Kampanye LGBT Menyasar (Lagi) Anak-anak
Sebuah videoklip lagu berjudul “Accidents Happen - Play Time” di kanal YouTube Lellobee menjadi viral dan meresahkan orang tua di Indonesia. Lagu anak dengan visualisasi kartun itu berkisah tentang aktivitas anak-anak bermain di sebuah taman bermain. Di tengah aktivitas bermain itu, sejumlah anak mengalami kecelakaan kecil dan terjatuh. Ada yang jatuh dari ayunan, skuter, maupun seluncuran (anak-anak di Jakarta dan sekitarnya menyebutnya perosotan, red). Saat mereka sedang kesakitan, ada nenek dan kakak mereka yang datang membantu, dan semuanya menjadi baik-baik saja.
Lalu gambar kartun di videoklip itu mengisahkan seorang anak yang jatuh saat main seluncuran dan kesakitan. Lalu dua lelaki dewasa menghampiri dan membatu dia hingga tak lagi kesakitan. Seiring lirik lagunya, “… When I had an accident, and then I fell! I was feeling oh so sad, my boo boo hurt really bad, buat then my pappa and my dad ‘We’re here to help’…”
Adegan inilah yang membuat resah sejumlah orang tua. Khususnya pada potongan lirik dalam video yang lantas viral itu, yaitu “my pappa and my dad: ‘We’re here to help“ atau "papa dan ayahku: kami siap membantu”. Warganet menduga, ini adalah bagian dari kampanye LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Istilah “papa dan ayahku” di videoklip itu diduga merujuk pada pasangan LGBT yang merupakan keluarga si anak itu.
Sedangkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menjabarkan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. Menurut UU, definisi keluarga merujuk pada pasangan laki-laki dan perempuan yang menjadi orang tua dalam sebuah keluarga. Indonesia tidak mengakui pernikahan pasangan sesama jenis.
Baca Juga : LGBT Membayangi Anak-anak
Menanggapi videoklip viral yang diduga mengandung unsur LGBT itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam konferensi pers Kamis, 24 Agustus 2023, menyatakan, telah mengirim surat resmi kepada Youtube Indonesia untuk segera mengambil langkah tegas. Sebelumnya, KemenPPPA telah menerima sejumlah laporan dan keluhan dari masyarakat tentang konten Youtube Kids tersebut. Laporan itu mengeluhkan konten videoklip yang mengandung unsur informasi yang tak layak bagi anak Indonesia karena dapat menjadi sarana promosi LGBT.
“KemenPPPA mengimbau agar Youtube Indonesia dapat mengambil langkah berupa penghentian tayangan dengan konten informasi yang tidak layak anak di YouTube Kids, yaitu informasi yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, radikalisme, termasuk LGBT dan informasi lain, yang dapat meresahkan masyarakat,” kata Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani.
Tingkatkan Pengawasan Gawai
Menurut Rini, pihaknya juga meminta agar YoutubeIndonesia meningkatkan proses seleksi dan kurasi terhadap konten-konten anak sebelum disajikan kepada masyarakat atau pengguna Youtube Kids. KemenPPPA juga menekankan sejumlah poin, antara lain agar pihak Youtube Indonesia meningkatkan program dan konten informasi layak anak yang edukatif, serta menimbulkan perasaan senang, bahagia, dan ceria, yang bermanfaat bagi proses tumbuh kembang anak, serta bersama pemerintah maupun pihak lain untuk membuat sosialisasi informasi layak anak yang sesuai dengan tingkatan usia dan perkembangan anak.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menambahkan, KemenPPPA juga akan memperkuat koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dalam rangka mengelorakan imbauan agar orang tua dan keluarga meningkatkan pengawasan terhadap informasi bagi anak-anak. Khususnya lewat gawai. Sebab, saat ini kemajuan teknologi informasi dapat dengan mudah diakses dan hal itu memunculkan kekhawatiran, terutama bagi orang tua, karena anak-anak kini berpeluang besar mengakses informasi yang tak sesuai untuk usianya. Viralnya cuplikan videoklip yang berpotensi mengandung unsur LGBT itu adalah buktinya.
“Orang tua tentu berharap anaknya mendapat informasi yang layak sesuai dengan usianya. Hal ini harus menjadi bentuk kewaspadaan tersendiri bagi orang tua, khususnya dalam melakukan pengawasan terhadap konten informasi yang diakses anak saat menggunakan gadget,” jelas Nahar.
Baca Juga : LGBTQ Kian Merebak, Sikapi Segera!
Kampanye LGBT Masuk Kampus
Di pekan yang sama, pemberitaan media massa juga menyoroti dugaan adanya kampanye LGBT yang terselip dalam Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) mahasiswa baru di Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun akademik 2023/2024. Dugaan kampanye LGBT itu pun ramai dibahas di media sosial. Dikutip detikJabar.com, dugaan kampanye LGBT itu terselip dalam sebuah Google Formsebuah kuesioner. Di kuesioner itu terdapat pilihan jenis kelamin. Namun, pilihannya bukan hanya pria dan wanita. Ada juga pilihan nonbiner atau tidak mengidentifikasi jenis kelamin.
