Hari Pers Nasional: Mengingatkan Kembali Bahwa Wartawan Adalah Profesi Terhormat
Hari ini, seluruh insan pers di tanah air tengah berbesar hati. Ya, karena hari ini tanggal 9 Februari yang merupakan Hari Pers Nasional. Seperti diketahui, Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap tanggal 9 Februari. Dan peringatan HPN memang dipersembahkan untuk seluruh insan pers di Indonesia.
Hari Pers Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1985 yang ditanda tangani Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985. Penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN bertepatan dengan HUT (Hari Ulang Tahun) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). PWI adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia, yang didirikan di Surakarta, 9 Februari 1946.
Kala itu, tujuan pembentukan PWI adalah untuk menghimpun seluruh insan pers di Indonesia di dalam satu wadah. Hal itu dirasa penting, karena pada masa itu, profesi wartawan dipandang sebagai profesi terhormat. Sebab, ketika itu wartawan punya peran ganda, yaitu sebagai penyampai berita/informasi sekaligus sebagai aktivis pergerakan kemerdekaan. Mereka saat itu bukan sekadar bekerja dan menjalankan profesi di bidang jurnalistik semata, tetapi juga membawa misi perjuangan serta tekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Setelah PWI terbentuk tahun 1946, organisasi Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) pun menyusul dilahirkan. Waktu itu, media massa belum sebanyak dan seberagam sekarang. Sehingga, surat kabar masih menjadi media nomor satu sebagai sarana penyampai informasi ke masyarakat luas. Kedua organisasi itu pun lantas bergerak bersama mengembangkan dan memperkaya dunia pers Indonesia.
Di tahun 1978, PWI menyelenggarakan Kongres ke-28 di Padang, Sematera Barat. Kongres itu lantas mencuatkan ide tentang Hari Pers Nasional. Tujuh tahun kemudian, ide itu terwujud dengan keluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1985 itu.
Baca juga: Sabili Reborn
Pers Itu Apa?
Istilah “pers” sudah dikenal masyarakat umum secara luas. Masyarakat sudah mahfum bahwa pers berkait dengan profesi wartawan. Wartawan adalah orang yang profesinya menghimpun dan menyampaikan informasi kepada khalayak sebagaimana adanya sesuai fakta. Tetapi mungkin banyak yang belum tahu asal muasal istilah pers.
Istilah “Pers” merujuk pada kata dalam Bahasa Inggris, “press”. Arti harfiahnya adalah “tekan”. Kata itu diidentikkan dengan profesi di bidang jurnalistik, karena dulu wartawan mencetak berita mereka di medium kertas untuk menjadi surat kabar, menggunakan mesin cetak. Mesin cetak memiliki ciri khas, metode penggunaannya dengan cara ditekan dengan tekanan tertentu. Dari mesin cetak itulah muncul istilah press yang disematkan pada orang-orang yang bergelut sebagai penyampai informasi.
Istilah pers kemudian juga disematkan pada industri media massa secara umum. Istilah pers untuk media massa mulai digunakan sekitar tahun 1920-an. “Pers” digunakan untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas dalam menyampaikan informasi. Di dalam pembicaraan sehari-hari, istilah “pers” dan “media massa” lalu sering dilebur dan disingkat menjadi media.
Media selalu ingin menyajikan berita menarik yang bisa mendatangkan pembaca. Untuk menjadi menarik, sebuah berita harus menonjol dibandingkan ratusan bahkan ribuan informasi sejenis. Maka, wartawan dituntut menemukan sudut yang unik dari sebuah fakta peristiwa atau pendapat dan mengemas fakta tersebut dalam sebuah artikel berita yang eksklusif.
Sedangkan secara legal formal, pengertian “pers” dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 menyatakan, “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
Baca juga: Akhlak Pemimpin
Jurnalis Itu Apa?
Ketika kegiatan menghimpun dan menyampaikan informasi melalui media massa itu lantas berkembang menjadi industri, lahirlah istilah “journalist” untuk menyebut orang yang berprofesi di bidang “journalism” atau jurnalistik. Journalist (jurnalis) yang di Bahasa Indonesia disebut wartawan atau pewarta adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan dan atau tugas-tugas jurnalistik secara rutin. Di dalam definisi yang lain, wartawan dapat dikatakan sebagai orang yang berprofesi sebagai pencari, penghimpun, penyusun, dan penyampai berita melalui media komunikasi massa, baik media cetak, media elektronik, maupun saat ini lewat media daring (online).
Sedangkan secara legal, definisi wartawan disebut dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 1 ayat 4 UU tersebut menyatakan, “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.”
Insan Pers Indonesia punya tokoh pers nasional yang kemudian dinobatkan sebagai Bapak Pers Nasional, yaitu Tirto Adhie Soerjo atau Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo. Adalah Dewan Pers RI yang di tahun 1973 menetapkan Tirto Adhie Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional. Sebab, ia adalah perintis perusahaan penerbitan pertama di Indonesia. Namanya N.VJavaansche Boekhandel en Drukkerij en Handel in Schrijfboeten Medan Prijaji. Secara umum dikenal sebagai “Medan Priyayi” (1907). Sebelumnya, ia pernah membuat koran “Soenda Berita” pada 1901.
