Implementasi Sabar dan Syukur Lewat Puasa
Iman terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah kesabaran dan kedua adalah rasa syukur. Ada pun puasa memiliki keutamaan yang mencakup kedua hal tersebut secara bersamaan. Saat seseorang berpuasa, ia dituntut untuk bersabar dan menahan dirinya dari perbuatan yang dapat membatalkan puasa semisal makan, minum, dan lainnya.
Ibadah puasa juga mengajarkan rasa syukur, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah saw datang ke Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya, ‘Apa ini?’ Mereka berkata, ‘Hari ini adalah hari yang agung, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan kaum Fir'aun, maka Musa pun berpuasa pada hari itu sebagai bentuk rasa syukur’. Nabi saw berkata, ‘Aku lebih dekat dengan Musa dan lebih berhak untuk berpuasa’. Maka, ia pun berpuasa dan memerintahkan yang lainnya untuk berpuasa” (HR Ahmad).
Rasulullah saw membenarkan bahwa puasa merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah Swt, dan beliau pun melakukannya serta memerintahkan umatnya untuk melakukannya.
Begitu pula ketika ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, “Itulah hari kelahiranku, hari aku diutus, atau hari diturunkannya wahyu kepada ku” (Diriwayatkan oleh Muslim). Maka, beliau pun berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt.
Menurut para ahli, rasa syukur hakikatnya adalah pengakuan atas nikmat yang diberikan oleh sang pemberi nikmat. Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga menjelaskan bahwa hakikat rasa syukur adalah memuji sang pemberi nikmat dengan menyebut-nyebut kebaikan yang Allah berikan dan melakukan ketaatan kepada-Nya. Ringkasnya, rasa syukur seorang hamba pada hakikatnya adalah ucapan lisan dan pengakuan hati atas nikmat Allah (Al-Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq: 2/324).
Orang yang berpuasa mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan dengan hati, lidah, dan anggota tubuhnya, seperti dikatakan penyair, “Tiga hal dariku yang bermanfaat bagimu: tanganku, lidahku, dan hati nurani yang terselubung”.
Rasa syukur dalam hati adalah dengan mengakui anugerah dan berkah Allah Swt serta meyakininya dengan iman yang teguh. Rasa syukur dengan lisan adalah dengan mengingat dan memohon, termasuk menyebut nama Allah, Maha Suci Dia, lalu memuji-Nya. Rasa syukur dengan anggota badan adalah dengan melakukan ketaatan dan menaati perintah-perintah Allah.
Bersyukur merupakan salah satu tujuan ibadah puasa. Allah Swt berfirman, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur” (QS Al Baqarah/2: Ayat 185).
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya terhadap ayat ini, “Yakni, jika kamu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, yakni menaati-Nya, melaksanakan kewajiban-kewajiban-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan menjalankan batasan-batasan-Nya, maka boleh jadi kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya” (Tafsir Al-Qur’an: 1/505).
Puasa memiliki tiga tujuan utama yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Pertama, “Semoga kamu bertakwa” pada QS Al Baqarah ayat 183. Kedua, “Semoga kamu bersyukur” dalam QS Al Baqarah ayat 185. Ketiga, “Dan mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk” dalam QS Al Baqarah ayat 186.
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua untuk senantiasa menjalankan ibadah puasa dengan baik, shalat berjamaah, dan meraih ridha Allah Swt.