Fenomena Baber (Batal Bersama)

Alhamdulillah, bulan Ramadan telah datang kembali. Dan sebagaimana sudah lumrah di Indonesia, ada yang memulai puasa lebih dahulu dengan mengambil metode Hisab, dan ada pula juga yang mengikuti penetapan pemerintah. Perbedaan ini sudah lumrah terjadi sejak dulu. Jadi, yang utama bagi kita adalah mempersiapkan diri untuk Ramadan dengan keimanan dan ketakwaan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” – QS. Al-Baqarah:183

Ayat tersebut sering kita dengar ketika memasuki bulan Ramadan. Namun, tak banyak dari kita yang merenungi kandungannya.

Pertama, bahwa yang dipanggil di sini adalah orang-orang beriman. Iman di sini maksudnya adalah meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Konsekuensinya, harus mengimani rukun iman dan menjalankan rukun Islam. Salah satu rukun Islam adalah puasa Ramadan. Artinya, siapa yang tidak mau berpuasa maka rusak keimanannya.

Kedua, bahwa diwajibkan atas umat sebelum kamu agar kamu bertakwa. Maka, apabila seorang beriman menjalankan puasa, diharapkan naik tingkatnya menjadi takwa.

Tetapi sekarang mari kita lihat di sekitar kita. Di siang hari bulan Ramadan, terkadang ada saja teman kita yang diam-diam pergi ke warung makan. Dan itu terjadi dari kalangan anak sekolah sampai orang yang sudah bekerja.

Baca juga: Bahasa Rakyat Adalah “Bahasa Beras”

Baber (Batal Bersama). Sebab, terkadang mereka mengajak temannya untuk batal bareng. Seolah, batal puasa bukan perkara aib. “Santai aja batalin puasa”. Bahkan mungkin ada yang menganggap hal itu keren. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.

Kaki-kaki mereka kadang terlihat dari luar warung makan, bergelantungan di balik tirai warung makan. Mulut-mulut mereka dengan santai menyantap makanan dan minuman. Lalu dengan enaknya di hari Lebaran bilang, “dosa-dosa kita sudah diampuni”. Di mana rasa takutnya kepada Allah?

Kakinya Gelantungan di Warung = Kakinya Gelantungan di Neraka

Seolah cocok dengan hadits Nabi, dimana hukuman untuk yang sengaja membatalkan puasa sama dengan perilaku mereka yang seringkali kakinya bergelantungan dan mulutnya menganga lebar.

Nabi menceritakan, “Ketika tengah tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal seraya berkata, ‘Naiklah’. Lalu kukatakan, ‘Aku tidak sanggup’. Keduanya berkata, ‘Kami akan mudahkan’. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung tiba-tiba ada suara yang keras sekali, maka kutanyakan, ‘Suara apa itu?’

Mereka menjawab, ‘Itu adalah jeritan para penghuni Neraka’. Kemudian dia membawaku berjalan dan ternyata aku sudah bersama orang-orang yang bergelantungan (terbalik) dengan urat kaki mereka (di atas), mulut mereka dirobek, dan robekan itu mengalirkan darah. Aku berkata, ‘Siapakah mereka itu?’ Mereka menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang makan/minum sebelum waktu berbuka…” – HR An-Nasa’i

Menariknya, seolah hukuman itu sesuai dengan kelakuan mereka di dunia, yaitu kakinya bergelantungan di warung-warung makan, mulutnya menganga dan mengalirkan minuman/makanan sampai kenyang. Maka Allah siksa mereka dengan bergelantungan terbalik dalam keadaan lapar, haus, mulutnya menganga sobek dan mengalirkan darah. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang kaki-kakinya bergelantungan di warung makan itu.

Say no to Baber (Batal Bersama)!

Wallahu a’lam bishowab