Satu lagi tokoh pers nasional adalah Adinegoro. Ia adalah wartawan dan aktivis pergerakan kemerdekaan yang juga adik sastrawan dan pejuang Muhammad Yamin. Adinegoro sebenarnya adalah nama pena. Nama aslinya adalah Djamaluddin. Kini, nama Adinegoro diabadikan sebagai nama penghargaan untuk insan pers nasional yang berprestasi. Dan setiap peringatan Hari Pers Nasional antara lain selalu diisi dengan pemberian Anugerah Jurnalistik Adinegoro.
Baca juga: Dua Wajah Jokowi?
Wartawan Profesi Terhormat
Hari Pers Nasional 2024 mengangkat tema “Mengawal Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa”. Tema tersebut dipilih dalam kaitan dengan pesta demokrasi yaitu perhelatan Pemilu 2024. Tema ini diangkat dengan harapan, para insan pers tetap menjaga keutuhan bangsa di tengah situasi politik yang sedang terjadi tahun ini.
Satu hal yang selalu mengemuka di setiap penyelenggaraan Peringatan Hari Pers Nasional adalah bahwa insan pers nasional selalu diingatkan tentang kualitas dan kemampuan jurnalistik dari para pekerja pers. Insan pers nasional selalu diingatkan dengan kemungkinan munculnya jurnalis yang tidak profesional atau sering disebut malpractice journalism. Sebab, kemunculan jurnalis yang tidak profesional merupakan fenomena yang merugikan dalam dunia media massa.
Malpractice journalism kerap menampilkan praktik-praktik tidak etis dalam pelaporan berita, karena melibatkan berbagai bentuk kesalahan, misalnya penyebaran informasi palsu, manipulasi fakta, sensasionalisme, menampilkan informasi yang bias, dan menyajikan informasi yang berlatar konflik kepentingan. Salah satu contoh paling umum dari malpractice journalism adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks.
Dampak penyebaran informasi palsu atau hoaks bisa sangat merugikan. Baik bagi publik maupun bagi kepercayaan terhadap institusi jurnalistik itu sendiri. Di masyarakat, sebuah berita palsu yang disebarkan oleh media massa tanpa verifikasi atau fakta yang cukup bisa berdampak merusak. Berita palsu itu bisa menimbulkan ketakutan masyarakat, mempengaruhi opini publik, bahkan memicu tindakan tak bertanggung jawab dari pihak-pihak tertentu. Maka, penting bagi setiap jurnalis atau wartawan untuk melakukan pengecekan fakta yang teliti sebelum menyebarkan berita, demi menghindari penyebaran informasi palsu.
Di negara demokrasi, pers menempati posisi penting. Bahkan, pers kerap disebut-sebut sebagai pilar keempat di negara demokrasi (the fourth estate of democracy), setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pers sebagai pilar keempat di negara demokrasi, maksudnya adalah, pers memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam kehidupan demokrasi. Di dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, pers punya peran penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah. Maka, pers diharapkan dapat berfungsi dengan baik untuk melakukan cover both side (melihat sudut pandang berita dari dua sisi pemberitaan itu) yang harus terus dipertahankan. Sehingga, pers dapat menjadi media penyampaian aspirasi masyarakat terhadap pemerintah dan penyampai kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Pers juga harus berfungsi sebagai gate keeper yang menyaring setiap informasi sebelum disajikan dalam pemberitaannya.
Penting pula bagi setiap jurnalis untuk menanamkan pemahaman di dalam dirinya bahwa wartawan adalah profesi terhormat. Terlebih bagi muslim. Sebab, sejatinya jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah (da’i) di bidang pers. Ia bukan sekadar menjalani profesi di bidang jurnalistik, tetapi juga mengemban misi da’wah bil qolam (dakwah melalui tulisan).
Baca juga: Tujuh Hak Pekerja dalam Islam
Sebagai pengemban misi da’wah bil qolam, wartawan muslim terikat pada nilai-nilai, norma, dan etika Islam. Seorang jurnalis muslim diibaratkan sebagai “penyambung lidah para nabi dan ulama”. Sehingga, wartawan dituntut juga memiliki sifat-sifat kenabian, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
Shiddiq artinya benar. Yaitu menyampaikan hanya informasi yang benar saja serta membela dan menegakkan kebenaran itu. Amanah berarti terpercaya. Maka, ia tidak boleh menyampaikan berita dusta atau memanipulasi atau mendistorsi fakta. Tabligh artinya menyampaikan atau menginformasikan kebenaran dan tidak menyembunyikan fakta yang benar. Fathonah artinya cerdas dan berwawasan luas. Maka, seorang jurnalis muslim dituntut mampu menganalisis dan membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat, sehingga informasi yang disampaikan lewat berita yang ia susun pun selalu merupakan informasi yang bermanfaat dan diperlukan umat.
Selamat Hari Pers Nasional 2024 untuk seluruh insan pers Indonesia. Semoga kita semua selalu dapat melaksanakan visi dan misi jurnalistik dengan baik. Yaitu menyampaikan berita sebagaimana adanya sesuai fakta yang benar kepada masyarakat, dan dengan cara itu juga meningkatkan kecerdasan masyarakat. Sebab, itulah kehormatan profesi wartawan.