Kemerdekaan Palestina adalah Harga Mati
Pada 7 Oktober 2023, perang antara pasukan Hamas dan Zionis Israel pecah. Ini menjadi eskalasi terbaru antara negara Palestina dan penjajah Zionis. Pasukan Hamas yang menguasai wilayah Gaza berhasil meluncurkan serangan mematikan ke wilayah penjajah Zionis Israel. Akibatnya, puluhan tentara Zionis penjajah tersebut tewas.
Setelah Hamas melakukan serangan besar-besaran di pagi hari, tentara Zionis membalas menggempur Gaza dengan membabi buta tanpa pandang bulu. Warga sipil hingga militer Hamas pun menjadi target. Kekejaman tentara Zionis tak hanya sampai di situ. Rumah sakit pun ikut menjadi target kebiadaban militer Zionis.
Keberingasan Zionis itu pun mendapat kecaman dari dunia Internasional. Mulai dari OKI (Organisasi Kerjasama Islam) yang mengecam keras Israel karena memaksa warga Gaza mengungsi, hingga Spanyol yang ingin Israel diseret ke ICC (International Criminal Court) atas kejahatan perang.
Sejarah Konflik
Akar konflik Palestina dan Israel penjajah sangatlah panjang. Tetapi terdapat dua peristiwa penting yang bisa memberikan jawab mengapa konflik itu sangat berkepanjangan dan tidak usai walaupun sudah hampir satu abad. Musthafa Abd Rahman dalam bukunya, “Jejak-Jejak Juang Palestina”, menjelaskan dua peristiwa sejarah yang menjelaskan mengapa tanah Palestina dijajah oleh Israel sehingga memunculkan konflik berkepanjangan.
Pertama, Perjanjian Sykes-Picot 1906 antara negara Inggris dan Perancis. Isinya yaitu, kedua negara tersebut membagi wilayah peninggalan Dinasti Ottoman di Jazirah Arab. Inggris mendapatkan wilayah Irak dan Yordania, sedangkan Perancis mendapatkan wilayah Suriah dan Lebanon, serta Palestina menjadi wilayah Internasional.
Kedua, Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini diambil dari nama Arthur James Balfour, seorang pejabat Inggris keturunan Yahudi. Ketika menjabat Menteri Luar Negeri Inggris, Balfour mengeluarkan surat penting kepada dedengkot Yahudi Inggris, Lord Walter Rothschild, yang isinya adalah janji membuat negara Yahudi di wilayah Palestina. Hal inilah yang membuat warga Palestina terjajah hingga hari ini.
Baca Juga : Untuk Saudaraku Palestina
Perang Palestina-Israel
Perang Dunia I dimenangkan oleh Inggris. PBB melalui sebuah sistem ”Mandat” untuk negara yang kalah dalam Perang Dunia I, yaitu Jerman dan Ottoman, mengatur bahwa negara yang kalah perang sementara diatur oleh negara pemenang perang. Untuk Palestina, pasca Perang Dunia I diatur oleh Inggris. Saat itu, Menteri Luar Negeri Inggris dijabat oleh seorang Yahudi yang bernama Arthur James Balfour (dikenal karena deklarasi Balfour), menegaskan janji Inggris membentuk kampung halaman negara Yahudi sudah ditepati.
Setelah Deklarasi Balfour, ribuan Yahudi secara masif melakukan migrasi ke tanah Palestina. Dari tahun ke tahun para Yahudi semakin meningkat datang ke tanah Palestina. Para warga Arab Palestina mengecam dan melakukan pemberontakan di mana-mana, namun berhasil diatasi oleh pihak Inggris. Yahudi semakin berani memperluas wilayahnya di Palestina. Ketika Perang Dunia II sedang berlangsung, jumlah Yahudi yang datang ke Palestina semakin meningkat karena takut dibantai Nazi Jerman. Warga Arab Palestina semakin menolak karena pemukiman Penjajah Yahudi ini akan terus meningkat dan akan mengambil tanah-tanah milik warga Arab palestina.
Tahun 1936, Komite Nasional Arab dibentuk. Mereka meminta warga Palestina mogok masal selama 6 bulan. Hal ini dibalas secara brutal oleh Inggris. Akhir 1937, para petani Palestina melakukan gerakan perlawanan Inggris dan Kolonialisme. Tahun 1939, Inggris membalas dengan mengerahkan 30.000 tentara di Palestina. Rumah-rumah dihancurkan, terdapat penahanan administratif, jam malam berlaku, pembunuhan massal, serta desa-desa dibom membabi buta.
Tahun 1947, Israel mendeklarasikan berdirinya negara Israel. Pada bulan Mei-Juni 1947, negara-negara Arab semisal Iraq, Suriah, Mesir, Libanon, dan Yordania, melakukan penyerangan ke wilayah Palestina. Serangan ini berakhir dengan genjatan senjata. Tanggal 6-19 Juli 1948, menyerang kembali dan yakin akan memenangkan peperangan, namun pada akhirnya Israel yang menang dan menduduki wilayah Galilea Barat.
