Kado Hari Lingkungan Hidup: Udara Jakarta Terburuk Ketiga di Dunia
Pada Rabu, 7 Juni 2023, Indonesia ditempatkan di posisi ketiga dalam Daftar 10 Besar Kota dengan Polusi Udara Terburuk. Sekaligus menjadi kota dengan kualitas udara paling buruk di Asia Tenggara. Sedangkan bbc.com kemarin (8/6) melansir, dua pekan terakhir ini Jakarta beberapa kali menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia berdasarkan data IQAir.
IQAir adalah perusahaan teknologi kualitas udara Swiss yang antara lain melakukan pengukuran AQI. AQI (Air Quality Indeks) atau Indeks Kualitas Udara adalah ukuran yang dipakai untuk menilai pencemaran udara di suatu daerah. Umumnya, setiap negara punya indeks berbeda untuk menentukan status pencemaran udara di wilayahnya.
Tentu kabar yang kemarin ramai disiarkan media massa itu bukan berita gembira. Apalagi, berita itu dilansir dan beredar di Indonesia hanya tiga hari setelah Hari Lingkungan Hidup yang diperingati pada 5 Juni 2023. Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day diperingati setiap tahun di tanggal 5 Juni, sejak tahun 1972. Pada 5 Juni 1972 itu, Majelis Umum PBB menetapkan 5 juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia saat berlangsungnya Konferensi Stockholm.
Baca juga: Krisis Lingkungan Hidup: Kita Naik Perahu yang Sama
Seakan, pengumuman masuknya Jakarta dalam Daftar 10 Besar Kota dengan Polusi Udara Terburuk itu menjadi kado (yang tak menggembirakan) di Hari Lingkungan Hidup. Ditambah lagi, pada Kamis, 8 Juni 2023 malam, IQAir mengukur rata-rata indeks kualitas udara (air quality index/AQI) di Jakarta berada di level 111 AQI US. Angka itu berarti 11,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
Kualitas udara yang buruk bukan hanya terkait dengan isu kerusakan lingkungan hidup. Tetapi, juga berhubungan dengan pemanfaatan energi. Artinya, angka tinggi tentang buruknya kualitas udara di Jakarta itu antara lain juga dipengaruhi oleh perilaku warga yang kerap tak bijak memanfaatkan energi. Selain itu, faktor cuaca juga berperan. Jarang melakukan uji emisi terhadap kendaraan bermotor, boros bahan bakar, hingga penggunaan AC atau pendingin ruangan yang berlebihan, menjadi contoh perilaku warga kota sehari-hari, yang tanpa disadari menjadi kebiasaan yang turut menyumbang kian buruknya kualitas udara.
Menyimak perkembangan lingkungan kita belakangan ini, tampaknya perlu kita bangkitkan kesadaran kolektif untuk lebih peduli pada kelestarian lingkungan. Upaya lebih menghijaukan lagi bumi pertiwi perlu terus digelorakan. Manfaatkan lahan sekecil apa pun untuk menanam pohon. Apa pun benih yang kita tanam akan memberi kontribusi positif bagi kualitas udara yang lebih baik. Setidaknya, ia akan dapat sedikit mengurangi dampak panasnya udara karena cuaca yang sedang berlangsung.
Baca juga: Hari Lingkungan Hidup: Jangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi!
Bukan hanya masyarakat. Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, juga perlu menunjukkan keberpihakan yang lebih kuat terhadap penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan. Wacana penggunaan kendaraan berbahan bakar listrik memang menjadi isu yang kerap mendapat tanggapan positif masyarakat. Namun, perlu dipikirkan juga tentang penerapan energi alternatif untuk pembangkit tenaga listrik.
Jika tetap mengandalkan bahan bakar fosil semisal batu bara untuk pembangkit tenaga listrik, maka masalah akan tetap muncul karena ketersediaan batu bara pun memiliki batas. Di sisi lain, penerapan bahan bakar alternatif dari sumber energi baru dan terbarukan, semisal energi air dan panas bumi, juga memerlukan kebijakan, karena juga terkait dengan banyak hal lain, semisal anggaran.
Belumlah terlambat untuk membuat perubahan. Yang dibutuhkan adalah membentuk kesadaran kolektif bahwa kita hidup di bumi yang sama. Jadi, masalah yang muncul adalah juga masalah kita semua. Dan upaya untuk mengatasi masalah seyogianya juga menjadi perhatian semua orang.
Mari mulai dari sekarang, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, kita lakukan sesuatu untuk – setidaknya – meminimalkan kerusakan lingkungan. Bukankah Allah SWT melarang kita – manusia – untuk berbuat kerusakan di bumi?