CEO GREAT Edunesia: “Hari Guru Nasional Sejatinya Memiliki Misi Menghidupkan Ruh Kemanusiaan”
Sejak 1994, setiap tanggal 25 November, Indonesia memeringati Hari Guru Nasional. Peringatan tersebut didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Meski pun berbeda tanggal dengan peringatan Hari Guru Sedunia, namun keduanya sama-sama bertujuan mengapresiasi dan mendukung perkembangan guru di mana pun.
Guru adalah komponen utama proses pendidikan. Siapa pun sadar akan hal itu. Guru bukan hanya penyampai informasi, tetapi juga memiliki peran strategis membentuk karakter, etika, dan kemampuan siswa. Hal itu dikatakan CEO GREAT Edunesia, Asep Hendriyana, dalam acara Bincang Pendidikan Spesial Hari Guru Nasional, 25 November 2024. GREAT Edunesia adalah lembaga yang mengelola program pendidikan berkualitas untuk masyarakat marginal di Indonesia. GREAT Edunesia sendiri merupakan mitra pelaksana program dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Dhuafa.
Kegiatan Bincang Pendidikan Spesial Hari Guru Nasional yang diadakan di ANTARA Heritage itu bertujuan memberikan perspektif baru terkait isu desentralisasi pendidikan, serta menelisik lebih dalam terkait kebijakan peningkatan kualitas guru. Di kesempatan itu, Asep mengatakan, sejatinya pendidikan ialah tanggung jawab bersama. Bukan hanya ranah guru. Sebab, pendidikan dalam arti luas berarti usaha membangun manusia unggul, maka setiap unsur adalah guru.
Sebagaimana dijelaskan Keppes No 78/1994, Hari Guru Nasional menekankan kedudukan dan peranan guru dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Khususnya untuk meningkatkan kualitas SDM nasional.
“Bonus demografi menuju Indonesia Emas tidak akan diraih secara otomatis. Manfaat bonus demografi bisa diraih jika kita memiliki sumber daya manusia bermutu,” jelas Asep.
Asep menuturkan, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan bahwa penguatan pendidikan, sains dan teknologi, serta digitalisasi dan sumber daya manusia (SDM) sebagai satu dari 17 program prioritas pemerintah. “Sebab itulah, penting meningkatkan kompetensi seorang guru agar tidak dipandang sebelah mata,” ungkap Asep.
Selain itu, kata dia, sangat dibutuhkan sinergi antara guru dan orang tua. Fenomena kriminalisasi guru, menurut dia, menunjukkan tidak terhubungnya unsur sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik supaya menjadi manusia beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Maka, Sekolah dan Pendidikan Budi Pekerti menjadi solusi guna menyiapkan lahirnya generasi berbudi pekerti luhur dan berkontribusi positif.
“Tak hanya kepada siswa, guru juga perlu melakukan pendekatan kepada orang tua melalui tiga unsur terpenting yaitu hati di mana penanaman nilai baik bersemayam; kepala di mana guru memberikan pemahaman dan ilmu pengetahuan; serta tangan supaya bisa memberikan beragam keterampilan beserta kecakapan hidup,” tegas Asep.
Asep pun menyebut, sejatinya peringatan Hari Guru Nasional memiliki misi menghidupkan ruh atau jiwa kemanusiaan dalam mengembangkan insan seutuhnya. Bukan hanya pada sisi kognitif, afektif, dan psikomotor saja. Namun juga jiwa atau ruhnya.
“Inilah falsafah ‘pendidikan budi perkerti’ di mana pengembangan insani dilakukan melalui pendekatan pendidikan memerdekakan serta memberdayakan, hingga mendorong lahirnya generasi berbudi pekerti luhur, mandiri, dan memiliki kontribusi terbaik di bumi pertiwi,” pungkas Asep di hadapan 50 peserta yang hadir dalam bincang pendidikan itu.
Di momentum Hari Guru Nasional, Asep mengajak masyarakat mengembalikan kebanggaan dari sosok seorang guru. Supaya guru menjadi profesi mulia, profesi yang dibanggakan.
“Guru bukan sekadar digugu dan ditiru. Kita harus menghormati perjuangan mereka mencerdaskan jutaan anak bangsa. Selamat Hari Guru. Tetaplah bangga menjadi guru!” tutupnya.