Dunia Digital dan Tantangan Menata Prioritas Hidup Islam

Di era digital, hidup kita bagai terjebak dalam hujan notifikasi tanpa henti. Layar ponsel berkelip, berita viral menyeruak, dan tren online, setiap detik menuntut perhatian. Tanpa sadar, kita seperti perahu kecil yang digoyang ombak informasi, kehilangan arah dan tujuan. Di tengah hiruk-pikuk ini, hati seorang Muslim bisa lupa bahwa hidup bukan sekadar sibuk atau bersenang-senang, tetapi tentang menjalin hubungan dengan Allah, memperbaiki akhlak, dan menebar manfaat bagi sesama.

Hidup di era digital memberi kemudahan luar biasa: Informasi di ujung jari, hiburan tanpa batas, dan koneksi instan dengan siapa saja. Namun, arus dunia digital yang cepat juga membawa risiko: Melalaikan kita dari prioritas utama sebagai Muslim, yaitu hubungan dengan Allah, akhlak, dan manfaat bagi sesama.

Media sosial dan platform digital sering memikat dengan hiburan instan, popularitas semu, dan pembandingan diri dengan orang lain. Tanpa sadar, waktu berharga pun tersedot, hati menjadi gelisah, dan fokus kepada ibadah menipis. Allah mengingatkan, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (QS Al-Isra: 36).

Terlalu banyak terbuai dunia digital membuat kita lupa tujuan hidup yang hakiki. Seorang Muslim harus menjadikan Allah sebagai titik tolakan di era serba digital. Shalat, dzikir, dan membaca Al Qur’an bukan sekadar ritual, tetapi penahan hati dari terpaan kesenangan duniawi yang bersifat instan. Manajemen waktu menjadi kunci: Tetapkan batas penggunaan gadget, prioritaskan ibadah, dan hindari konten yang menyesatkan.

Navigasi Informasi Era Digital: Mengungkap Fakta di Balik Geopolitik Dunia
LAZNAS Dewan Da’wah bekerjasama dengan Jurusan Penyiaran Islam STID Muhammad Natsir menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Navigasi Informasi Era Digital: Memahami Fakta di Balik Geopolitik Dunia” di aula Al-furqon DDII, Jakarta, Senin (14/7/2025).

Digitalisasi memang tidak selalu buruk. Ia bisa menjadi sarana menebar kebaikan jika dimanfaatkan dengan benar. Kesabaran dalam berinteraksi, menghindari hoaks, menghormati orang lain di dunia maya, dan menyebarkan ilmu atau amal bermanfaat adalah bentuk akhlak yang baik di era digital. Rasulullah ﷺ menegaskan, “Orang yang paling dicintai Allah pada hari kiamat adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR Al-Majlisi). Dengan digital, potensi manfaat bisa meluas tanpa batas — jika kita tetap menjaga niat dan prioritas.

Era digital sering membuat kita lupa waktu. Tugas utama kita adalah memanfaatkan teknologi, bukan dikuasai olehnya. Manajemen waktu yang disiplin, mencari rezeki halal, dan memanfaatkan peluang digital untuk kebaikan akan menyeimbangkan dunia dan akhirat.

Jika Anda membutuhkan beberapa buku bagus yang bisa dibaca di tengah screen time yang padat, saya merekomendasikan dua buku yang akan sedikit banyak menyadarkan kita tentang bagaimana kerja otak dan responnya terhadap distraksi teknologi digital dan bagaimana kita mengembalikan produktivitas keimanan kita. Buku pertama adalah "Digital Minimalism: Mempertahankan Fokus di Tengah Dunia yang Gaduh", versi bahasa Indonesia dari buku populer mengenai bagaimana kita bisa menggunakan teknologi dengan bijak, mengurangi distraksi digital, dan mendapatkan kembali kontrol atas fokus serta produktivitas. Buku kedua yaitu "Produktivitas Iman di Era Digital", yaitu buku yang menggabungkan refleksi spiritual dengan manajemen waktu dan penggunaan teknologi secara bijak. Cocok sekali jika Anda ingin pendekatan yang sesuai nilai dan kepribadian.

Maka, dunia digital adalah pedang bermata dua: Bisa menjadi ladang kebaikan atau sumber lalai. Dengan prioritas yang jelas, yaitu Allah, akhlak, keluarga, rezeki halal, dan manfaat bagi sesama, kita bisa memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan makna hidup. Ukuran keberhasilan bukan dari banyaknya “like” atau "followers", tetapi dari sejauh mana hati tetap teguh menempatkan Allah sebagai pusat, kebaikan sebagai pedoman, dan manusia lain sebagai tujuan tindakan.