Ide Family Office: Simbol Ketidak Adilan yang Dilanggengkan oleh Negara
Ketidak Seimbangan Fokus Kebijakan
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, sedang berencana membentuk satuan tugas kantor keluarga (family office) dalam satu bulan ke depan. Katanya, kebijakan itu untuk menarik investasi keluarga superkaya.
Kebijakan itu tidak memperhatikan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh mayoritas rakyat. Ide pembentukan family office oleh Menteri Luhut B Panjaitan itu mencerminkan ketidak seimbangan dalam fokus kebijakan yang lebih memihak kepada kelompok elit kaya. Ketika seorang menteri lebih sering bergaul dengan kalangan elit, maka pandangan dan kebijakannya cenderung dipengaruhi oleh perspektif dan kepentingan segelintir orang kaya.
Family office adalah contoh konkret bagaimana kebijakan negara dapat dimiringkan untuk menguntungkan segelintir orang berduit, sementara kebutuhan rakyat biasa terabaikan. Ini adalah bentuk ketidak adilan yang seharusnya tidak boleh ada. Apalagi dikeluarkan dari kepala para policy makers yang digaji dari uang rakyat.
Minimnya Dialog dengan Rakyat Biasa
Kurangnya interaksi dan dialog dengan rakyat biasa membuat Menko Luhut B Panjaitan kurang memahami realitas dan kesulitan yang sehari-hari dihadapi oleh masyarakat umum. Akhirnya, kebijakan yang dihasilkan menjadi tidak relevan dan tak menyentuh akar masalah yang sebenarnya.
Family office, yang bertujuan untuk menarik investasi dari elit kaya, tidak menjawab kebutuhan mendesak semisal akses pendidikan, layanan kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat luas. Kebijakan ini hanya memperlebar jurang ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin.
Baca juga: Emomali Rahmon, “Presiden Seumur Hidup Tajikistan” Ahli Waris Sekularisme
Kepentingan Elit Mengalahkan Kepentingan Publik
Ketika kebijakan publik terlalu berfokus pada keuntungan segelintir elit kaya, kepentingan publik yang lebih luas pun terabaikan.
Ide family office memberikan berbagai insentif dan kemudahan pajak kepada orang kaya, sementara beban ekonomi bagi kelas menengah dan bawah tetap tinggi. Misalnya, kelas menengah harus menghadapi kenaikan PPN dan pajak atas bunga tabungan, sementara elit kaya mendapatkan fasilitas dan insentif yang mempermudah mereka dalam mengelola dan menginvestasikan kekayaannya. Ini adalah bentuk nyata dari ketidak adilan sistemik!
Kebutuhan untuk Kebijakan yang Inklusif
Kebijakan yang inklusif dan adil harus memperhitungkan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Menteri yang lebih sering bergaul dengan rakyat biasa akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang mereka hadapi.
Kebijakan seperti peningkatan akses pendidikan, kesehatan, dan dukungan bagi usaha kecil dan menengah (UKM) akan lebih bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Family office hanya menawarkan manfaat bagi segelintir orang kaya tanpa memberikan kontribusi yang berarti bagi perbaikan kondisi ekonomi rakyat banyak.
Potensi Dampak Negatif Jangka Panjang
Kebijakan yang terlalu memihak elit kaya juga berpotensi menimbulkan dampak negatif jangka panjang. Ketergantungan pada investasi dari segelintir orang kaya akan membuat ekonomi nasional rentan terhadap perubahan kebijakan atau kondisi ekonomi global yang mempengaruhi keputusan investasi mereka. Sebaliknya, investasi yang didorong oleh penguatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat akan lebih stabil dan berkelanjutan.
Baca juga: Judi Online: Ancaman Tersembunyi di Era Digital
Momentum Pembentukan Family Office tidak Tepat
Pelemahan Ekonomi Global
Momentum pembentukan family office di Indonesia untuk menarik elit kaya dalam dan luar negeri dinilai tidak tepat saat ini. Kondisi ekonomi global yang sedang melemah membuat banyak investor kaya lebih berhati-hati.
