Kak Sinyo: “Menyikapi LGBT, Negara Harus Hadir”
Bulan Juni 2023 ini ada dua kasus terkait LGBT yang terungkap. Dua-duanya terjadi di dalam lembaga pendidikan. Yaitu kasus temuan grup whatsapp yang terindikasi memuat konten LGBT di kalangan siswa SD di Pekanbaru dan kasus pemberian sanksi terhadap dua oknum dosen di Padang lantaran terindikasi LGBT.
Menanggapi dua kasus itu, Aktivis Pendampingan Anak, Kak Sinyo, mengatakan, sebagai upaya penyebaran nilai kalangan LGBT, temuan kasus itu adalah gejala yang biasa. Sebab, seperti juga manusia yang lain, kalangan LGBT mempunyai nilai dan mereka ingin menularkan nilai-nilai itu kepada manusia lain. Tetapi kampanye LGBTQ ini kemudian memunculkan semacam euforia, karena oleh mereka dianggap sebagai sesuatu yang asyik dan memenuhi unsur human right atau menjunjung tinggi kesamaan hak asasi manusia.
“Saat ini mereka sedang punya power, punya uang, dan didukung oleh beberapa penelitian di dunia barat yang menganggap bahwa ‘LGBT itu bukan suatu penyakit’. Jadi, sekarang ini LGBT lagi booming saja. Tetapi, secara fikrah atau ide, penerapan nilai-nilai itu akan menghadapi perlawanan. Di negeri asalnya saja, mereka sedang menghadapi perlawanan. Banyak yang menentang kampanye LGBT. Yang menjadi persoalan adalah negara kita ini sering ketinggalan update. Misalnya ketika mereka lagi punya ide ‘nggak mau punya anak’ atau free child, lalu ketika beberapa tahun kemudian mereka kebigungan karena masalah demografi dan sebagainya, masyarakat kita di Indonesia malah baru mau ikut-ikutan. Lalu terjadi polemik. Sedangkan di negara mereka sendiri hal itu sudah banyak perlawanan. Kita ketinggalan update. Jadi, sebenarnya munculnya kasus LGBT di Indonesia itu hal biasa saja. Tetapi, karena dibalut dengan banyaknya persoalan di Indonesia, seakan-akan ini adalah hal yang baru,” kata pria bernama lengkap Sinyo Agung Sugiarto, S.Pd, M.Psi itu.
Kak Sinyo menuturkan hal itu kepada sabili.id usai tampil sebagai Pembicara dalam Seminar Remaja Islam bertajuk “Mengapa MUI Melarang Coldplay Konser di Indonesia” yang digelar di Masjid Al Amanah, di Kompleks Perumahan Citra Indah, Jonggol, Jawa Barat, Minggu, 25 Juni 2023 petang. Seminar tersebut diselenggarakan oleh FMC (Forum Masjid dan Mushalla se-Citra Indah). FMC adalah forum yang beranggotakan DKM-DKM yang ada di Kompleks Perumahan Citra Indah. Saat ini terdapat 49 masjid/mushalla se-Citra Indah yang tergabung dalam FMC.
Lebih lanjut, penulis buku Agar Si Buah Hati Tak Menjadi ELJIBITI itu mengatakan, saat ini produk-produk kelompok bisnis yang mendukung LGBT pun sedang mengalami penurunan penjualan karena perlawan itu. Konsumen tak mau membeli produk-produk yang dbalut trade bound bernuansa LGBT. Akhirnya, karyawan mereka mengadakan aksi demonstrasi agar produk mereka tak lagi memasang hal-hal serupa itu.
“Nah, di Indonesia tren seperti ini justru baru mau mulai. Ditambah dengan ketidaktahuan masyarakat, misalnya tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik, ditambah lagi masalah ekonomi, carut-marut masalah sosial, dan macam-macam lain, sehingga soal LGBT menjadi besar. Dan hal LGBT ini juga masih belum dijadikan sebagai suatu fokus yang mengharuskan negara hadir dan turun tangan. Belum. Setahu saya, sejak zaman Pak Karno sampai Pak Jokowi, isu LGBT ini bukan sesuatu yang seksi untuk dijadikan bahan ‘jualan’ kepada pemilih,” ucapnya.
