Hybrid Meeting di Yarsi: Geopolitik, Kunci Tercapainya Cita-Cita Kemerdekan Indonesia
Diskusi bertajuk Hybrid Meeting yang diselenggarakan Universitas Yarsi dan PPSN kali ini mengangkat tema “Kepemimpinan Nasional Dambaan Umat Islam”. Diadakan di Ruang Senat Akademik Universitas Yarsi, Sabtu (13/1/2024), diskusi itu juga disiarkan secara online lewat zoom.
Acara itu dibuka oleh Ketua Umum PPSN, Dr. Sutrino Sumarian. Pembicaranya adalah para akademisi dan ahli di bidangnya. Mereka adalah Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D (Rektor Universitas Yarsi, Ketua Dewan Pembina/Pengarah PPSN), Prof. Dr. Syamsuridjal Djauzi (Guru Besar FK-UI, Dewan Pakar PPSN), Prof. Dr. Didin S. Damanhuri (Guru Besar IPB, Dewan Pakar PPSN, Pendiri IDEF), Dr. Hendrajit (Ketua 1 PPSN Bidang Kajian Strategis Nasional), Drs. Mohamad Asruchin (Ketua 2 PPSN-Bidang Kajian Internasional), dan Prof.Dr.Ir. Sardy Sar (Wakil Ketua Dewan Pembina/Pengarah PPSN, Mantan Rektor UAI).
Saat memberikan kata pembuka, Sutrino Sumarian menyatakan, setidaknya ada 4 kriteria pokok pemimpin menurut Islam. Yaitu amanah (dipercaya), fathonah (cerdas), sidiq (adil), dan tabligh (terbuka).
“Tabligh itu terbuka. artinya open. Tidak memiliki agenda tersembunyi. Baik agenda itu untuk kepentingan keluarganya, ataukah agenda itu untuk kepentingan kelompoknya. Tetapi, apa pun itu disiapkan untuk kepentingan bangsanya dan dilakukan secara terbuka. Jadi, tidak ada yang ditutup-tutupi,” ucap Sutrino.
Baca juga: Mengenal Lima Konsep Masjid Ramah di DEVTALX Hari Amal Bhakti ke-73 Kementerian Agama
Di dalam sesi pemaparan materi, Ketua 1 PPSN Bidang Kajian Strategis Nasional, Hendrajit, mengatakan, cita-cita kemerdekaan Indonesia ada empat. Cita-cita itu termaktub dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea ke-4. Yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Empat cita-cita itu hanya dapat dicapai dengan pintu masuk (password) geopolitik.
“Bangsa itu bisa terbangun kalau ada rasa senasib sepenanggungan. Kesetaraan yang sama. Memang, di Indonesia saat ini dua kriteria itu masuk, tetapi menurut Soekarno hal itu menjadi omong kosong, menjadi sesuatu yang sia-sia, kalau tidak ada ruang. Ruang itu penting. Karena ruang adalah tempat yang menyatukan. Dan (ruang) itulah geopolitik,” kata Hendrajit.
Sedangkan Didin S. Damanhuri menjelaskan, konsep kepemimpinan dalam Islam telah ada lebih dahulu ketimbang konsep negara modern. Di dalam Islam, konsep kepemimpinan sudah tercantum dalam Piagam Madinah (622 M). Sedangkan konsep kepemimpinan dalam bingkai negara modern baru ada dalam Magna Charta (1205 M).
“Piagam Madinah merupakan konsep negara modern yang demokratis dan konstitusional, yang dipraktikkan oleh Nabi dan para Khalifah pasca Nabi. Bukan negara agama tetapi juga bukan negara yang mengingkari agama,” tuturnya.