Haram Mengharamkan
Penulis : Ilyas Taruma Jaya
Anda tentu sering mendengar kata “Tanah Haram”. Terutama saat disuguhi oleh-oleh dari Tanah Haram, berupa air zamzam dan lain-lain. Tetapi mungkin ada pertanyaan, “Lah … Kalau Tanah Haram, mengapa airnya diminum?”
Setelah dicek ke beberapa Mu’jam, ternyata penulisan kata “Haram” itu ada 2 (dua) macam bentuk. Yaitu حَرَامٌ (ada huruf Alif-nya) dan حرم (Tanpa huruf Alif).
Kata حَرَامٌ yang ada huruf Alif-nya dijadikan sifat kepada 4 (empat) hal, yaitu: Al-Bait, Al-Masy’ar, As-Syahr dan Al-Masjid. Al-Baitul Haram yang dimaksud adalah Ka’bah. Yang dimaksud Al-Masy’arul Haram adalah bukit tempat berdirinya Imam pada Hari ‘Arafah. Sedangkan As-Syahrul Haram adalah bulan haram, yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dan dikatakan Al-Masjidul Haram karena di dalamnya ada Ka’bah. Pada keempat tempat itulah,Allah SWT memberikan pengharaman ketika seseorang dalam keadaan Ihram dan yang bukan Ihram.
Baru pada QS Yunus ayat 59, berbicara tentang label Haram Mengharamkan dan Halal Menghalalkan. Bahwa hanya Allah SWT yang memiliki hak prerogatif untuk mengharamkan dan menghalalkan sesuatu makanan atau minuman dan lain-lain. Allah bertanya:
“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal’…” – QS. Yûnus : 59.
Oleh karenanya, Allah melarang mengatakan kepada sesuatu, itu halal dan itu haram, karena itu adalah hak Allah semata. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’” – QS. An-Nahl : 116.
Kita tidak punya tempat luas untuk membahas mengapa didahulukannya kata Haram daripada Halal pada surah Yunus dan sebaliknya pada surah An-Nahl. Itu bedanya antara kata حَرَامٌ yang ada huruf Alifnya dan حرم yang tanpa huruf Alif.
Baca Juga : Pribadi yang Hanif dan Halalan Thayyiban
Kata *حرم* yang tanpa huruf Alif adalah menunjukkan kepada tempat yang terlindungi yang tidak dihalalkan merusaknya. Inilah yang dimaksud dengan daerah teritorial Tanah Haram yang disebut pula Mekkah dan sekitarnya. Oleh karenanya, kata *حرم* yang tanpa huruf Alif ini selalu diikuti oleh kata *آَمِنًا* “ *Aman* “, baik dalam QS Al Qashash ayat 57 ataupun dalam QS Al-‘Ankabut ayat 67.
Ketika Allah SWT berfirman kepada nabi Muhammad SAW bahwa beliau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang beliau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. Kemudian mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.”Lalu Allah berfirman:
“Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” – QS Al-Qashash : 67.
Jadi, Daerah Haram atau Tanah Haram yang diterjemahkan justru sebaliknya yaitu sebagai Tanah Suci yang merupakan lokasi steril dari terjadinya perusakan alam, baik itu orangnya, alamnya, binatang dan tumbuh-tumbuhannya. Ternyata Islam agama yang paling keren. Sebab,sejak 14 abad yang lalu sudah berbicara tentang Konservasi Alam yang sekarang baru diributkan oleh para Pecinta Alam dan para Ekologis.