IKN dan Diskriminasi Peserta Paskibraka untuk Melepaskan Jilbab dalam Pengukuhannya
Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih dalam rangka Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia sudah menjadi agenda rutin setiap tahun. Sebuah momen yang sakral dan istimewa untuk bangsa dan negara Republik Indonesia. Sehingga, sejak jauh-jauh hari para siswa-siswi terbaik dari seluruh Indonesia itu diseleksi, dari tingkat kota atau kabupaten, lalu yang lolos akan lanjut diseleksi ke tingkat provinsi, lalu diseleksi lagi untuk ke tingkat Pusat. Jadi, anggota PASKIBRAKA yang lolos di tingkat pusat atau nasional itu merupakan siswa-siswi terbaik dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, dan notabene mayoritas pesertanya beragama Islam.
Di tahun-tahun sebelumnya, pelaksaanaan upacara pengibaran bendera itu dilangsungkan di halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Namun, di tahun 2024 ini pelaksanaan upacara dan pengukuhan PASKIBRAKA diadakan di IKN (Ibu Kota Nusantara) Kalimantan Timur.
Anehnya, saat pengukuhan para peserta PASKIBRAKA Nasional tanggal 13 Agustus 2024 kemarin di IKN, seluruh peserta PASKIBRAKA perempuan tidak ada yang memakai jilbab. Lantas, terungkap sejumlah 18 peserta muslimah dipaksa untuk melepas jilbabnya saat proses pengukuhannya sebagai Anggota PASKIBRAKA. Padahal, saat mereka lolos ke tingkat Nasional, mereka memakai jilbab. Saat latihan pun mereka masih memakai jilbab. Namun, mengapa saat pengukuhannya justru peserta PASKIBRAKA yang muslimah ini dipaksa untuk melepaskan jilbabnya? Bukankah ini adalah tindakan diskriminatif terhadap mereka yang menjalankan keyakinan beragamanya? Sebuah tindakan yang melecehkan konstitusi negara, dan juga tindakan yang sangat melukai hati umat Islam pada umumnya?
Bukankah asas pertama negara kita adalah Pancasila, yang sila pertamanya adalah “Ketuhanan yang maha Esa”, yang berarti menjalankan perintah agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing? Di dalam hal PASKIBRAKA ini, secara bijak tentu peserta yang tidak menggunakan jilbab tidak harus dipaksa untuk menggunakan jilbab, karena menghormati agama atau kepercayaannya. Tetapi peserta yang berjilbab yang mayoritas itu jangan dipaksa untuk melepaskan jilbabnya dengan dalil untuk menjaga kesetaraan dan sebagainya. Sungguh naif jika hal ini dibiarkan begitu saja.
Bahkan, dalam UUD 1945 sudah jelas bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Di dalam ajaran Agama Islam, menggunakan jilbab itu sebuah kewajiban, sebagai bentuk identitasnya. dan juga memakai jilbab itu termasuk dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 59 yang berbunyi:
“Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Jilbab adalah tanda kemuliaan dan keutamaan. Ia juga pakaian kewibawaan bagi seorang Muslimah. Sehingga, tindakan pemaksaan kepada peserta PASKIBRAKA perempuan untuk melepas jilbabnya adalah sebuah bentuk pelanggaran hukum, konstitusi, HAM, sekaligus melanggar hukum Allah Swt. Efeknya juga akan menimbulkan keresahan dan kemarahan di tengah masyarakat, dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Apakah karena pengukuhan peserta PASKIBRAKA dan pelaksanaan upacara pengibaran bendera itu di IKN, jauh dari masyarakat yang militansinya tinggi untuk aksi dan demonstrasi seperti di Jabodetabek, maka pemerintah berani menerapkan diskriminasi terhadap peserta PASKIBRAKA, dengan mengharuskan mereka untuk melepas jilbabnya.