Din Syamsuddin: “Jokowi Harus Batalkan PP yang Merusak Mental Anak Bangsa”
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan masih memicu kontroversi. Sebabnya bukan lain, karena dalam aturan terbaru yang telah resmi ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, 26 Juli 2024, itu turut diatur mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dan remaja.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2005-2010 dan 2010-2015, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, pun bereaksi atas PP Nomor 28 Tahun 2024 itu. Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus membatalkan PP tersebut. Sebab, PP tersebut berpotensi merusak moral anak bangsa. Hal itu dikatakan Guru Besar Politik Islam Global FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu dalam press release yang diterima Redaksi Sabili.id Sabtu (10/8/2024).
“Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 menjelang lengser sungguh merupakan anti klimaks bagi Rezim Presiden Jokowi. Betapa tidak, gegap gempita Revolusi Mental di awal masa kepresidenan, kini berubah 180 derajat dengan Dekonstruksi Mental, yakni perusakan mental anak-anak bangsa,” katanya dalam press release.
PP Nomor 24 Tahun 2024 yang antara lain memuat anjuran kepada pelajar untuk membawa alat kontrasepsi dan pembolehan melakukan aborsi itu, kata Alumni Pondok Modern Darussalam, Gontor, Jawa Timur tersebut, merupakan kejahatan hukum dan konstitusi. “UU tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan tujuan pendidikan nasional antara lain adalah mewujudkan manusia yang beriman dan berakhlak mulia. Apalagi jika dikaitkan dengan UUD 1945 yang memuat Pancasila dengan Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Pasal 33 menegaskan ‘Negara berdasar pada ketuhanan yang maha esa’. Maka, kebijakan Presiden Jokowi tersebut selain tidak bijak juga merusak,” tuturnya.
Maka, Wakil Ketua Umum MUI Pusat Periode 2005-2010 itu pun mengimbau Presiden Jokowi agar membatalkan PP tersebut. Jika pembatalan itu dilakukan, Presiden Jokowi tidak akan mengukir hal buruk di penghujung masa jabatannya.
“Masih ada waktu bagi Presiden Jokowi untuk meralat bahkan membatalkan Peraturan Pemerintah tersebut. Jika dijawab seperti biasa dengan ungkapan ‘rapopo’ (tidak apa-apa jika dikritik), maka konsekuensinya adalah gugatan pelanggaran konstitusi tak terelakkan,” imbaunya.