Islam: Benteng Terakhir Serbuan LGBTQ!
Lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer yang kerap disingkat sebagai LGBTQ menjadi isu yang sangat sensitif dalam beberapa tahun terakhir. Terjadi pergeseran penting dalam tradisi masyarakat di dunia ketika memandang masalah ini. Beberapa negara yang sebelumnya menentang dan memandang LGBTQ sebagai tindakan kejahatan yang bisa dipidanakan, beberapa waktu terakhir justru mengalami perubahan pandangan. Semakin melunak dan banyak pula yang kemudian menerimanya.
India, misalnya. Selama lebih dari satu dasawarsa, hukum di negara itu melarang LGBTQ dan memidanakan warganya yang melakukan praktik LGBTQ. Namun, tahun 2018, Mahkamah Agung India membuat sebuah keputusan yang dianggap oleh banyak pihak sebagai keputusan yang bersejarah. Putusan itu antara lain menetapkan bahwa tindakan diskriminasi atas orientasi seksual yang berbeda adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Putusan tersebut juga menetapkan bahwa praktik LGBTQ tidak lagi dianggap sebagai tindak pidana. LGBTQ pun legal di India!
Swiss, dengan alur yang sedikit berbeda, juga mengalami perubahan pandangan atas LGBTQ. Setelah lama terjadi polemik di tengah masyarakat dalam waktu yang cukup panjang, rakyat Swiss melalui sebuah referendum akhirnya mengambil keputusan terkait isu ini. Hasil referendum menunjukkan 64,1 persen warga memilih “Ya” untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. Sisanya, sekitar 35 persen, menyatakan “Tidak”. Hasil referendum yang dilakukan tahun 2021 itu menjadikan Swiss sebagai salah satu negara yang melegalkan LGBTQ.
Baru-baru ini, pemerintah Singapura juga menunjukkan satu langkah perubahan terkait LGBTQ. Meski tetap menolak pernikahan sejenis, otoritas Singapura telah mencabut larangan atas homoseksualitas yang telah lama berlaku di negara itu.
Pandangan-pandangan yang semakin akomodatif terhadap LGBTQ bahkan terjadi di dalam tubuh Vatikan. Tahun 2020, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma Vatikan, Paus Franciskus, dalam sebuah film dokumenter memberi pernyataan mendukung adanya aturan yang melegalkan pernikahan sejenis. Sontak pernyataan ini menyulut kontroversi yang luas, hingga memaksa pihak Vatikan melakukan klarifikasi.
Teranyar, dalam wawancara dengan Associated Press, bulan Januari 2023, orang nomor satu di Vatikan itu menyebut; menjadi homoseksual bukanlah kejahatan. Ia pun mengkritik keras adanya undang-undang yang mengkriminalisasi homoseksualitas serta menyebutnya sebagai perlakuan yang tidak adil.
Jika India yang bisa kita sebut sebagai negara yang mempresentasikan tradisi dan nilai-nilai agama Hindu terbesar di dunia, dan Vatikan yang dapat kita sebut sebagai representasi umat Katolik, telah cukup akomodatif dan lunak terhadap LGBTQ, lalu bagaimana sikap Yahudi sebagai agama yang juga memiliki pengaruh luas di dunia? Beberapa pemimpin agama Yahudi di Israel memang masih nyaring mengecam praktik LGBTQ di negara tersebut. Beberapa di antaranya, semacam Rabbi Shlomo Amar, pernah menyebut bahwa pelaku LGBTQ layak diberi hukuman mati. Lucunya, masyarakat Israel justru mengecam pernyataan tersebut, dan menyerukan kepada pemerintah agar mencopot Rabbi Amar dari jabatannya sebagai tokoh agama.
Israel adalah negara yang secara rutin menjadi tempat penyelenggaraan Gay Pride Parade, sebuah event yang dimaksudkan sebagai sebentuk perayaan untuk pencapaian, hak hukum, dan penerimaan sosial kaum LGBT. Perayaan ini biasa dilakukan di Tel Aviv, yang masyarakatnya telah lebih akomodatif terhadap LGBT. Siapa sangka, pada Juni 2022 yang lalu, Gay Pride Parade bahkan mereka selenggarakan di Yerussalem yang menjadi rumah besar bagi penganut Yahudi Ortodoks dan penentang utama LGBTQ di negara tersebut.
