Jadi Tersangka Kasus Pagar Laut, Kepala Desa Kohod Dikorbankan?
Kasus pagar laut di wilayah Tangerang kembali mencuat dengan ditetapkannya Kepala Desa Kohod, Arsin, sebagai tersangka. Polri mengungkap modus operandi pemalsuan dokumen sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut. Hal itu dikatakan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, kepada wartawan pada Selasa (11/2/2025). Djuhandhani menyatakan, Arsin dan beberapa pihak terkait diduga menggunakan surat-surat palsu untuk kepentingan mereka.
“Dari hasil pemeriksaan, di samping perbuatan yang terjadi, penyidik juga mendapatkan modus operandi di mana terlapor (Arsin) dan kawan-kawan membuat menggunakan surat palsu,” kata Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro.
Penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik memeriksa Arsin sebagai terlapor dan 43 saksi lainnya. Namun, muncul pertanyaan besar di tengah masyarakat, apakah Kades Kohod sekadar dikorbankan atau dijadikan “tumbal” dalam kasus ini?
Publik antara lain memertanyakan mengapa hanya pejabat tingkat desa yang dijadikan tersangka. Beberapa pihak menduga bahwa Arsin dijadikan kambing hitam dalam skandal besar yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan pejabat tinggi lainnya.
Baca Juga :
Membuat pagar di laut sepanjang 30 Km lebih merupakan hal ilegal dan bukanlah hal yang sederhana. Dibutuhkan modal besar, perlu ratusan ribu hingga jutaan batang bambu yang digunakan. Dan lagi, pembuatan pagar laut itu tentu tidak akan dilakukan senekad itu jika aturan hukumnya ditegakkan dengan tegas.
Hal itu adalah sesuatu yang ilegal dan jelas melanggar hukum, namun mengapa setelah berdiri sampai sepanjang lebih dari 30 km dan pembuatannya sudah berjalan 4 bulan, serta harus viral terlebih dahulu, kasus ini baru diselidiki? Bagaimana mungkin Kementerian Agraria dan Tata Ruang – Badan Pertanahan Nasional bisa meloloskan sertifikat HGB atas lautan? Bukankah seharusnya ada pengawasan dari Korps Kepolisian Perairan dan Udara?
Seharusnya juga ada peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di sana. Lalu, ke mana mereka selama rentang waktu itu? Di mana pula Pemerintah Daerah, dari Gubernur hingga Kepala Desa? Proses pembangunannya berlangsung lebih dari 4 bulan. Mengapa tak ada satu pun instansi yang menyadari hal itu?
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengakui bahwa wilayah pagar laut di Tangerang memiliki 263 bidang sertifikat HGB. Salah satu pemilik sertifikat tersebut adalah PT Intan Agung Makmur, perusahaan yang terafiliasi dengan PIK-2 (Agung Sedayu Group). Perusahaan itu terkait dengan PT Mutiara Intan yang mendapat fasilitas Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk mengelola kawasan PIK-2. Selain itu, PT Cahaya Inti Sentosa yang merupakan anak usaha dari PT Pantai Indah Kapuk 2 (PANI) juga diduga terlibat dalam penguasaan lahan di kawasan tersebut.
“Kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut, sebagaimana yang muncul di banyak sosmed tersebut. Jumlahnya 263 bidang dalam bentuk SHGB. Atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Kemudian, atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang. Ada juga SHM atas 17 bidang,” kata Nusron Wahid.
Baca Juga :
Tanggapan Tokoh
Beberapa tokoh publik pun mengritisi proses hukum dalam kasus ini dan mencurigai adanya upaya pengalihan isu. Salah satunya adalah Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu. Ia menilai ada upaya pengalihan isu dalam kasus itu, sehingga seolah hanya menyalahkan kepala desa. Padahal, menurut dia, Kepala Desa Kohod hanyalah pelaksana dari keinginan pengembang.
“Pengalihan isu atau isolasi kasus pemagaran laut dengan kasus Kades Kohod. Pertama, tidak menyentuh pembuat pagar. Kedua, tidak menyentuh 15 desa/kades lain. Ketiga, menggiring opini seakan pengembang adalah korban yang ditipu Kades, padahal faktanya Kades hanya pelaksana kemauan pengembang. Terus kita awasi,” tulis Said Didu di akun X-nya pada Kamis, 13 Februari 2024.
Mulyanto, Mantan Anggota DPR RI (periode 2019-2024) dari Dapil Banten III, juga memertanyakan keterlibatan pihak-pihak besar. “Siapa DALANG di balik kasus SHGB dan pagar laut di Banten? Tentunya bukan hanya KADES KOHOD sorangan atau pegawai kecil BPN. Rakyat menuntut aparat menuntaskan sampai ke dalang dan beking kasus ini. Swasta kok dikasih status PSN, mikir dong…” tulis Mulyanto di akun X-nya pada tanggal yang sama.