KAMMI DIY Nilai Peraturan Paskibraka Lepas Jilbab sebagai Diskriminatif
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (KAMMI DIY) mengecam pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, saat konferensi pers pada 14 Agustus 2024. Pernyataan itu dikeluarkan terkait isu tentang adanya aturan pencopotan jilbab bagi para anggota PASKIBRAKA (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) Nasional tahun 2024. Ketika itu, Yudian Wahyudi yang juga mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga itu menyebut bahwa seluruh Anggota Paskibraka menjalankan tugas mereka secara “sukarela dalam rangka mematuhi peraturan yang ada”.
KAMMI DIY menilai, pernyataan Kepala BPIP itu menunjukkan bahwa lewat Peraturan Nomor 35 Tahun 2024 yang dikeluarkan itu, BPIP telah berlaku diskriminatif. BPIP juga dinilai tidak mempertimbangkan nilai-nilai budaya serta agama yang sudah ada di masyarakat.
Sebelumnya, sempat viral di media sosial dan media massa nasional, kabar tentang adanya dugaan bahwa anggota perempuan PASKIBRAKA 2024 yang sehari-hari mengenakan jilbab diwajibkan mencopot jilbabnya saat pengukuhan sebagai pasukan pengibar bendera pusaka oleh Presiden RI, Joko Widodo, di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diduga sebagai pihak yang berperan di balik peraturan tentang pelepasan jilbab bagi anggota perempuan PASKIBRAKA 2024 yang berhijab.
Sesudah polemik merebak, Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, mengeluarkan tanggapan. Menanggapi polemik yang merebak tentang Anggota PASKIBRAKA Tahun 2024 yang tidak menggunakan jilbab padahal sebelumnya memakai jilbab, Yudian Wahyudi menyebut, para anggota PASKIBRAKA Muslimah itu dengan sukarela mengikuti aturan terkait pakaian.
“BPIP memahami aspirasi Masyarakat. BPIP menegaskan, tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab. Penampilan PASKIBRA putri dengan mengenakan pakaian, atribut dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada tugas kenegaraan, yaitu pengukuhan PASKIBRAKA adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada,” kata Yudian dalam jumpa pers di IKN Nusantara, seperti ditayangkan dalam siaran live CNN Indonesia TV, Rabu (14/8/2024).
Kabid Bidang Perempuan KAMMI DIY, Novia Ramadhani, menilai bahwa adanya aturan tersebut berarti mencederai prinsip kebhinnekaan di Indonesia. Menurut dia, standar pakaian yang tercantum dalam peraturan tersebut, termasuk pelarangan penggunaan jilbab, itu bertentangan dengan tata nilai budaya dan agama di Indonesia.
“Penerapan standar yang bertentangan dengan nilai-nilai ini mencederai semangat Pancasila yang menjunjung tinggi kebhinnekaan,” ujar Novia.
Ketua KAMMI DIY, Salman Al-Farisiy, juga mengekspresikan kekecewaannya terhadap peraturan tersebut. Dia menyatakan bahwa implementasi peraturan itu memaksa salah satu anggota kontingen PASKIBRAKA dari DI Yogyakarta untuk melepas jilbab yang ia kenakan. Salman menambahkan bahwa meski pun Istana Negara telah mengeluarkan pernyataan yang memperbolehkan penggunaan jilbab, KAMMI DIY masih berharap agar ada pembahuruan terhadap peraturan yang ada, untuk mengakomodasi pakaian dan busana yang mencerminkan nilai budaya dan agama lain di Indonesia.
“Yogyakarta memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan perubahan yang lebih inklusif,” tutup Salman.