Kepentingan Asing dalam Krisis Sudan

Krisis Sudan yang pecah pada tanggal 15 April 2023 sepertinya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bentrokan bersenjata antara Sudanese Armed Forces (SAF) yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan kontra Rapid Support Forces (RSF) yang dikomandoi oleh Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo masih sering pecah di tengah upaya gencatan senjata yang dimediasi oleh internasional.

Konflik yang ditakutkan berimbas dan menjalar ke negara-negara tetangga Sudan itu diprediksi tidak akan selesai dalam waktu dekat. Di samping karena kepentingan internal dua jenderal yang berseteru, krisis Sudan saat ini juga diperumit oleh kepentingan-kepentingan eksternal beberapa negara tetangga, negara teluk dan negara-negara besar di dunia yang secara tidak langsung ikut bermain. Berikut ini, kami rangkum beberapa negara yang punya kepentingan dalam krisis Sudan.

Rusia

Paska lengsernya Omar al-Basyir tahun 2019 lalu, Rusia merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan dekat dengan Rapid Support Forces (RSF) dan pemimpinnya Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo. Pada 23 Februari 2022, Hemedti melakukan kunjungan ke Moskow selama sepekan. Kunjungan yang mengundang kritik itu disinyalir sebagai rencana kesepakatan pendirian pangkalan militer (Angkatan Laut) Rusia di Port Sudan yang berhadapan langsung dengan Laut Merah yang merupakan jalur sibuk perdagangan internasional.

Selain rencana pendirian pangkalan militer di Port Sudan, Rusia juga berkepentingan dengan RSF yang menguasai tambang-tambang emas di Sudan. Dua perusahaan tambang emas Rusia yang memiliki hubungan dengan grup Wagner beroperasi di Sudan yang menempati peringkat kedua negara penghasil emas di benua Afrika.

Beberapa hari setelah kunjungan Hemedti ke Moskow, pihak bandara internasional Khartoum memeriksa kargo-kargo “biskuit” menuju Moskow yang mencurigakan. Dan kemudian 1 ton emas murni ditemukan. Menurut CNN, satu dari 16 penerbangan dari Khartoum ke Rusia adalah untuk membawa emas. Sebagai gantinya, SRF mendapatkan senjata atau setidaknya pelatihan militer dari Wagner Group Rusia.

Emirat dan Arab Saudi

Emirat dan Arab Saudi memiliki hubungan yang kurang baik dengan rezim Omar al-Basyir yang bersikap netral saat Arab Saudi dan sekutunya memboikot Qatar. Paska digulingkannya Basyir, Emirat dan Saudi menjadi dua negara teluk paling dermawan dalam mengucurkan dana hibahnya ke Sudan. Selain karena hubungan Emirat-Saudi yang dekat dengan SRF yang ikut mengirimkan “tentara-tentara bayarannya” dalam perang Yaman melawan Houtsi, Emirat juga memiliki investasi besar dalam sektor pertanian di Sudan.

Selain itu, Emirat juga “menggunakan” Hemedti untuk mengurangi pengaruh Iran di kawasan dan kelompok islamis di Sudan. Karenanya, dalam konflik yang saat ini terjadi antara RSF dan SAF, Hemedti sering mengulang-ulang statementnya bahwa perang yang terjadi saat ini adalah upaya SRF untuk membersihkan Sudan dari rezim islamis. Padahal, SRF sendiri dibentuk oleh rezim Basyir bahkan Basyir menganggap Hemedti sebagai pelindungnya.

Mesir

Militer Sudan dibawah kepemimpinan al-Burhan merupakan sekutu dekat Mesir dalam konflik dengan Ethiopia terkait pasokan air sungai Nil paska dibangunnya Bendungan Hidase atau The Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) yang mengurangi pasokan air Nil ke Mesir. Bagi Mesir, Khartoum adalah sekutu yang bisa digunakan untuk menekan Ethiopia.

Sebelum bentrokan meletus pada 15 April lalu, militer Sudan dan Mesir sedang melakukan latihan militer bersama di Merowe International Airport. Sejumlah milisi SRF menganggap kehadiran militer Mesir di Sudan sebagai pasukan penjajah. Diawal bentrokan, SRF sempat menawan sejumlah tentara Mesir di bandara Merowe meskipun kemudian dibebaskan dan dievakuasi ke Mesir.

Panjangnya perbatasan Mesir-Sudan jelas akan memberikan efek negatif terhadap Mesir berupa lonjakan pengungsi ke Mesir serta runtuhnya sektor perdagangan jalur darat antara Sudan dan Mesir.

Posisi Mesir sendiri sangat dilematis terkait konflik Sudan dan dukungannya kepada SAF. Mesir tidak akan bisa terang-terangan mendukung SAF dikarenakan Emirat dan Saudi yang merupakan donatur utama Mesir merupakan pendukung SRF. Karenanya, dalam statemennya, Mesir lebih memilih bahasa diplomasi dan mengajak dua kelompok yang bertikai untuk menyelesaikan krisis dengan dialog.

AS dan Israel

Tahun 2020, AS secara resmi mengeluarkan Sudan dari daftar negara pendukung dan mensponsori terorisme. Selain punya kepentingan besar melawan terorisme, AS juga berkepentingan menjadikan Sudan negara yang demokratis sekaligus mempersempit pengaruh dan hegemoni Rusia serta China di benua Afrika. Karenanya, AS akan memilih mendukung SAF meskipun tidak akan terang-terangan dan serius menyelesaikan konflik di negara itu.

Sejalan dengan AS, Israel yang memiliki komunikasi baik dengan al-Burhan diprediksikan akan cenderung ke SAF. Namun prioritas Israel adalah stabilitas Sudan yang berarti akan mempercepat penandatanganan kesepakatan normalisasi Sudan Israel.

Selain negara-negara tersebut, China, Turki , dan negara-negara tetangga Sudan seperti Ethiopia, Eritrea, Sudan Selatan, Libya, dan Chad dipastikan memiliki kepentingan-kepentingan sendiri atau akan ikut kena imbas akibat bentrokan bersenjata yang sudah menewaskan 600 orang lebih tersebut.

Sumber: DW, CNN dan lain-lain.