Hari Bumi: Perlu Paradigma Tauhid dalam Upaya Menjaga Kelestarian Alam

Tanggal 22 April, jutaan orang di seluruh dunia berkumpul untuk merayakan Hari Bumi Sedunia. Peringatan ini bertujuan untuk menghargai planet kita dan membangun kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan.

Untuk sepenuhnya memahami makna peringatan ini, ada baiknya kita telusuri ulang sejarahnya dan pesan penting yang dibawanya. Tujuannya agar umat Islam sebagai bagian penduduk bumi bisa ikut bertanggung jawab atas terjaganya kelestarian bumi sebagai anugerah Allah SWT. Tentu saja bentuk tanggung jawab itu dilandasi oleh perspektif dan spirit ajaran Islam.

Harus kita sadari, isu lingkungan atau isu kelestarian alam belum cukup populer untuk menjadi tema dakwah, baik dakwah billisan maupun dakwah bilqolam, apalagi aksi dakwah lingkungan. Isu ini menjadi amat strategis dimasukkan ke dalam agenda gerakan dakwah kontemporer, di mana mutu hidup dan kualitas daya dukung alam bagi kehidupan tengah mengalami kemerosotan secara global.

Hari Bumi Sedunia tidak lahir begitu saja. Ia muncul sebagai respon terhadap kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang semakin meresahkan. Tahun 1970, Senator Gaylord Nelson dari Amerika Serikat merasa prihatin akan kurangnya perhatian publik terhadap isu lingkungan. Ia mencetuskan ide untuk mengadakan “Hari Bumi” nasional di Amerika Serikat sebagai bentuk protes damai dan kesadaran akan perlindungan lingkungan.

Tidak disangka, aksi tersebut menginspirasi jutaan orang di seluruh Amerika Serikat untuk bergabung dalam gerakan tersebut. Ini menjadi momentum bagi pemerintah Amerika Serikat untuk memperkenalkan undang-undang lingkungan yang lebih ketat, semisal UU Air Bersih, UU Perlindungan Satwa Liar, dan UU Kualitas Udara Bersih.

Baca juga: Bukit Uhud dan Benteng Puasa yang Ditinggalkan

Prestasi ini kemudian menyebar ke seluruh dunia. Pada 1990, Hari Bumi Sedunia menjadi peringatan internasional yang diikuti oleh 141 negara. Kini, setiap tahunnya lebih dari 193 negara merayakan Hari Bumi Sedunia.

Pesan Penting Hari Bumi

Perlindungan Lingkungan adalah Tanggung Jawab Bersama: Hari Bumi Sedunia menekankan bahwa perlindungan lingkungan adalah tanggung jawab bersama semua individu, perusahaan, dan pemerintah. Setiap orang memiliki peran dalam menjaga keberlanjutan planet ini.

Kesadaran akan Perubahan Iklim: Peringatan ini mengingatkan kita akan dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Kita harus mengambil langkah-langkah nyata untuk mengurangi emisi karbon dan menerapkan praktik berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Perlindungan Keanekaragaman Hayati: Keanekaragaman hayati adalah aset berharga bagi planet kita. Hari Bumi Sedunia memperingatkan kita akan pentingnya menjaga ekosistem yang sehat untuk mendukung kehidupan di Bumi.

Edukasi dan Aksi: Peringatan ini mendorong untuk meningkatkan edukasi tentang masalah lingkungan dan mendorong tindakan nyata. Mulai dari pengurangan limbah plastik hingga mendukung energi terbarukan, setiap tindakan kecil memiliki dampak besar.

Baca juga: Beda Suasana Puasa di Jakarta dan Gaza

Kolaborasi Global: Hari Bumi Sedunia juga menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan lingkungan. Hanya dengan bekerja bersama-sama, kita bisa mencapai perubahan yang signifikan.

Tanggung Jawab Dakwah Islam

Tidak penting soal teknis peringatan dan siapa yang mencetuskannya. Hari Bumi, apapun bentuknya, adalah kesadaran yang baik untuk menjaga kelestarian bumi dari tindakan eksploitatif manusia.

Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin sudah barang tentu memiliki tanggung jawab tersebut. Allah SWT dalam banyak ayat di dalam Al Qur’an menyeru kepada kaum muslimin dan umat manusia agar tidak berbuat kerusakan. Salah satunya yang sangat populer adalah ayat 41 dari surat Ar-Ruum: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Di dalam ayat yang lain, Allah melarang berbuat kerusakan di muka bumi, setelah Allah menciptakannya dalam keseimbangan ekosistem dan daur hidup yang seimbang dan baik.

“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” – QS. Al A'raf:56

Peringatan Hari Bumi Sedunia adalah waktu untuk merenungkan bagaimana umat Islam dapat menjadi agen perubahan dalam melindungi planet kita. Dengan kesadaran pada nilai-nilai keislaman dan akhlak yang baik dalam berhubungan dengan manusia dan alam, umat Islam dapat menawarkan perspektif tauhid dalam menjaga kelestarian alam.

Baca juga: Iman di Atas Statistik dan Angka-Angka

Isu lingkungan hidup dan langkah pemulihan kerusakan alam kerap tercabut dari akar spiritual. Bahkan tanpa sadar, terjebak pada paradigma yang sekuleristik dan berdimensi fisik semata. Gerakan dakwah Islam harus mampu mendorong lahirnya paradigma tauhid dalam turut serta mengurai carut-marut pengelolaan sumber daya alam akibat kehilangan sandaran spiritualnya.

Artinya, dakwah Islam perlu menawarkan cara pandang teologis bahwa alam adalah ciptaan Allah yang manusia dan makhluk hidup lain berada di dalamnya. Paket kehidupan yang terbangun dalam relasi Khalik dan Makhluk.

Setiap penciptaan selalu menyertakan buku manual. Menjaga kelestarian alam dalam relasi Khalik dan makhluk akan menuntun kita untuk selalu membuka manual book tersebut. Dakwah Islam perlu melakukan elaborasi serius terkait manual kehidupan (Al Qur’an) dalam hubungan manusia dengan alam sesuai fitrah penciptaan.

Inilah aspek yang hari ini hilang dari gegap-gempitanya perayaan Hari Bumi. Seakan manusia mampu menyelesaikan masalah lingkungan hidup dengan otak dan ototnya. Padahal, di luar otak dan otot ada variabel nafsu yang kerap menjungkir-balikkan antara yang benar dengan yang salah. Sehingga, niat baik kerap berujung pada kekeliruan yang fatal.

Ini pula yang Allah ingatkan dalam surat Al Baqarah ayat 11: “Jika dikatakan kepada mereka, ‘Jangan kalian berbuat kerusakan (mafsadat) di bumi,’ mereka menjawab, ‘Kami hanya pembuat kebaikan (maslahat)’.

Sebuah kekeliruan paradigmatik yang serius. Merasa berbuat kebaikan tetapi fakta yang muncul justru kehancuran. Bukankah membangun adalah kebaikan? Tetapi pembangunan justru kerap menjadi biang kerusakan lingkungan dan kesenjangan sosial.

Baca juga: Agar Tak Tertipu Oleh Pencitraan Calon Penguasa

Saatnya gerakan dakwah membangun perspektif tauhid dalam upaya pelestarian lingkungan. Jangan hanya berhenti pada aspek 3 P (People, Prosperity, dan Planet). Ada P yang keempat yang harus dimunculkan dalam upaya kita menjaga bumi, yakni: Pencipta (Al-Khalik) yang telah menjadikan Al Qur’an sebagai hudallinnas dan hudallilmuttaqin, manual kehidupan yang orisinil dari Allah Pencipta dan Penguasa langit dan bumi.

Aspek Pencipta, tidak dikenali dalam paradigma pembangunan dan pengelolaan kelestarian alam versi Barat sekuler. Saatnya dunia Islam mengenalkannya sebagai paradigma tauhid dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam bingkai hablumminallah wa hablumminannas.

Masalahnya adalah, bagaimana gerakan dakwah mampu membangun dialog kreatif dengan Al Qur’an, sehingga muncul inspirasi penanganan masalah lingkungan secara berkeseimbangan dalam bingkai nilai-nilai tauhidullah.

Selamat Hari Bumi. “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan 'Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” – Q.S. Hud:7