Hak Veto PBB Tak Lagi Sesuai Perkembangan Zaman
Hak veto adalah privilege (hak Istimewa) yang diberikan kepada lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pra pemilik hak veto adalah Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, dan Inggris. Ditetapkan dalam Piagam PBB 1945, hak veto mencerminkan dominasi politik dan militer yang mereka miliki pasca Perang Dunia II. Namun, seiring berjalannya waktu, tatanan global telah mengalami perubahan, dan dominasi yang dimiliki kelima negara itu kini mulai dipertanyakan.
Ketika pertama kali diberikan, hak veto mencerminkan kekuatan militer dan politik yang kuat dari kelima negara tersebut. Kini, perjalanan waktu membawa hegemoni yang pernah dimiliki negara-negara itu telah menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
Contohnya Amerika Serikat (AS). Mereka telah mengalami kekalahan dalam perang di Vietnam, Afghanistan, dan Irak. Keterlibatan AS dalam konflik Israel dengan Palestina juga menunjukkan bahwa dominasi global AS tidak lagi seperti dulu.
Hal yang sama juga berlaku bagi negara-negara pemegang hak veto lainnya, yaitu Perancis, China, Rusia, dan Inggris. Mereka juga menghadapi tantangan serupa dalam mempertahankan pengaruh global mereka.
Hak veto sering kali menjadi penghalang tercapainya perdamaian dan resolusi konflik. Dengan adanya hak veto, lima negara tersebut dapat menggagalkan setiap resolusi yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka, meski pun didukung oleh mayoritas Anggota PBB. Hal itu jelas menciptakan ketidak seimbangan dalam proses pengambilan keputusan dan sering kali menghambat proses diplomasi yang lebih baik.
Baca juga: Dr. Zulkifli Hasan: Menjambatani Persaudaraan, Menyubur Kesejahteraan
Di dalam kasus Palestina, lebih dari tiga perempat anggota PBB telah mengakui negara Palestina. Namun, keputusan mayoritas ini terhalang oleh hak veto yang dimiliki oleh salah satu anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, yaitu Amerika Serikat. Akibatnya, resolusi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik di antara Israel dan Palestina sering kali terhenti.
Jika hak veto terus-menerus digunakan untuk menggagalkan resolusi terkait, kebijakan PBB dalam menyelesaikan konflik tersebut akan tetap tidak efektif. Sudah saatnya sistem PBB mengalami reformasi, khususnya dalam hal hak veto.
Salah satu usulan yang sering muncul untuk reformasi sistem di PBB adalah penghapusan hak veto atau setidaknya pembatasan penggunaannya. Dengan demikian, keputusan yang diambil akan lebih mencerminkan kehendak mayoritas anggota PBB, bukan hanya lima negara besar.
Selain itu, perlu diatur mekanisme yang lebih jelas mengenai kapan Pasukan Perdamaian PBB dapat dikerahkan, sehingga PBB dapat lebih efektif dalam menjalankan mandat untuk menjaga perdamaian dunia. Konflik dan penjajahan semisal yang terjadi di Gaza menjadi bukti yang menunjukkan bagaimana umat manusia menjadi korban dari sistem yang tidak adil dan tidak efektif ini.
Hak veto yang dimiliki oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB merupakan warisan dari masa lalu yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Penghapusan atau pembatasan hak veto sangat diperlukan, untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kehendak mayoritas anggota PBB, dan bukan hanya kepentingan segelintir negara.