Judi: Awalnya Wani Taruhan, Selanjutnya eh Malah Kecanduan
Judi. Satu kegiatan yang bisa jadi pernah kita temui di kehidupan sekeliling. Sebagai fenomena yang populer, tak ada salahnya jika kita simak testimoni dari eks-pemainnya. Kali ini datang dari TM. Berdasar pengalamannya, ia berkisah.
“Awal-awal, saat feeling bagus, pasti menang. Lama-lama, saat sudah menang, pasti ingin lagi. Kalau sudah kalah, ingin bertaruh lagi untuk menutup kekalahan sebelumnya. Seperti itu terus, pasti,” (Rahman, I.K., “Cerita Mantan Pemain Judi Bola: Menang Dikit Utang Numpuk”, 9 September 2020.
Selalu ada kisah pemain judi yang dapat melenyapkan laptop, sepeda motor, dan barang berharga lain, tanpa merusak bendanya. Bahkan, jika sudah tidak punya modal pun pemain masih bisa berpartisipasi, karena bandar akan memberi tawaran bisa bayar nanti (pay-later), pun pinjaman kawan bisa jadi alternatifnya. Ditambah lagi, arena judi tak hanya satu. Tersedia bejibun link yang dapat diakses oleh pemain, utamanya via smartphone. Seperti kata TM, “Kalau link diblokir, alternatif link lain sangat banyak. Tanpa aplikasi peretas, pihak situs judi akan mengirim link baru setiap kali login,”
Tentu, pengalaman serupa TM ini juga pernah dialami pemain lain. Menguatnya rasa penasaran untuk memenangkan judi mendorong pemainnya beranjak dari deposit ke deposit, hingga tak terasa isi dompet terkuras, bak terperosok ke jurang kekalahan lalu terhimpit. Awalnya sekadar iseng-iseng berhadiah, coba-coba membuat akun, dan mengadu peruntungan, lantas pancingan kemenangan berhasil membuat pemainnya keranjingan. Kalau kata DA (eks-pemain), “Yakinlah, bahwa judi itu candu. Untuk berhenti tidak sesederhana yang orang bayangkan. Kegilaan-kegilaan terjadi berulang kali. Logika seperti telah hilang,” (Alamsyah, S., “Hilang Rumah hingga Gila Angka, 6 Kisah Miris Korban Judi Online di Jawa Barat”, 30 Juni 2024.
Walau pun ia tahu bahwa judi itu dilarang dalam agama, pun melanggar Pasal 303 KUHP, tetapi yang terpenting bagi si pemain ialah “tiada hari tanpa judi”. Menang besar atau kalah besar menjadi cerita harian si pemain. Lingkar pertemanannya juga bisa jadi memiliki kebiasaan yang sama. Ya, foya-foya ketika menang, di-bully ketika kalah. Sembari tak lupa saling bertukar info. situs gacor dan tips, misalnya asumsi “bermain di jam sekian-sekian, pasti akan menang”, menghitung tanggal atau hari mujur, deponya harus besar jika ingin menang besar, dan lain-lain. Info-info yang sebetulnya hanya bentuk lain dari gelagat nafsu.
Walau pun pola hidup berubah, itu bukan masalah. Tak lagi fokus kerja, juga tidak masalah. Sebab, ia telah terobsesi oleh kemenangan besar atau ajaib yang pernah didapatkan. Via pengalaman ini pula, logika si pemain turut terhipnotis, sehingga ogah berhenti “bermain”.
Miris, memang. Di dalam sebuah laporan per Juni 2024, menurut Tjahjanto (Menko-Polhukam), terdapat jutaan orang yang terdeteksi melakukan judi (M, Nabilah, “4 Juta Orang Indonesia Judi Online, dari Anak sampai Orangtua”, 24 Juni 2024.
Usia pemainnya beragam, dari anak-anak sampai orang tua. Di taraf wilayah, dilaporkan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan pelaku judi terbanyak nasional. Disusul provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur (M. Nabilah, “Jawa Barat, Provinsi dengan Pemain Judi Online Terbanyak”, 6 Juni 2024.
Selain itu, menurut temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), di tahun 2017 ada sekitar 250.000 transaksi judi dengan nilai total 2 triliun Rupiah. Di tahun-tahun berikutnya, transaksi serupa terus meningkat hingga nilainya mencapai ratusan triliun Rupiah. Sepanjang tahun 2023, misalnya, PPATK menemukan sekitar 168 juta transaksi judi dengan nilai total 327 triliun Rupiah (Ahdiat, A., “Judi Online Kian Marak, Transaksinya Tembus Ratusan Triliun”, 10 Juni 2024.
