INDEF, Universitas Paramadina, dan UIN Syarif Hidayatullah Luncurkan Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah
INDEF bekerja sama dengan Universitas Paramadina dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah menyelenggarakan seminar internasional bertema “Ekonomi dan Keuangan Syariah: Kebijakan untuk Pemerintahan Prabowo”, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (3/9/2024). Di acara yang juga dihadiri Wakil Presiden RI, Prof. Dr. (HC) KH Ma’roef Amin, itu juga dilakukan peluncuran Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah (CSED).
Di kesempatan itu, KH Ma'ruf Amin menyebut, , peringkat ekonomi dan keuangan syariah Indonesia dalam lima tahun terakhir telah meningkat dari posisi ke-10 menjadi ke-3 di tingkat global, dengan capaian signifikan di sektor makanan halal dan desain muslim. Perkembangan ekonomi syariah ditandai dengan semakin bervariasinya produk keuangan berbasis syariah, semisal asuransi, obligasi syariah, dan pembiayaan usaha syariah.
“Pemerintah terus memacu perkembangan ekonomi syariah melalui penguatan infrastruktur dan ekosistem, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Komite Daerah Ekonomi Keuangan Syariah (KDEKS),” kata Ma'roef.
Di sisi lain, Wakil Presiden RI juga mengingatkan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi syariah. “Meski pun memiliki visi besar, tantangan seperti rendahnya literasi masyarakat dan kurangnya kerangka regulasi yang memadai masih menjadi hambatan dalam pengembangan ekonomi syariah. Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan difokuskan pada sinergi empat pilar utama, didukung oleh penguatan regulasi, inovasi teknologi, digitalisasi, dan peningkatan literasi,” tuturnya.
Maka, menurut Ma’roef Amin, peran INDEF seharusnya semakin besar. “INDEF diharapkan menjadi mitra strategis pemerintah dalam memberikan pandangan, identifikasi peluang, dan rekomendasi untuk mengatasi tantangan serta meningkatkan literasi masyarakat tentang ekonomi syariah,” tegasnya.
Sedangkan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, menyampaikan, aset perbankan syariah kini telah mencapai 840 Triliun Rupiah dan diproyeksikan akan segera mencapai 1.000 triliun Rupiah. Artinya, perbankan syariah punya potensi besar untuk dikembangkan dan akan memberikan dampak signifikan. Didik yang juga Pendiri INDEF itu pun menyampaikan pentingnya instrumen kebijakan ekonomi dan politik yang mendukungnya, bukan hanya manajemen bisnis teknis.
“Di Indonesia, terdapat kesenjangan yang signifikan dalam kepemilikan tanah dan aset, dengan segelintir pihak memiliki dan mengakumulasi tanah dalam jumlah besar. Ekonomi Syariah memiliki potensi untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah ini,” katanya.
Sekretaris Kementerian BUMN, Rabin Indajad Hattari, yang juga hadir sebagai salah satu pembicara, mengungkapkan bahwa pasar kesehatan global dan keuangan syariah, khususnya di Afrika, memiliki potensi besar untuk dikembangkan. “Aset keuangan syariah diperkirakan mencapai $4,5 miliar pada tahun 2022 dan diproyeksikan meningkat menjadi $617 miliar di masa depan,” tuturnya.
Namun, lagi-lagi soal rendahnya literasi menjadi tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi syariah, menurut Rabin. “Tantangan utama dalam pengembangan keuangan syariah meliputi rendahnya literasi dan inklusi, kurangnya produk dan layanan inovatif, serta kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas,” ujar Rabin.
Sedangkan Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, melihat ekonomi syariah sebagai sumber baru untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial dengan menawarkan pendekatan yang lebih inklusif dan adil. Pemerintah mendukung pengembangannya melalui kebijakan dan regulasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan publik dan keadilan sosial.
“Dengan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, ekonomi syariah diharapkan dapat berkontribusi lebih signifikan terhadap pembangunan nasional, mengatasi kemiskinan, dan menciptakan keadilan sosial yang lebih merata di masyarakat,” katanya.