Kak Sinyo tak menampik kemungkinan bahwa ada desain besar untuk memasukkan nilai-nilai itu secara global. Sehingga, ada indikasi mereka memanfaatkan unsur politik termasuk dengan menggunakan anggaran yang besar agar nilai-nilai itu bisa diterima di negara lain khususnya negara berkembang. Dan sampai saat ini Indonesia belum bisa tegas terhadap kepentingan itu, dan menegaskan tidak boleh ada hal yang berkaitan dengan LGBT.
“Saya kurang tahu masalah politik, karena hal itu di luar kapasitas saya. Jika bicara politik, tentunya hal ini akan berkaitan dengan soal anggaran yang digulirkan dan sebagainya. Tentunya ada, misalnya tentang adanya nlai-nilai politik tertentu yang dikedepankan agar negara-negara berkembang ini tidak maju-maju, tetapi soal itu wallahu a’lam. Saya tidak bisa bicara tentang hal itu karena itu bukan kapasitas saya,” kata Alumni Program Pascasarjana Jurusan Psikometri UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu pula.
Menurut dia, saat ini yang bisa dilakukan untuk membendung arus LGBT adalah menguatkan keluarga. Semua orangtua – maupun calon orangtua – perlu melengkapi diri dengan persiapan pengetahuan tentang bagaimana membina keluarga yang baik. Termasuk ilmu parenting. Sehingga, landasan moral dan akhlak di dalam diri anak-anak sudah cukup kuat untuk menangkal derasnya arus informasi yang macam-macam dari sana-sini.
“Kedekatan antara orangtua dengan anak harus lebih ditingkatkan. Seharusnya, kita sebagai orangtua bisa menjadi center bagi mereka. Artinya, kalau ada apa-apa mereka ngomong ke kita, orangtuanya. Sehingga, kalau nanti mereka masuk ke masyarakat tidak seperti masuk ke hutan belantara. Walaupun mereka mendapatkan terpaan nilai-nilai dari luar, mereka tetap percaya bahwa ‘Orangtua aku adalah yang paling sayang sama aku’. Jadi kedekatan anak dengan orangtua itu penting,” tegasnya.
Ayah dua anak ini juga menyoroti betul pentingnya Negara Hadir dan turun tangan untuk mengatasi masalah LGBT di Indonesia. Selama ini kita masih lebih mengutamakan pembangunan fisik ketimbang pembangunan sosial masyarakat. Sehingga, ketika terjadi masalah sosial, masyarakat terkesan tidak siap mengantisipasi dan mengatasinya.
“Misalnya kalau terjadi kejahatan seksual, jangankan anak-anak SD atau SMP, orangtuanya saja bingung, Pengurus RT juga bingung, mau ngapain. Itu karena memang selama ini tidak ada standard operating procedure tentang bagaimana penanganannya,” ujar penulis buku Tetap Gaul Tapi Syar’i ini.
Founder Yayasan Peduli Sahabat itu kembali menekankan perlunya kehadiran negara. “Nah, menyikapi kondisi LGBT sekarang ini, menurut saya memang semestinya negara turun tangan. Pancasila harus lebih digalakkan kembali. Dan Alhamdulillah, saya lihat sekarang ini beberapa pemerintah daerah – walaupun belum secara nasional – sudah mulai mengeluarkan perda-perda yang arahnya ke sana. Misalnya Makassar, Sumbar, itu sudah mulai mengeluarkan perda terkait aturan tentang LGBT. Walaupun belum menyentuh ke hukum pidana dan baru ke hukum sosial, tetapi setidaknya sudah ada aturan yang arahnya ke sana. Tentang bagaimana merawat orang yang HIV, dan sebagainya,” katanya.
Yayasan Peduli Sahabat yang ia kelola adalah lembaga yang aktif memberikan informasi, edukasi, konsultasi, dan pendampingan seputar dunia orientasi seksual. Yayasan Peduli Sahabat banyak membantu pelaku LGBT yang ingin kembali ke fitrahnya. Syaratnya, mereka harus memiliki keinginan untuk sembuh.