Dengan kata lain, walau pun judi merupakan aktivitas yang dilarang di Indonesia, tetapi trennya kian marak dari tahun ke tahun. Tentu kemenangan besar (jackpot) pun menjadi faktor daya tarik bagi pemain judi. Sehingga, tidak dimungkiri adanya fakta, bahwa terlihat pelepasan dopamine pada pemain saat mendapatkan hadiah. Semakin besar hadiahnya, semakin tinggi tingkat keinginannya untuk selalu berjudi atau kecanduan judi.
Sebaliknya, ketika mendapatkan kekalahan dan kerugian, disadari atau tak disadari, peran otak menjadi lemah dan mengalami kerusakan, menurunnya imun tubuh, bahkan bisa berujung bunuh diri (Satriyono, D. dan Ula, D. M., “Dampak Judi Online di Kalangan Masyarakat Kab. Katingan Daerah Tumbang Samba”, Jurnal Triwikrama Vol. 2 No. 6, 2023). Alhasil, tidak sedikit penelitian yang melaporkan, pencandu judi mengidap gangguan psikologis ditandai dengan ketidak-stabilan emosi, sulit berkonsentrasi selain urusan judi, mudah marah, tidak ada gairah dalam beraktifitas, hingga mengalami depresi berkepanjangan. Artinya, judi tidak jarang membawa konsekuensi yang negatif atau kemudaratan.
Berbohong kepada orang tua tentang situasi keuangan atau adanya orang tua yang kerap mendengar anaknya memiliki hutang akibat judi adalah beberapa contoh dampak material dari maraknya perjudian. Banyak mengurung diri disertai kurang percaya diri dalam lingkungan produktif, namun giat bersosialisasi dalam circle yang menghabiskan waktu untuk judi; merupakan cerminan dampak sosial dari mencoloknya perjudian. Kerap meninggalkan ibadah harian karena sibuk dengan perjudian, jika tidak diajak untuk segera “kembali” lambat laun menjadi orang yang lalai dalam beribadah; ialah jejak dampak keagamaan dari santernya perjudian (Imtihan F. R. dan Ula D. M., “Strategi Pencegahan dan Penanganan Kecanduan Judi Online Kalangan Remaja di Wilayah Desa Ungaran”, Jurnal Triwikrama Vol. 3 No. 11, 2024). Pun masih banyak lagi efek samping judi selain yang tersebut di sini.
Perjudian menjadi penyakit yang sulit sekali diatasi, lantaran pelbagai persepsi yang mengitarinya, seperti meyakini judi dapat mendatangkan keuntungan besar (impresi rasionalitas instrumental), spontanitas yang akhirnya menimbulkan hasrat berjudi (sensasi tindakan afektif), dan terus meningkatnya tren perjudian yang menandai banyaknya jalinan antar individu maupun influencer pengiklan, pemain, atau pun peraup keuntungan material (cerapan tindakan rasional berorientasi nilai) Addiansyah W. dan Rofi’ah, “Kecanduan Judi Online di Kalangan Remaja Desa Cilebut Barat Kec. Sukaraja Kab. Bogor”, Jurnal Manifesto Vol. 1 No. 1, 2023). Persepsi keliru yang membuahkan perilaku menyimpang ini hadir, lantaran masifnya interaksi dan internalisasi perjudian ke dalam individu dari lingkungannya. Jika sudah demikian, apakah akan dibiarkan begitu saja?
Sebagai penghujung coretan, tak ada ruginya kita merenung. Bagaimana jadinya ketika seseorang tak mempertanyakan moralitas dalam mencari kekayaan atau mengandalkan keberuntungan melalui perjudian? Bagaimana jadinya jika seseorang tak menganggap bahwa mengandalkan perjudian adalah upaya yang salah arah dan tak punya kedalaman intelektual? Bagaimana jadinya jika seseorang terpaku-terbelenggu pada kenikmatan sesaat menuruti hasrat materi? Bagaimana jadinya apabila seseorang hanya menginginkan untuk mendapatkan keuntungan materi lewat perjudian?
Bagaimana jadinya kalau seseorang tak peduli terhadap dampak ekonomi dan sosial dari perjudian (Coote, Jason, “Exploring Plato’s Philosophical Insights on Gambling: A Journey into Ethics, Knowledge, and Human Nature”,?
Kalau sudah demikian, menjadi pentingkah untuk mengevaluasi konsekuensi perjudian dalam kehidupan?