Hamas Tekankan Pertukaran Tawanan Hanya Mungkin Jika Israel Hentikan Agresi dan Tarik Pasukan dari Gaza
Hamas, Senin (5/2/2024) menekankan, mereka akan melakukan penyerahan tawanan Israel hanya jika terjadi terjadi gencatan senjata dan penarikan total pasukan Israel. Negosiasi tentang gencatan senjata di Jalur Gaza dan penarikan penuh pasukan pendudukan Israel itu saat ini sedang berlangsung.
Pekan lalu, pejabat dari Amerika Serikat (AS), Mesir, Qatar, dan Israel pun dikabarkan bertemu di Paris, Prancis, untuk mengupayakan gencatan senjata di Jalur Gaza. Kabarnya, perjanjian yang sedang disusun itu antara lain tentang gencatan senjata, penarikan pasukan, pertukaran tawanan, rekonstruksi, pengungsi, masuknya bantuan, dan pencabutan pengepungan di Gaza.
Sumber Al Mayadeen seperti dikutip republika.co.id menyebut, Perjanjian Paris menyentuh masalah pertukaran tawanan, tetapi sama sekali mengabaikan gencatan senjata dan penarikan pasukan dari Gaza. Tidak ada klausul yang menegaskan gencatan senjata setelah gencatan senjata berakhir, dan tidak ada jaminan regional atau internasional bahwa Israel tidak akan melanjutkan permusuhan setelah gencatan senjata berakhir. Perjanjian Paris juga tidak memberikan jaminan mengenai penarikan pasukan Israel dari Gaza. Maka, wajar jika ada kekhawatiran bahwa Israel bermaksud tetap berada di Gaza dan mempersulit upaya rekonstruksi.
“Hamas terlibat dalam konsultasi dengan faksi-faksi Palestina dan sekutu-sekutunya dari partai-partai dan kekuatan regional,” kata sumber tersebut.
Baca juga: Demonstran Israel Tuntut Pecat Netanyahu
Hamas menegaskan, tidak dapat menyerahkan para tawanan militer, tanpa adanya jaminan gencatan senjata serta penarikan pasukan pendudukan Israel dari Gaza, dan kesepakatan mengenai rekonstruksi serta pencabutan pengepungan. Pejabat Hamas telah mengumumkan sebelumnya bahwa perwakilannya akan menyampaikan tanggapan terpadu di Kairo, Mesir, yang mewakili semua faksi Perlawanan Palestina.
“Sampai saat ini, belum ada delegasi dari pimpinan Hamas yang melakukan perjalanan ke Kairo, dan belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan tersebut,” kata pejabat Hamas tersebut seperti dikutip republika.co.id.
Pejabat tersebut pun mengatakan, Hamas saat ini sedang mempelajari Dokumen Paris “berdasarkan konstanta nasional yang disepakati”. “Prioritasnya adalah penghentian agresi secara komprehensif, penarikan seluruh pasukan pendudukan Israel dari Gaza, mengamankan tempat penampungan bagi para pengungsi, dan menyelesaikan proses pertukaran yang serius,” ungkap pejabat tersebut.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, seperti dikutip cnnindonesia.com Kembali menekankan bahwa Israel tidak akan mengakhiri perang sampai semua tujuannya tercapai. Tujuan Israel itu di antaranya adalah menghapuskan Hamas, mengembalikan semua sandera, dan memastikan bahwa Gaza tidak akan lagi menjadi ancaman bagi Israel. Dia juga membantah laporan media bahwa Israel setuju untuk melepaskan sejumlah besar warga Palestina yang kini ditahan Israel.
Sedangkan Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, dijadwalkan berada di Arab Saudi untuk memulai kunjungan kelimanya ke Timur Tengah sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023. Blinken juga akan melakukan perjalanan ke Mesir, Qatar, Israel, dan Tepi Barat. Blinken akan berfokus pada “upaya diplomatik untuk mencapai kesepakatan yang menjamin pembebasan semua sandera yang tersisa dan termasuk jeda kemanusiaan” di Gaza. Menurut Departemen Luar Negeri AS, jeda kemanusiaan akan “memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan dan meningkat kepada warga sipil di Gaza”.