Mereka lebih memilih investasi yang dianggap lebih aman dan stabil di negara mereka sendiri daripada mengambil risiko berinvestasi di negara berkembang seperti Indonesia. Bukti nyata adalah kurangnya minat elit kaya luar negeri terhadap insentif luar biasa yang ditawarkan untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN).
Konflik Geopolitik Global
Konflik geopolitik yang meruncing di berbagai belahan dunia menambah kompleksitas dan risiko dalam keputusan investasi. Ketidak pastian yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik membuat para investor kaya lebih cenderung menunda rencana investasi mereka di luar negeri.
Di dalam pandangan mereka, risiko yang terkait dengan investasi di negara berkembang seperti Indonesia menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, membentuk family office pada saat ini mungkin tidak akan menarik minat yang signifikan dari para elit kaya. Mereka lebih memilih untuk menunggu stabilitas global yang lebih baik sebelum melakukan investasi besar.
Kebijakan yang Tidak Menarik Minat
Meski pemerintah menawarkan berbagai insentif dan fasilitas kepada elit kaya melalui family office, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa kebijakan seperti ini tidak selalu berhasil. Proyek IKN, yang digembar-gemborkan dengan banyak insentif, tetap gagal menarik minat signifikan dari investor luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa insentif saja tidak cukup untuk mengatasi kekhawatiran dan pertimbangan strategis dari para investor.
Baca juga: Efek Domino Penarikan Dana Muhammadiyah di BSI dalam Perspektif Ekonomi Mikro, Makro, dan Politik Ekonomi
Tanpa adanya jaminan stabilitas dan prospek ekonomi yang kuat, family office kemungkinan besar akan mengalami nasib yang sama.
Perbandingan dengan Kebutuhan Prioritas
Selain ketidak cocokan dengan kondisi ekonomi global saat ini, ada juga argumen bahwa sumber daya dan upaya pemerintah sebaiknya difokuskan pada kebutuhan prioritas yang lebih mendesak.
Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan domestik yang membutuhkan perhatian segera. Misalnya peningkatan kualitas pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak.
Mengalihkan fokus dan sumber daya untuk membentuk family office bisa dianggap sebagai langkah yang kurang tepat di tengah kebutuhan mendesak lainnya yang lebih berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat luas.
Risiko Ketergantungan pada Elit Kaya
Mengandalkan family office untuk mendatangkan investasi dari elit kaya juga membawa risiko ketergantungan yang tinggi pada segelintir investor.
Jika kondisi ekonomi global tidak membaik atau terjadi perubahan dalam kebijakan investasi mereka, Indonesia bisa menghadapi ketidak stabilan ekonomi yang serius. Sebaliknya, investasi yang lebih terdiversifikasi dan berbasis pada penguatan ekonomi lokal serta pemberdayaan masyarakat cenderung lebih berkelanjutan dan stabil.
Baca juga: Pemberantasan Judi Online
Rekomendasi
Ide pembentukan family office oleh Menko Luhut B Panjaitan mencerminkan kurangnya interaksi dan pemahaman tentang kebutuhan rakyat biasa.
Kebijakan ini menunjukkan ketidak seimbangan dalam fokus yang lebih menguntungkan elit kaya. Untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan adil, penting bagi pemerintah untuk lebih mendengarkan dan memahami kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir orang berduit. Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan akan dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan mempertimbangkan pelemahan ekonomi global, konflik geopolitik, dan pengalaman kebijakan yang kurang berhasil, momentum pembentukan family office di Indonesia saat ini dianggap tidak tepat. Pemerintah perlu lebih bijak dalam menetapkan prioritas kebijakan yang benar-benar memberikan manfaat luas bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk segelintir elit kaya.
Kebijakan yang inklusif dan adil akan lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memperkecil ketimpangan sosial. Mari kita bersama-sama berjuang untuk kebijakan yang lebih adil dan inklusif demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, bukan kesejahteraan segelintir elit saja!