Tahun 1967 (The Six Day War) terjadi perang di Semenanjung Sinai. Hal ini dipicu oleh Mesir dan Suriah yang mendukung infiltrasi Fatah ke Israel. Israel berhasil menduduki wilayah Tepi Barat, Semenanjung Sinai, Jalur Gaza, serta Dataran Tinggi Golan. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 242 untuk mengakhiri perang dengan isinya penarikan mundur pasukan Israel di wilayah-wilayah yang telah didudukinya.
Tanggal 6 Oktober 1973 (Yom Kippur) Mesir dan Suriah kembali berperang melawan Israel. Mesir dan Suriah khawatir dengan keberadaan pemukiman Yahudi yang semakin meningkat. Israel kembali menang dan menduduki terusan Suez. Walau pun Israel menang, namun kerugian berat dialami oleh Israel dan Mesir-Suriah. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 338 dan meminta diadakan negosiasi di antara kedua belah pihak yang bertikai berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 242.
Edward Said dalam “Intifada: The Palestinian Uprising Against Israeli Occupation” (1989), Intifada I dimulai pada 9 Desember 1987. Kejadian bermula ketika 4 warga Palestina ditabrak oleh kendaraan pengangkut Tank Baja Israel pada 8 Desember 1987. Warga Palestina murka dan 10.000 orang demo turun ke jalan. Aksi ini dihadapi tembakan dari militer Israel. Tanggal 16 Desember 1987, pedagang di Tepi Barat melakukan mogok dan menutup toko di Yerusalem Timur. Tidak hanya itu. Para pendemo juga memblokade jalan dan membakar ban. Rakyat Palestina begitu marah. Bentrokan pecah di mana-mana. Intifada I selesai setelah PLO dan Israel menanda tangani perjanjian perdamaian pada 20 Agustus 1993 di Oslo, Norwegia.
Baca Juga : Fatwa Syekh Ibnu Baz tentang Jihad dan Intifadhah Palestina Tahun 1989
Intifada II pecah pada 28 September 2000, ketika Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, datang ke Temple Mount dengan dikawal ratusan polisi. Temple Mount adalah sebuah bukit Bait Suci yang ada di kota Yerusalem. Tempat itu disucikan oleh tiga agama, yaitu Islam, kristen, dan Yahudi. Hal ini yang menyebabkan rakyat Palestina marah, karena menganggap Israel akan mencaplok Temple Mount sedangkan di kawasan tersebut terdapat Masjid Al-Aqsha yang sangat dihormati oleh kaum Muslimin.
Setelah itu, tahun 2008, 2012, 2014, 2021, hingga yang terbaru 2023, Israel terus melancarkan serangan kepada Mujahid Palestina dengan alasan pertahanan diri dari serangan teroris. Padahal, eskalasi yang terbaru pada hari ini adalah sebuah bentuk kemarahan Mujahid Palestina yang selama ini ditindas jiwanya, dirampas tanahnya, dan dipaksa pergi dari tanah air yang mereka cintai. Semoga para Syuhada yang telah Syahid (Insya Allah) di medan juang mempertahankan tanahnya yang dirampas itu mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah Azza Wa Jalla.
Jasa Palestina
Indonesia punya hubungan khusus dengan palestina. Ketika Indonesia merdeka pada 1945, beberapa negara Jazirah Arab langsung menyatakan dukungannya. Bahkan, 6 September 1944 Palestina secara de facto menyatakan dukungan terhadap Indonesia. Dikutip dari buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” karya M. Zein Hassan (1980), adalah Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini (Mufti Palestina) yang menyatakan selamat melalui sebuah radio yang berbahasa Arab di kota Berlin, Jerman. Ucapan selamat tersebut muncul karena Perdana Menteri Jepang, Koiso, saat itu berjanji akan memberikan kemerdekaan bagi rakyat Indonesia. Peristiwa itulah yang membuat Mufti besar Palestina menyatakan selamat kepada Indonesia.
Baca Juga : Hubungan Emosional Indonesia dan Palestina
Luar biasa, bentuk dukungan Palestina kepada Indonesia begitu jauh, bahkan sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Hal ini yang membuat kita sebagai warga Indonesia harus balas budi kepada Palestina dengan mengatakan, ”Kemerdekaan Palestina adalah harga Mati”. Rakyat Palestina harus benar-benar merdeka di tanah airnya sendiri. Jangan mau diintervensi oleh Israel penjajah. Sebagaimana dalam UUD 1945 yang menyatakan, ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, kemerdekaan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.
Maka dari itu, sebagai kaum Muslimin dan juga warga negara Indonesia yang cinta terhadap saudara-saudara kita di Palestina, kita harus terus mendukung kemerdekaan bagi negara Palestina. Dan membantu saudara-saudara kita di Palestina dengan harta, jiwa, ataupun doa. Semoga Allah Azza Wa Jalla memenangkan rakyat Palestina. Allahu akbar.