Kaki Tak Bisa Kena Air, Apakah Boleh Tayammum Saja?

Tanya:

Afwan, Ustadz. Saya ingin bertanya.

Ibu saya mengalami luka di kakinya. Lukanya menahun dan lumayan besar. Kaki yang ada lukanya itu tidak bisa sering kena air. Jika sering kena air, maka lukanya semakin parah. Bolehkah ibu saya ini tayammum setiap hari, ustadz? Mohon pencerahannya, ustadz.

-- Hamba Allah

 

Jawab:

Untuk masalah ini, jika dijawab dengan perbandingan madzhab, maka ada banyak perbedaan pendapat dalam rinciannya.

Di sini kami memilih pendapat madzhab Hanafi dan Maliki, yaitu tidak boleh tayammum, tetapi hendaknya luka itu dibalut perban, lalu berwudhu sebagaimana biasa untuk anggota tubuh wudhu yang bisa kena air. Khusus untuk kaki yang terdapat luka yang diperban itu, bisa diusap. Jika berdasarkan madzhab Maliki, mengusapkan air di atas perban tersebut wajib. Tetapi hal itu tidak wajib kalau berdasarkan madzhab Hanafi. Maka, sebaiknya hal itu dilakukan agar keluar dari perbedaan pendapat.

Caranya, berwudhu sebagaimana biasa, setelah sampai rukun mengusap kaki maka kaki yang luka itu cukup diusap. Yaitu, membasahi tangan dengan air lalu usapkan tangan tersebut di atas perban kaki secara merata, cukup satu kali saja, dan jika ada mata kaki atau jari yang masih tampak maka hendaknya dikenakan air secara langsung.

Haruskah Menyebut Nama Pequrban Saat Menyembelih Hewan Qurban?
Haruskah menyebut nama pequrban saat menyembelih hewan qurban? Pertanyaan itu dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc (Mudir Pesantren Bina Insan Kamil DKI Jakarta dan Pembina Yayasan Golden Future Indonesia).

Sementara untuk kaki yang satunya lagi (yang sehat), wajib dikenakan air seperti melakukan wudhu biasa.

Sampai di situ tak perlu ditambah dengan tayammum.

 Referensi:

1.Kitab Al-Ikhtiyar li Ta’lil Al-Mukhtar karya Abdullah Al-Baldahi Al-Hanafi jilid 1 halaman 23:

(وَلَا يَجْمَعُ بَيْنَ الْوُضُوءِ وَالتَّيَمُّمِ، فَمَنْ كَانَ بِهِ جِرَاحَةٌ) يَضُرُّهَا الْمَاءُ وَوَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ. (غَسَلَ بَدَنَهُ إِلَّا مَوْضِعَهَا وَلَا يَتَيَمَّمُ لَهَا) ، وَكَذَلِكَ إِنْ كَانَتِ الْجِرَاحَةُ فِي شَيْءٍ مِنْ أَعْضَاءِ الْوُضُوءِ غَسَلَ الْبَاقِيَ إِلَّا مَوْضِعَهَا. وَلَا يَتَيَمَّمُ لَهَا وَإِنْ كَانَ الْجِرَاحُ أَوِ الْجُدَرِيُّ فِي أَكْثَرِ جَسَدِهِ فَإِنَّهُ يَتَيَمَّمُ وَلَا يَغْسِلُ بَقِيَّةَ جَسَدِهِ؛ لِأَنَّ الْجَمْعَ بَيْنَهُمَا جَمْعٌ بَيْنَ الْبَدَلِ وَالْمُبْدَلِ وَلَا نَظِيرَ لَهُ فِي الشَّرْعِ

Tidak digabung antara wudhu dengan tayammum. Maka, siapa yang punya luka yang bahaya kena air sementara dia wajib mandi, maka dia cukup membasuh badan yang lain tidak dengan yang terluka itu, dan tidak pula ditayammumi. Demikian pula kalau ada anggota wudhu yang terluka, maka cukup membasuh yang lain sementara yang luka dibiarkan saja, tidak perlu diganti tayammum. Kalau dia punya luka atau kudis di sebagian besar badannya, maka dia bertayammum dan tidak membasuh bagian badan yang masih boleh kena air. Karena menggabung antara tayammum dengan membasuh adalah menggabung pengganti dengan yang digantikan dan itu tidak ada bandingannya dalam syariat.

Menabung Dapat Hadiah, Apa Hukumnya?
Para ulama sepakat, hadiah yang diberikan lantaran hutang adalah riba. Sebab, itu berarti keuntungan materiil yang diperoleh kreditur dari piutangnya. Kecuali jika antara kreditur dan debitur memang biasa memberikan hadiah sebelum terjadinya akad utang piutang di antara mereka.

 2.Kitab At-Tabshirah karya Imam Abu Hasan Al-Lakhmi Al-Maliki, jilid 1 halaman 114:

ويجوز المسح على الجبائر وإن لم تشد على طهارة، بخلاف الخفين؛ لأن مباشرة الماء للجرح يفسده، ولأن غسل الجبائر للضرورة، فلم يكن عليه أن يتوضأ في موضع لم يخاطب فيه للصلاة.

Boleh mengusap di atas perban meski ketika diikat belum dalam keadaan thaharah, berbeda dengan kedua khuf (alas kaki). Karena kalau luka dikenakan air dulu akan memerparahnya. Lagipula mengusap jabirah (perban) ini adalah karena darurat, maka dia tidak harus berwudhu di tempat yang dia tidak diperintahkan padanya, untuk shalat.

 3.Kitab Adz-Dzakhirah karya Syihabuddin Al-Qarafi jilid 1 halaman 317:

قَالَ صَاحِبُ الطَّرَّازِ وَالْأَحَادِيثُ فِي هَذَا الْبَابِ وَاهِيَةٌ فَنَعْدِلُ إِلَى الْقِيَاسِ عَلَى الْخُفَّيْنِ بِجَامِعِ الضَّرُورَةِ وَبِطْرِيقِ الْأَوْلَى لِمَزِيدِ الشِّدَّةِ وَيُؤَكِّدُ هَذَا الْقِيَاسَ مَا فِي أَبِي دَاوُدَ أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ بَعَثَ سَرِيَّةً فَأَصَابَهُمُ الْبَرْدُ فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - أَمَرَهُمْ أَنْ يَمْسَحُوا عَلَى الْعَصَائِبِ وَالتَّسَاخِينِ قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ الْعَصَائِبُ الْعَمَائِمُ وَالتَّسَاخِينُ الْخِفَافُ وَإِذَا جَازَ الْمَسْحُ لِضَرُورَةِ الْبَرْدِ فَأَوْلَى الْجِرَاحُ.

Penulis kitab Ath-Thiraz (Sind bin Anan Al Azdi -penerj) mengatakan bahwa hadits-hadits dalam masalah mengusap perban ini semuanya sangat lemah, maka kami beralih ke qiyas kepada mengusap khuf, kesamaannya dalam hal keperluan dan tambahan lagi khusus untuk perban ini ada kesulitan untuk dicabut, sehingga qiyas-nya adalah qiyas awlawi. Qiyas ini diperkuat oleh Riwayat Abu Daud di mana Rasulullah mengutus pasukan di satu malam yang dingin dan beliau memerintahkan mereka ketika berwudhu untuk mengusap saja di atas surban dan sepatu. Kalau mengusap lantaran kedinginan saja dibolehkan, apalagi lantaran luka.

 

-------------------------------------------------------------------------

 Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc (Mudir Pesantren Bina Insan Kamil, DKI Jakarta).

Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silakan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: redaktursabili@gmail.com