Demo Besar Pecah Pasca Netanyahu Berniat Pecat Jaksa Agung

Pada Jumat (21/3/2025), Mahkamah Agung Israel mengecam dan mengajukan petisi terhadap kebijakan Netanyahu yang akan memecat Kepala Dinas Keamanan Umum (Shin Bet), Ronen Bar. Dua hari kemudian, pada Ahad (23/3/2025), Pemerintah Penjajah Israel, di bawah kuasa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, secara bulat menyetujui mosi tidak percaya terhadap Jaksa Agung Pemerintah, Gali Baharav-Miara.

Baharav-Miara memang selalu bersikap kontradiktif terhadap kebijakan pemerintah Israel. Hal itu dikatakan Menteri Kebudayaan dan Olahraga Israel, Miki Zohar.

"Setiap kali kami menyusun suatu kebijakan, ia justru merancang kebijakan lain yang bertentangan," ujar Miki Zohar.

Dua Jurnalis Syahid, Total Jurnalis Korban Serangan Penjajah Israel Capai 208 Orang
Senin (24/3/2024), dua jurnalis syahid dalam serangan udara terpisah yang dilancarkan pasukan Israel. Syahidnya dua jurnalis itu menambah jumlah jurnalis yang terbunuh di wilayah Palestina sejak Oktober 2023, sekarang menjadi 208 orang.

Akibat sikap pemerintah penjajah Israel yang otoriter, demonstrasi besar pun pecah. Puluhan ribu warga Israel kembali turun ke jalan. Mereka memrotes kegagalan pemerintah dalam mencapai kesepakatan pertukaran tawanan serta keputusan pemecatan Ronen Bar. Para demonstran juga menyerukan segera diadakannya pemilu baru.

Pemecatan dua pejabat tinggi tersebut merupakan sinyal nyata pergeseran Israel menuju sistem pemerintahan yang lebih otoriter,” kata Mantan Kepala Shin Bet, Ami Ayalon.

Di sisi lain, Ketua Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman, menuduh, pemecatan Baharav-Miara bertujuan mengalihkan perhatian publik dari isu-isu sensitif, semisal kasus tawanan Israel di Gaza dan kontroversi seputar wajib militer.

Konflik Internal dan Kepemimpinan Otoriter

Netanyahu telah kehilangan kepercayaan terhadap Ronen Bar, yang telah memimpin Shin Bet sejak 2021. Ia berencana untuk secara resmi memberhentikan Bar mulai 10 April 2025. Hal itulah yang memicu kemarahan publik dan gelombang protes di berbagai kota Israel.

Netanyahu membantah pemecatan tersebut bermotif politik. Namun, para analis menganggap dia berusaha melemahkan institusi-institusi yang menjaga demokrasi di Israel. Di antaranya dengan menyingkirkan pejabat-pejabat yang berseberangan dengannya.

Dengan meningkatnya ketegangan politik dan gelombang demonstrasi, keputusan ini berpotensi semakin memanaskan situasi di dalam negeri Israel, di tengah berbagai krisis yang sedang berlangsung. Keputusan Netanyahu ini semakin memeruncing polarisasi politik di Israel. Pihak oposisi menuduh dia semakin otoriter dan kian mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, sedangkan koalisinya menilai langkah ini sebagai upaya menstabilkan pemerintahan.

Dengan kendali politik yang semakin kuat, Netanyahu kini berpeluang besar untuk mendorong berbagai kebijakan kontroversial tanpa banyak hambatan. Namun, dengan semakin meluasnya protes, ketegangan politik di Israel masih jauh dari kata reda.

(Sumber: Al Jazeera Mubasher & Surat Kabar Milik Israel)