Selain itu, juga ada narasi yang menyebutkan mahasiswa baru ITB yang ikut OSKM dibatasi untuk melakukan shalat Magrib hingga ada orasi bertema “pelangi” dalam kegiatan di Kampus ITB Jatinangor itu. Sebagaimana diketahui, pelangi kini menjadi simbol yang identik dengan kelompok LGBT.
Pihak Rektorat ITB telah membantah dugaan tersebut dalam konferensi pers pada Selasa, 22 Agustus 2023. Direktur Kemahasiswaan ITB, Prasetyo Adhitama, menegaskan, di bawah pengawasannya, tidak ditemukan bukti-bukti atau usaha mengampanyekan LGBT dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru. Prasetyo Adhitama ketika itu mengatakan, kuesioner tersebut dibuat oleh pihak ketiga tentang penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Sedangkan formulir yang mencantumkan opsi non-biner yang dibagikan dalam bentuk google form kepada mahasiswa baru di sela-sela kegiatan OSKM tersebut, kata Prasetyo, diedarkan tanpa sepengetahuan pihak kampus.
Prasetyo menjelaskan, berdasarkan penelusurannya, formulir itu diedarkan saat sesi sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) oleh Satuan Tugas PPKS ITB yang masuk dalam rangkaian kegiatan OSKM pada Sabtu pagi, 19 Agustus 2023. Namun, di saat yang sama ada angket lain yang disebarkan di dalam acara itu. Angket lain tersebut ternyata disebarkan oleh pihak luar, yaitu sebuah produk kosmetika yang merupakan mitra sponsor Satgas PPKS ITB, tanpa berkoordinasi dengan pihak kampus terlebih dahulu.
Prasetyo menuturkan, mengetahui ada kuesioner dari pihak luar, Satgas ITB langsung meminta agar kuesioner itu ditutup karena menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Siangnya, angket itu sudah tidak bisa diakses lagi. Sedangkan tentang orasi pelangi, menurut Prasetyo, pelangi yang dimaksud artinya adalah keberagaman program studi ITB, yang mencapai 40. Kata dia, tema pelangi sudah digunakan sejak bertahun-tahun sebelumnya.
“Itu tradisi yang sudah lama untuk menggambarkan keragaman tersebut. Seingat saya, sejak 2013 sudah ada. Artinya jauh sebelum pelangi menjadi simbol LGBT. Kan pelangi menjadi simbol LGBT mungkin dua atau tiga tahun belakangan, saya tidak hafal,” ujarnya.
Namun, Prasetyo memastikan, karena menimbulkan kegaduhan, tema “pelangi” di kegiatan OSKM diubah menjadi “warna-warni”. Sehingga, tema itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan LGBT.
Masuk Grup Facebook
Baca Juga : Kak Sinyo: “Menyikapi LGBT, Negara Harus Hadir”
Kian maraknya kampanye LGBT yang menyasar anak-anak perlu terus dicermati dan diantisipasi. Sebab, selain dua kasus tersebut di atas, di pekan ini pun ada berita tentang temuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten, bahwa terdapat beberapa grup Facebook yang beranggotakan penyuka sesama jenis. Grup itu digunakan sebagai media untuk mereka saling berkomunikasi. Yang memprihatinkan, Pemkab juga menemukan banyak remaja yang punya kelainan seksual dan menjadi gay di Kabupaten Klaten. Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Klaten, Ronny Roekmito, Rabu, 23 Agustus 2023, seperti dikutip merdeka.com.
Menurut Ronny, ada ribuan anggota Grup Facebook itu yang tersebar di sejumlah wilayah. Tak hanya grup gay, namun juga grup waria. “Jika dilihat dari media sosial, grup FB Gay Klaten ada 328 anggota. Grup Gay Cawas, Tugu, Bayat, Gandul, Trucuk, Jimbung, Ngawen, Semin, Weru, terdapat 1.465 anggota. Grup Waria Klaten ada 3.500 anggota. Sementara untuk temuan kasus HIV berdasarkan risiko lelaki seks dengan lelaki di Klaten berjumlah 143 kasus. Atau naik 100 persen semenjak pertama kali ditemukan,” katanya.
LGBT sendiri adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah itu digunakan sejak tahun 1990-an. Lesbian merujuk kepada perempuan yang merasa tertarik secara romantis, seksual, atau emosional, terhadap perempuan lain. Gay merujuk kepada laki-laki yang merasa tertarik secara romantis, seksual, atau emosional, terhadap laki-laki lain. Biseksual berkonotasi individu yang merasa tertarik secara romantis, seksual, atau emosional terhadap kedua jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan Transgender berkonotasi kepada individu yang identitas gendernya berbeda dengan jenis kelamin mereka saat dilahirkan. Misalnya, seorang individu yang lahir dengan fisik laki-laki tetapi merasa bahwa di dalam dirinya ia adalah perempuan.
Sudah tentu, merebaknya kembali kasus terkait kampanye LGBT di satu pekan terakhir ini harus menjadi perhatian khusus kita semua. Harus ditegaskan, Indonesia tidak mengakui hubungan sesama jenis. Apalagi, agama apa pun di Indonesia juga tidak menyetujui LGBT, bahkan melarang perilaku yang menyimpang itu. Maka, perlu sikap tegas pemerintah untuk mengatasi kampanye LGBT agar tak terus berlanjut, apalagi selalu menyasar anak-anak. Selamatkan anak-anak, negara harus hadir.