Iman dan Takwa Sebagai Standar Negara Maju dan Bahagia: Perlu Definisi Operasional?
Ada seorang ustadz menulis di artikelnya, “Negara yang disebut maju dan bahagia dalam pandangan Al Qur’an memiliki kriteria yang berbeda dari definisi umum negara maju, seperti kemajuan teknologi atau standar material lainnya. Di dalam Al Qur’an, kemajuan dan kebahagiaan suatu negara sangat berkaitan dengan keberkahan yang Allah berikan, yang akan tercurah ketika penduduk negeri itu beriman dan bertakwa”.
Pandangan bahwa kemajuan dan kebahagiaan sebuah negara hanya terletak pada iman dan takwa perlu dijelaskan lebih mendalam agar tidak dibilang hanya menjadi tameng retorika semata atas langkanya negara dengan populasi muslim besar masuk ke peringkat atas negara maju dan bahagia. Perlu definisi operasional, tampaknya.
Iman dan takwa dalam Islam bukan sekadar keyakinan hati, tetapi harus diwujudkan dalam amal nyata yang berdampak positif pada kemajuan sosial, ekonomi, dan keadilan dalam masyarakat. Di dalam QS Al-Hadid: 25, Allah Swt berfirman, “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata, dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil”. Ayat ini menunjukkan bahwa iman sejati harus menciptakan masyarakat yang adil dan Sejahtera. Termasuk dalam aspek pengelolaan negara yang baik.
Rasulullah saw juga mengajarkan bahwa kebahagiaan masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial, kesejahteraan, dan keadilan. Di dalam hadits riwayat Tirmidzi, disebutkan, “Barang siapa yang di pagi harinya merasa aman dalam lingkungannya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia dan isinya”. Hadits ini menekankan bahwa kebahagiaan bukan hanya soal keberkahan spiritual, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan dasar secara materi dan keamanan yang dapat dirasakan setiap individu di masyarakat.
Selain itu, ulama klasik semisal Imam al-Mawardi dalam “Al-Ahkam As-Sultaniyyah” menjelaskan bahwa keimanan dan ketakwaan yang benar harus memajukan kualitas hidup rakyat. Menurut al-Mawardi, keimanan pemimpin dan rakyat tercermin dalam usaha mereka menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial, sehingga setiap aspek kehidupan semisal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, mendapat perhatian. Ini berarti bahwa konsep iman dan takwa tidak dapat dilepaskan dari pencapaian material yang menyejahterakan masyarakat luas, bukan sekadar peningkatan spiritual individu.
Di antara standar umum kebahagiaan negara adalah karena ketimpangan pendapatan yang rendah, adanya dukungan sosial yang tinggi, kebebasan individu untuk mengambil keputusan, tingkat korupsi yang rendah, serta sistem kesehatan publik yang efektif dan transportasi umum yang andal. Ini semua menunjukkan kualitas hidup yang baik, yang sejalan dengan definisi operasional iman dan taqwa.
Pemahaman bahwa standar secara umum negara maju dan bahagia juga adalah manifestasi iman dan takwa juga diperkuat oleh tafsiran Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam “Ighatsat al-Lahfan”, yang menegaskan bahwa ketakwaan berarti menghindari segala bentuk kezaliman dan ketidakadilan. Dengan demikian, takwa sejati akan memandu suatu bangsa untuk menghindari korupsi, menegakkan keadilan, dan menjamin kesejahteraan setiap warga negara.
Artinya, iman dan takwa harus terwujud dalam sistem yang mendukung kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat, sehingga benar-benar membawa kemajuan sejati, sebagaimana hal tersebut menjadi bagian dari standar umum negara maju dan bahagia. Kesimpulannya, dalam perspektif Islam, standar negara maju dan bahagia tidak cukup diukur dari retorika iman dan takwa tanpa pemahaman mendalam akan makna operasionalnya.
Iman dan takwa dalam konteks negara yang maju dan bahagia adalah fondasi yang melahirkan tata kelola masyarakat yang sejahtera, adil, dan terjamin kebutuhannya, sehingga memenuhi amanat Allah Swt dalam membangun peradaban yang mulia dan berdaya saing tinggi.