Dari Bedah Buku “Nasrani di Sekeliling Rasulullah SAW”
INSISTS menggelar acara bedah buku bertajuk “Nasrani di Sekeliling Rasulullah ﷺ” pada Sabtu, 6 Januari 2024. Kegiatan bedah buku tersebut dibalut dengan program “INSISTS Saturday Forum (Insaf)”. Acaranya bertempat di Aula Imam Al-Ghazali, Jalan Kalibata Utara II Nomor 84, Jakarta Selatan.
Buku yang dibedah kali ini, “Nasrani di Sekeliling Rasulullah ﷺ” adalah karya Wisnu Tanggap Prabowo dan diberi kata pengantar oleh Assoc. Prof. Dr. Syamsuddin Arif yang merupakan Co-Founder serta Peneliti INSISTS. Buku “Nasrani di Sekeliling Rasulullah ﷺ” diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar pada kuartal akhir 2023.
Pada bedah buku kali ini, tampil sebagai pembicara adalah penulisnya sendiri dan bertindak sebagai pembahas adalah Assoc. Prof. Syamsuddin Arif. Sedangkan editor Pustaka Al-Kautsar, Artawijaya, bertindak sebagai moderator.
Di awal penyampaian, Wisnu memberikan alasan mengapa ia menulis buku ini. Menurut dia, sejarah Ahli Kitab (Yahudi atau Nasrani) tidak lepas kaitannya dengan sejarah Islam, terutama dengan Sirah Nabi. Pada saat itu, gereja terpecah menjadi dua bagian, yaitu Katolik Barat yang berpusat di Roma dan Ortodoks Timur yang berpusat di Konstatinopel. Pada zaman nabi, Ortodoks Timur adalah gereja yang berinteraksi dengan Rasulullah ﷺ.
Selanjutnya, ia menjelaskan terkait “mazhab” kekristenan pada zaman Rasulullah, yakni Nestorian, Ya’qubiyyah, dan Al-Mulkiyyah. Ketiganya dibedakan oleh konsep ketuhanannya. Nestorian menganggap ketuhanan dan manusiawi terdapat dalam satu jasad tetapi tidak bersatu. Konsep ini disesatkan dalam Konsili Efesus pada 431 M. Sedangkan menurut Ya’qubiyyah, ketuhanan dan manusiawi melebur dalam satu jasad. Hal ini juga disesatkan dalam Konsili Kalsedonia pada 451 M. Dan terakhir, Al-Mulkiyyah beranggapan bahwa ketuhanan dan manusiawi seperti minyak dan air dalam satu gelas.
Baca juga: Refleksi Akhir Tahun 2023: FORHATI Posisikan Diri sebagai Penjaga Martabat Demokrasi
Menurut dia, Salam al-Farisi, Buhaira, dan Waraqah bin Naufal, merupakan penganut “mazhab” nestorian. Selanjutnya, Wisnu menjelaskan bahwa pada zaman Rasulullah, doktrin-doktrin ini sudah “final”. Hal ini secara implisit terdapat dalam Al Qur’an.
Wisnu juga menjelaskan, terdapat teori-teori yang digunakan oleh Orientalis dalam menganalisis proses turunnya Al Qur’an. Antara lain teori borrowing and influence yang digunakan oleh Abraham Geiger, W.C. Tisdall, dan Samuel Zwemer. Mereka mengatakan bahwa Al Qur’an adalah plagiat dan dipengaruhi oleh Bibel, dengan argumen bahwa Rasulullah bertemu dengan Buhaira dan Waraqah bin Naufal. Dan yang kedua, terdapat teori bahwa Rasulullah mengidap Epilepsi. Hal ini disampaikan oleh Theophanus. Kedua teori ini telah dibantah oleh ulama bahkan kalangan orientalis lainnya.
Di kesempatan itu, Assoc. Prof. Dr. Syamsuddin Arif memberikan pandangannya terhadap buku ini. Menurut dia, dalam memahami buku ini perlu empat bidang ilmu. Yang pertama, ilmu sirah dan tarikh. Yang kedua, ilmu tafsir. Yang ketiga, ilmu kalam. Dan yang terakhir, ilmu bahasa.
Ia melanjutkan, ada sejumlah keunggulan buku ini. Yakni kaya akan informasi, cukup kuat dalam referensinya, dan cukup kritis. Tetapi di samping itu, di dalam buku ini terdapat kekeliruan esensial yang menyangkut masalah aqidah. Contohnya adalah istilah Syahadat Nicea. Menurut Syamsuddin Arif, seharusnya ditulis saja Kredo Nicea. Sebab, syahadat merupakan kata yang fundamental di dalam Islam.
“Dan juga ‘iman gereja’, seharusnya ditulis ‘iman’ gereja (sic!), agar anak cucu kita nanti tidak mengatakan bahwa orang kristen juga beriman,” tutup Syamsuddin Arif.