Dimanakah Allah Singkap Rahasia Kekuatan Manusia?

Jika kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ayat 15 di surah Fathir maka akan kita dapati betapa tegasnya Allah ﷻ berkata-kata tentang posisi kita sebagai manusia di hadapan-Nya, Sang Penguasa alam, Penguasa manusia, Penguasa hari akhir, dan Penguasa segala-galanya. Allah sangat tegas sekali berkata,

"Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji."

Penegasan tersebut bisa didapat dari ungkapan kuat "antum alfuqoro", artinya kalian semua benar-benar butuh karena pada dasarnya tak punya apa-apa, dan tak mampu mengadakan apa-apa tanpa kuasa-Nya. Masalahnya adalah, apakah benar kita sudah merasa tak punya apa-apa walaupun kita punya apa-apa, dan merasa tak mampu mengadakan apa-apa di hadapan-Nya meskipun kita mampu melakukan apa-apa?

Betapa sebenarnya pertanyaan mendasar di atas harus selalu kita hadirkan pada hati dan jiwa setiap saat. Sebab sering kali kita merasa punya apa-apa dan mampu mengadakan apa-apa. Maka wajarlah kita kerap lupa bahwa kita butuh kepada Allah setiap saat. Dan tanda yang sangat kuat saat kita merasa tidak butuh kepada Allah adalah ketika sama sekali hilang ingatan kita kepada-Nya, baik dalam hati, jiwa, dan pikiran.

Kita hanya ingat bahwa kita punya apa-apa dan kita mampu melakukan apa-apa. Dan saat ingatan kita kepada Allah ﷻ hilang, maka hal pertama yang kita lupa dan kita sepelekan adalah melangitkan doa-doa. Disitulah kita sudah masuk perangkap setan yang mematikan, yaitu perasaan sombong karena seakan tak membutuhkan lagi kepada Allah Sang Penguasa.

Apa yang terjadi pada Fir'aun adalah contoh sangat-sangat tegas betapa kesombongannya menjadi jalan kebinasaan. Tak ada cerita dia binasa karena gulungan ombak yang mambadai. Dia hanya mati tenggelam padahal ia seorang penguasa dan bahkan mengaku tuhan. Boleh jadi sedari awal Allah tak kasih dia kemampuan berenang maka ia mati tenggelam. Atau boleh jadi ia punya kemampuan berenang tetapi Allah tak kasih kemampuan melawan tentara Allah bernama air. Atau boleh jadi ia punya kemampuan melawan air namun sayang Allah tak kasih dia kemampuan bertahan dan berlama-lama melawan air. Dan itu semua hanya menegaskan satu hal saja, siapa pun saat di hadapan Allah ﷻ adalah "nothing".

Demikian juga yang terjadi pada Qarun. Ia mengaku dan merasa punya apa-apa, namun justru menjadi bukan apa-apa dan tak mampu berbuat apa-apa saat ia ditelan bumi.

Dan dulu pada peperangan di lembah Hunain, banyak di antara pasukan kaum muslimin merasa punya apa-apa berupa banyaknya pasukan hingga mengantarkan pada kebanggaan "Kita tidak akan kalah karena kurangnya pasukan". Akan tetapi Allah berikan teguran berupa kekalahan di awal pertempuran agar mereka kembali tersadar bahwa ada yang harus diingat yaitu Allah Sang Penguasa sebagai pemilik dan pemberi kemenangan.

Dari sini kita mengerti bahwa saat Allah ﷻ membuat kita senantiasa butuh kepada-Nya karena Allah tak ingin kita binasa. Saat Allah hadirkan kemenangan maka itu semua karena syarat utamanya telah kita penuhi, yaitu selalu hadirnya rasa butuh kepada-Nya walaupun kita memiliki apa-apa dan meskipun kita mampu mengadakan apa-apa.

Maka janganlah pernah memberi setan jalan pada hati kita agar tak merasa butuh apapun kepada Allah. Dan tipuan halus setan pada diri kita sebelum kita merasa tak butuh kepada Allah adalah saat setan menanamkan rasa malu dan gengsi saat kita merasa tak punya apa-apa dan seakan tak mampu melakukan dan mengadakan apa-apa.

Betapa seringnya juga kita ditipu oleh setan dengan selalu menghadirkan rasa malu dan gengsi bila dianggap tak punya apa-apa atau tak mampu mengadakan apa-apa. Perasaan malu dan gengsi dianggap tak punya apa-apa, adalah pemacu adrenalin kesombongan, selanjutnya kita "show off" dengan segala rupa yang kita punya dan kita bisa. Padahal itulah jalan utama menuju kekalahan dan kebinasaan, sebab perlahan namun pasti kita mulai melupakan Allah Sang Penguasa dan Mahakaya. Kita lupa mengingat-Nya lalu lupa meminta. Maka lenyaplah kekuatan kita karena Allah tak sudi lagi memberi sebab Dia tak lagi diminta.