Kembali Tolak Gencatan Senjata, Penjajah Israel Keras Kepala

Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengatakan, ada pembicaraan untuk melanjutkan perundingan mengenai gencatan senjata dan pertukaran tahanan. Mereka mengaku telah siap untuk melanjutkan upaya tersebut. Hal itu dikatakan Dr. Khalil Al-Hayya, Kepala Pelaksana Tugas Biro Politik Hamas di Jalur Gaza serta Kepala Kantor Hubungan Arab dan Islam gerakan.

Saat ini ada pembicaraan yang sedang berlangsung dengan beberapa negara dan mediator untuk mengatasi masalah ini (negosiasi gencatan senjata dan pertukaran tahanan) untuk ke depan,” katanya.

Pada Rabu (20/11/2024), Al-Hayya mengatakan melalui sebuah wawancara dengan saluran media Al-Aqsa, gerakan Hamas telah siap dan ingin segera melanjutkan upaya negosiasi itu. Dia menekankan perlunya penjajah memiliki kemauan yang nyata juga untuk menghentikan pembantaian ini. Namun, Mantan Anggota Dewan Legistlatif Palestina itu menambahkan, kenyataan membuktikan bahwa yang menghalangi tercapainya gencatan senjata adalah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

“Secara khusus masalahnya terletak pada (Perdana Menteri Israel, Benjamin) Netanyahu karena ia tidak ingin mencapai kesepakatan,” tambah Al-Hayya.

Pada Selasa (19/11/2024), PM Israel Netanyahu mengatakan di Knesset (Parlemen Israel), “Hamas ingin gencatan senjata, tetapi kami tidak ingin hal itu. Kami hanya ingin para tahanan kembali”.

Perjuangan Hidup Anak-Anak Berkebutuhan Khusus di Gaza di Tengah Agresi Zionis Israel
Kondisi perang dan serangan udara Israel yang terus menggempur Jalur Gaza memaksa keluarga Shadi Abu Habl mencari perlindungan. Di dalam keterbatasan, Shadi membangun ruangan seperti sel tahanan di sebuah tenda pengungsian.

Al Hayya merespon pernyataan tersebut. “Tanpa menghentikan perang, tidak akan ada pertukaran tawanan, karena ini adalah hal yang saling berhubungan. Kami menyatakan dengan sangat jelas: Agresi ini harus segera dihentikan terlebih dahulu agar pertukaran tahanan dapat terjadi,” tegasnya.

Sebelumnya, perundingan telah dilakukan berkali-kali untuk menghentikan pembantaian Penjajah Israel atas warga Palestina. AS, Mesir, dan Qatar, adalah di antara mediator yang berusaha menemukan titik terang atas permasalahan tersebut. Tentu sama-sama diketahui, negara yang disebut pertama merupakan sekutu terbesar Israel. Terhadap negara yang disebut kedua, belum bisa berharap banyak kepada Presiden Mesir, karena track record-nya yang telah menggulingkan Presiden Mesir periode sebelumnya.

Pada Mei 2024 lalu, Perdana Menteri Qatar, Mohammed Al-Thani, berupaya mencapai kesepakatan gencatan senjata. Namun, akibat operasi militer yang dilakukan penjajah Israel di Rafah, perundingan tersebut harus ditunda. Beberapa bulan setelahnya, ketika poin-poin kesepakatan sudah dirumuskan untuk mencapai kesepakatan penghentian perang, Penjajah Israel kembali berulah. Mereka menambahkan poin-poin kesepakatan baru tanpa sepengetahuan Hamas. Tentu Hamas tidak setuju begitu saja, dan hingga sekarang upaya pencapaian kesepakatan masih belum menemukan titik terang.

(Berbagai Sumber)