Parade tersebut bahkan lebih besar dan heboh dibandingkan parade di Tel Aviv. Ditaksir 100.000 kaum LGBTQ hadir dan tumpah ruah di jalan utama Yerussalem. Ya, Israel diam-diam telah menjadi negara yang paling akomodatif terhadap LGBTQ di antara negara-negara Timur Tengah yang lainnya.
Di dalam sejarahnya, negara pertama yang melegalkan LGBTQ adalah Belanda. Legalisasi itu terjadi pada tahun 2001. Kini, setelah 21 tahun, mengutip data The Human Right Campaign, jumlah negara yang mengikuti Belanda dalam melegalkan LGBTQ sudah mencapai 22 negara, dan disinyalir akan terus membesar dalam beberapa tahun ke depan.
Bagaimana di Indonesia? Belum lama ini banyak pihak menyoroti KUHP baru yang dianggap tidak tegas terkait masalah LGBT. Apakah Indonesia juga akan makin akomodatif terhadap LGBTQ? Tentu belum bisa kita pastikan bahwa ini mengarah ke sana. Semoga tidak.
Lalu, berapa jumlah orang yang telah mengidentifikasi sebagai LGBTQ? Tidak ada angka yang pasti, mengingat kaum LGBTQ di negara-negara yang masih menolak tidak bisa unjuk diri secara leluasa. Namun, ada angka yang pernah diungkap oleh senator dari Provinsi DKI Jakarta, Fahira Idris, dalam FGD yang bertajuk “Bahaya LGBT bagi tatanan sosial-budaya Bangsa Indonesia” bersama Fraksi PKS DPR RI tahun 2016. Ketika itu, ia mengungkap sebuah angka; ada 155 juta orang di dunia yang telah mengindentifikasi diri sebagai penganut LGBTQ.
Pasti, di tahun 2023 ini angka tersebut telah berkembang lebih jauh. Faktanya, meski tak secara terang-terangan menyebut diri sebagai LGBTQ, dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan masyarakat kita, keberadaan kaum ini begitu kasat-mata!
Negara-negara Eropa dan Amerika telah ramai-ramai membuka pintu luas bagi penganut LGBTQ. Agama-agama besar di dunia juga mulai melunak sikapnya. Kini mata panah agenda LGBTQ internasional sedang mengarah ke Timur. Beberapa negara non-Islam semacam China, Jepang, Korea, Thailand, telah bersikap abu-abu. Belum menerima sepenuhnya, namun juga tidak menolaknya! LGBTQ akan mewabah di seluruh dunia. Termasuk ke negara-negara Islam.
Kita semua pasti ingat, betapa vulgarnya kampanye LGBTQ di perhelatan Piala Dunia 2022 di Qatar beberapa waktu lalu. Mungkin itu pemanasan dan peringatan nyata yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin dan pemimpin-pemimpin dunia Islam, bahwa tekanan ini akan makin besar dan agresif.
Ajaran Islam mungkin akan menjadi satu-satunya agama dan keyakinan yang menjadi batu sandungan perkembangan LGBTQ. Prioritas kampanye dan propaganda itu akan deras menghujani negeri-negeri kaum muslimin yang tetap berpegang teguh pada ajaran Allah.
Mewabahnya LGBTQ adalah musibah bagi kehidupan. Bayangkan, jika paham ini menjadi anutan mayoritas penduduk bumi, dapat dipastikan spesies manusia akan punah. Sebab, angka kelahiran menurun dan penyakit seksual sejenis HIV akan meraja-lela.
Islam, kaum muslimin, dan negara-negara Islam harus memosisikan diri menjadi benteng terakhir dari kolonialisme LGBTQ. Tentu dengan dakwah ilallah dan tarbiyah Islam yang serius bagi generasi muslim. Lihatlah di lingkungan terdekat kita, telah banyak generasi Islam yang telah kesambet demit LGBTQ.
“Wahai orang-orang yang beriman; lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka!”