Bangladesh Tersulut Api Kemarahan Massa
Kerusuhan dalam aksi demonstrasi mahasiswa terjadi pada Senin (15/7/2024) di Universitas Dhaka, Bangladesh. Ratusan pengunjuk rasa yang menuntut reformasi peraturan perekrutan pegawai negeri sipil (PNS) di Bangladesh bentrok dengan polisi anti huru-hara. Kerusuhan yang terjadi di Bangladesh tersebut mirip seperti kejadian “Kerusuhan Pra Reformasi 1998” di Indonesia, yaitu terjadi eskalasi kerusakan di berbagai sektor.
Kejadian diawali dengan aksi para mahasiswa berunjuk rasa. Namun, kepolisian menanggapi aksi demontsrasi mahasiswa itu dengan kekerasan. Akibatnya, kerusuhan pun pecah. Kepolisian lalu menembaki massa pendemo dengan peluru karet pada saat kerusuhan berlangsung. Korban pun jatuh.
“Dua per tiga kematian peserta demo disebabkan oleh luka dari senjata polisi,” demikian laporan dari seorang pejabat di rumah sakit setempat.
Awalnya, konflik di Bangladesh hanya melibatkan demonstran peserta aksi dengan kepolisian di Dhaka. Namun, belakangan hari bentrok tersebut berujung aksi perusakan dan kerusakan pun lantas merambah ke beberapa kota lainnya.
Sebelumnya, para mahasiswa telah melakukan demonstrasi secara damai menuntut reformasi pada 1 Juli 2024. Unjuk rasa itu dipicu oleh keluarnya kebijakan Pemerintah Bangladesh yang menetapkan pembatasan kuota seleksi PNS (Pegawai Negeri Sipil) Bangladesh. Kuota pekerjaan PNS itu diprioritaskan untuk keluarga pejuang kemerdekaan dari Pakistan, sehingga merugikan kelompok lainnya. Mahasiswa menuntut pemerintah untuk menghapus sistem kuota PNS berdasarkan keturunan dan mulai menerapkan skema seleksi berbasis prestasi.
Ini adalah kerusuhan paling chaos selama Sheikh Hasina Wazed menjabat Perdana Menteri Bangladesh. Faktor terjadinya kerusuhan paling chaos selama Perdana Menteri Hasina menjabat ini karena tingginya angka pengangguran di kalangan kaum muda Bangladesh.
Mereka menuntut agar pemerintah berhenti memberikan prioritas kepada keluarga para veteran perang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan tahun 1971. Sebelumnya, Pemerintah Bangladesh mengeluarkan kebijakan, memberikan jatah 30% dari kuota seleksi PNS kepada mereka. Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina Wazed telah menghapus sistem kuota itu pada tahun 2018 lalu. Namun, pengadilan tinggi Bangladesh menerapkannya kembali pada bulan lalu.
Pada Kamis (18/7/2024), Pemerintah Bangladesh membatasi jaringan internet untuk mencegah memanasnya situasi. Warga setempat turut melaporkan terjadinya pemadaman internet seluler yang meluas di seluruh negeri itu.
Kerusuhan itu pun menyebabkan pemerintah mendesak sekolah-sekolah dan universitas-universitas untuk tutup tanpa batas waktu. Sejumlah negara juga telah merilis imbauan agar warga negaranya yang berada di Bangladesh untuk membatasi aktivitas di luar.
Pada Selasa (23/7/2024), AFP melaporkan total korban yang tewas selama demonstrasi di Bangladesh mencapai 173 orang, termasuk beberapa petugas polisi. Aparat keamanan juga disebut telah menahan lebih dari 1.100 orang terkait demo.
Sheikh Hasina Wazed adalah tokoh yang paling lama menjabat di antara PM sebelumnya. Tahun ini, ia kembali terpilih menjadi PM untuk periode kelima. Tak pelak, dia diklaim sebagai salah satu wanita paling berpengaruh di dunia dalam sektor politik. Antara lain, beberapa konflik yang terjadi di Bangladesh berhasil ia redam.
Pemberontakan pasukan paramiliter yang menewaskan 57 perwira militer, tiga pemilihan umum kontroversial yang dikritik keras oleh komunitas internasional, tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, serta aksi protes faksi oposisi.
Demonstrasi reformasi ini bukan peristiwa yang tiba-tiba terjadi. Ada rentetan peristiwa lainnya yang menyingkap kerusakan dan kebobrokan sistem negara Bangladesh. Senyatanya, nyaris seperlima dari total 170 juta jiwa penduduk Bangladesh tidak memiliki pekerjaan atau tidak mengenyam pendidikan. Faktanya, tingkat kebebasan Pers di Bangladesh rendah. Perdana Menteri hanya milik salah satu kelompok.
Berhasil atau gagalnya reformasi ini menentukan langkah ke depan. Semua pemangku kebijakan harus segera memutuskan langkah yang tepat. Jika masalah ini terlalu lama didiamkan, rentan sekali intervensi asing.
(Dari Berbagai Sumber)