Greg Fealy Khawatirkan Masa Depan Demokrasi di Indonesia
Kualitas demokrasi di Indonesia belakangan ini merosot cukup drastis. Salah satu sebabnya karena ada kecenderungan intervensi terhadap gerakan islamisme di Indonesia. Kecenderungan ini sudah terlihat sejak beberapa tahun ke belakang. Jika intervensi itu terus berlanjut, dikhawatirkan tidak ada harapan untuk masa depan demokrasi di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Indonesianis asal Australia, Greg Fealy, PhD saat tampil sebagai pembicara dalam Diskusi Publik bertema “Islam dan Demokrasi di Indonesia” secara hybrid di Aula Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (29/7/2024). Fealy hadir sebagai pembicara bersama Rektor UMJ Prof. Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy, MSi. Diskusi Publik itu dimoderatori oleh Dosen Prodi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik, Miftahul Ulum, PhD.
Ketua Badan Pembina Harian UMJ, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, turut hadir dalam acara diskusi publik tersebut. Turut hadir pula Wakil Rektor II UMJ, Dr. Ir. Mutmainah, MM; serta jajaran dekanat di lingkup UMJ dan civitas academica UMJ.
Lebih lanjut, Greg Fealy menyoroti peran Islam dalam dinamika demokrasi di Indonesia. Terutama di tengah kemunduran demokrasi yang dialami beberapa tahun terakhir. Ia memulai pembahasannya dengan mengutip tulisan Profesor Diego Fossati yang menyatakan bahwa pemilu 2024 menunjukkan bahwa kemerosotan demokrasi di Indonesia telah berhenti dan negara ini kembali mengarah kepada kondisi yang stabil.
“Presiden Jokowi dinilai berhasil menyingkirkan gerakan islamisme yang dianggap sebagai ancaman bagi demokrasi Indonesia, sehingga saat ini mobilisasi kelompok Islam tidak lagi menjadi ancaman bagi demokrasi Indonesia,” katanya mengutip salah satu alinea dari tulisan Profesor Diego Fossati itu.
Greg Fealy lantas memberikan pandangan yang berbeda terkait isu ancaman islamisme terhadap demokrasi liberal di Indonesia. Ia tidak setuju dengan pernyataan bahwa islamisme merupakan ancaman besar bagi demokrasi.
“Jika kita melihat politik islamis yang formal, seperti Partai PKS, PPP, PKB, dan Ummat, mereka cukup responsif, bertanggung jawab, menerima hasil pemilu, tidak memakai kekerasan, dan berani menjalankan tugasnya sebagai partai politik tanpa mengancam stabilitas demokrasi,” jelas Greg.
Greg Fealy juga menyoroti tindakan pemerintah yang menggunakan sistem hukum untuk menyingkirkan gerakan islamisme. Menurut dia, sistem demokrasi harus melindungi semua umat di dalamnya.
“Ada hukuman pelanggaran kesusilaan yang sangat berat yang dilakukan pemerintah. Hal ini tentunya menjadi ancaman besar bagi sistem demokrasi,” kritiknya.
Sebelumnya, ketika menyampaikan sambutan dalam Diskusi Publik tersebut, Ma’mun Murod Al-Barbasy mengatakan bahwa kedatangan Greg Fealy di UMJ merupakan kali pertama. “Saya sudah cukup lama membaca karya-karya beliau. Beliau adalah spesialis NU, namun sekarang sudah mulai melirik dan menikmati Muhammadiyah. Setidaknya sejak hadir di Muktamar Muhammadiyah di Solo. Alhamdulillah, sekarang beliau sedang berada di Indonesia dan berkenan hadir di acara ini,” tuturnya.
Ma’mun menjelaskan, tema “Islam dan Demokrasi di Indonesia” merupakan tema yang sangat menarik untuk dikaji, karena bersifat dinamis dan variatif. Hal ini dapat diketahui dari sejarah politik Islam di Indonesia yang mempengaruhi proses demokrasi sejak dulu hingga saat ini.
Menurut dia, pada era Orde Lama, nilai-nilai Islam sangat terlihat dalam politik di Indonesia. Islam adalah sistem yang sesungguhnya selaras dengan demokrasi. Islam memiliki nilai-nilai demokrasi yang kental, mulai dari permusyawaratan, Al-Qariah, freedom, persamaan, egaliter, dan lain-lain.
“Lalu, pada periode awal perkembangan politik Islam di Indonesia, konsep musyawarah menjadi landasan penting, sebagaimana yang dijelaskan pada surat Al-Imran ayat 159,” kata Ma’mun.
Ayat tersebut, lanjut Ma’mun, menjelaskan tentang musyawarah yang dilakukan dalam Islam. Terutama setelah perang Uhud, ketika umat Islam mengalami kekalahan akibat strategi yang diputuskan oleh para sahabat Rasulullah Saw. Di dalam perspektif demokrasi Islam, nilai-nilai substantif lebih dikedepankan daripada formalistik. Hal ini terlihat pula dalam proses pemilihan Khulafaur Rasyidin, di mana keputusan diambil melalui musyawarah.
“Pada pemilihan khalifah itu tidak ada keputusan yang diambil secara tunggal, melainkan melalui persetujuan dan partisipasi dari umat,” ucap Ma’mun.
Terkait dengan hal tersebut, ia juga menilai bahwa demokrasi yang terjadi saat ini di Indonesia justru lebih mengedepankan sisi demokrasi formalisme daripada yang substansif. “Demokrasi seperti itulah yang dimanfaatkan oleh oligarki politik atau ekonomi saat ini,” ujar Ma’mun.
Diskusi lantas dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Di sesi itu, Greg Fealy menanggapi berbagai isu, termasuk peran media dalam dinamika Islam dan demokrasi, serta tantangan yang dihadapi demokrasi di Indonesia. Ia menekankan pentingnya inklusivitas dalam demokrasi dan perlunya representasi formal dari kelompok Islam dalam sistem politik Indonesia.