Gerakan Aktivis Konservatif yang Sok Progresif #1 : "Sebuah Catatan Personal Mantan Aktivis Gerakan Pelajar"

Penulis: Alhanif Sastraatmaja (Kabid Infokom Dewan Da’wah Jakarta | Juara Robotik Nasional)

Gerakan aktivis mengalami kebuntuan di tengah pergolakan arus zaman. Paradigma lawas menjadi tembok pembatas antara gerakan dengan kemajuan. Aktivis kampus yang tergabung dalam beberapa ormas mungkin telah melampaui peak level sejak pasca reformasi. Euforia reformasi tidak dibarengi daya imaji untuk membaca masa depan. Sibuk mencari ruang sebagai orang yang merasa ikut andil pada perubahan.

Hari ini jangankan bicara cryptocurrency, video editan bayi bermata tiga saja bisa dianggap asli. Konon kita berada di era keterbukaan informasi, tapi pikiran enggan terbuka terhadap kebenaran. Kita bahkan masih pada tahap gagap menghadapi kemajuan teknologi informasi. Pemanfaatan media sosial masih terkesan amatiran.  Kalah jauh dari komunitas yang bahkan tidak punya struktur, tapi lebih terstruktur dalam memanfaatkan perangkat digital.

Secara kasat mata, sulit untuk menemukan startup digital yang diinisiasi oleh lembaga yang menjadi payung aktivis. Baik organisasi yang bergerak di ranah pelajar seperti PII (Pelajar Islam Indonesia), IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) atau gerakan-gerakan mahasiswa seperti HMI dan PMII. Pegiat organisasi hari ini mungkin lupa kalau besarnya organisasi berjalan linear dengan pencapaian kadernya.

Ketajaman pisau analisis dalam memprediksi arus  perubahan sampai ide-ide brilian yang mendobrak sistem berpikir harusnya menjadi khas citra gerakan aktivis. Misal ketika PII mampu menampilkan kualitas trainingnya.

Training PII yang berfokus pada perubahan nilai, membuka kesempatan lebih besar terbukanya otak untuk menghasilkan nalar kritis dan fundamental. Pada akhirnya banyak menghasilkan tenaga pendidik, pemikir, bahkan penulis handal dari rahim PII.

Aktivis yang terbuai pengalaman masa lalu yang membahana perlu dihentikan. Saatnya menatap masa depan. Perspektif dengan isu-isu dunia teknologi terkini seperti metaverse,  fintech, urban farming, artificial intelligence, P2P Investment, Internet of Thing, d.s.b. Gerakan aktivis perlu berangkat dari realita ini.

Maka organisasi gerakan memiliki urgensi untuk mendorong kadernya aktif mengembangkan penemuan-penemuan mutakhir di bidang teknologi, salah satunya dengan menginisiasi pengembangan startup digital.

Membuat startup bukan sekadar menghadirkan perangkat digital, mengembangkan aplikasi, atau pemanfaatan teknologi robotika terbaru seperti IoT ( Internet of Thing). Startup dimulai dari keresahan yang terverifikasi oleh fakta dan data, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan solusi berkelanjutan yang tahan goncangan perubahan.

(Bersambung)