Ikuti Afrika Selatan, Turki Pojokkan Penjajah Israel di ICC
Pada Rabu (7/8/2024), Turki bergabung dengan Afrika Selatan, mengajukan gugatan terhadap Israel di hadapan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas genosida yang Israel lakukan. Turki mengajukan gugatan itu di Markas Besar ICC (International Criminal Court) di Den Haag, Belanda. Delegasi parlemen Turki didampingi Duta Besar Turki untuk Belanda menyampaikan “deklarasi keikutsertaan” itu.
“Permohonan yang diajukan ke pengadilan di Den Haag telah disiapkan dengan sangat rinci,” kata Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan.
Sebelumnya, Afrika Selatan mengajukan tuntutan dan pengaduan ke ICC pada akhir Desember 2023. Lewat gugatan itu, mereka menyatakan bahwa Israel melanggar Konvensi PBB terkait “Pencegahan Genosida” yang telah disepakati pada tahun 1948 dengan melancarkan serangannya terhadap Gaza.
Afrika Selatan telah berulang kali mendesak pengadilan untuk bertindak. Mereka mengatakan, situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza mengharuskan pengadilan untuk mengeluarkan tindakan darurat lebih lanjut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Oncu Kesili, mengatakan, “Kasus yang dibawa ke Mahkamah Internasional sangat penting, untuk memastikan kejahatan yang telah dilakukan oleh Israel. Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja.”
Ketua Komite Hukum Parlemen Turki, Junaid Yuksal, menambahkan, Presiden Recep Tayyip Erdogan memutuskan untuk ikut serta dalam kasus tersebut dan menyatakan bahwa studi yang diperlukan telah dimulai.
Pentingnya Keikutsertaan Turki
Turki telah mengumumkan niatnya untuk bergabung dalam kasus ini. Mereka telah diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya mengenai penafsiran “Konvensi Genosida”, yang menjadi topik utama perselisihan.
Pentingnya interpretasi negara ini disorot karena perannya sebagai kekuatan regional yang berpengaruh. Serta besarnya kemampuan untuk mempengaruhi pertimbangan hakim internasional. Turki juga mempunyai hak untuk mengajukan permohonan aksesi, sehingga memungkinkan mereka untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam diskusi hukum dan meningkatkan kemampuannya untuk mempengaruhi hasil suatu kasus.
Sebuah sumber yang mengetahui rincian pengajuan tersebut – yang memilih untuk tidak disebutkan namanya – menyatakan, komite tersebut bekerja secara proaktif untuk menyangkal semua argumen dan alasan yang mungkin diajukan Israel di hadapan pengadilan mengenai masalah ini.
Dia menjelaskan kepada Al Jazeera Net, para ahli hukum Israel mungkin mencoba untuk mengklaim bahwa pembantaian yang terjadi di Jalur Gaza selama sepuluh bulan terakhir adalah insiden tersendiri. Pemerintah penjajah “berusaha untuk menyangkal tindakan tersebut dan tidak mengakuinya.”
“Permintaan Turki menekankan kebutuhan mendesak untuk menerapkan tindakan pencegahan sementara, yang harus dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional tanpa penundaan. Dalam hal itu, termasuk menghentikan serangan Israel di Gaza dan segera membuka perbatasan Rafah untuk penyaluran bantuan kemanusiaan,” jelas sumber itu.
Pada gilirannya, Yugal Ager, seorang peneliti hukum internasional, mengonfirmasi kepada Al Jazeera Net bahwa aksesi Ankara terhadap gugatan ini tidak berarti bahwa mereka telah menjadi pihak besar di dalamnya, karena pihak utama di dalamnya adalah Afrika Selatan dan Israel.
Menurut dia, negara-negara yang ikut dalam gugatan tersebut adalah negara-negara yang berkeyakinan mempunyai kepentingan terhadap putusan-putusan yang akan dikeluarkan oleh pengadilan, dan mungkin terpengaruh oleh situasi yang ada. Oleh karena itu, mereka berupaya memberikan bukti dan pendapat yang mendukung salah satu pihak yang berkonflik.
Sejauh ini, sejumlah telah meminta untuk bergabung dalam gugatan Afrika Selatan. Di antaranya adalah Nikaragua, Kolombia, Libya, Meksiko, Palestina dan Spanyol. Namun, Departemen Kehakiman Internasional belum memutuskan permintaan tersebut.
(Sumber: Al Jazeera & Aletihad News Center)