, Antum berhak duduk manis di shaff VIP di Rumah Allah Azza wa jalla.

Niatkan-lah sekali waktu untuk melihat jajaran Sandal Jepit murah yang “diparkir” sekenanya di teras masjid kita masing-masing. Hari jumat, adalah waktu yang tepat untuk berburu pemandangan itu. Aneka warna dan jenis Sandal Jepit akan berjejal merajai teras masjid. Selipkan sedikit tanya: “Di hadapan Allah apakah kita lebih mulia daripada Sandal Jepit?”

Wallahu alam.