Keruntuhan Khilafah dalam Sejarah
Malapetaka dan bencana yang menimpa umat Islam saat ini berawal sejak adanya kerjasama antara kaum Salib dan Yahudi untuk melenyapkan Khilafah Islam. Kaum Kristen sendiri melancarkan program penghancurannya sejak berakhirnya Perang Salib.
Digovara, seorang ahli sejarah menulis,
“Sebenarnya rencana penghancuran Turki Utsmani sudah dimulai sejak berakhirnya Perang Salib tahun 1291 (690 H), dan hal itu berlanjut terus hingga akhirnya tercapai dengan mulus pada tahun 1918. Sebenarnya permusuhan yang dirasakan bangsa Eropa kepada bangsa Turki, bersumber dari permusuhan yang kuat antara Kristen dan Islam”.
Keberhasilan musuh-musuh Islam memberangus kekhilafahan Islam telah membuka jalan untuk meruntuhkan tanah di negeri yang lain. Mereka menyerang, menginvasi, mengusir kaum muslimin, menduduki tanah Islam, dan menyebarkan berbagai bentuk pemikiran yang menjauhkan Islam dari ajaran Dinul Islam yang mulia. Semua itu dilakukan dengan rencana yang tersusun rapi diramu dengan tipu daya dan kelicikan serta dilaksanakan secara bertahap.
Tahun 1895, Dr. Theodore Hertzl mencetuskan cita-citanya dalam tiga buah program kerja, pertama mewujudkan koloni Yahudi di Palestina yang teratur rapi pada suatu area yang luas. Kedua mendapatkan hak sah dan diakui dunia dalam menduduki Palestina. Ketiga membentuk organisasi tetap untuk mempersatukan kaum Yahudi demi tercapai cita-cita zionisme.
Tahun 1897, Kongres Zionis sedunia berlangsung di Bazel, Swiss, memutuskan untuk merealisasikan cita-cita Hertzl. Disusul dengan datangnya beberapa pengungsi Yahudi dari Rusia ke Palestina.
Dr. Theodore Hertzl dan pendeta Yahudi Mosha Levie dengan perantaraan Kedutaan Besar Jerman, berhasil menjumpai Khalifah Abdul Hamid II di Istanbul. Namun, kedatangan mereka yang penuh bujuk rayu dan tipu daya itu ditolak mentah-mentah. Sultan Abdul Hamid II pun segera mengeluarkan larangan "membendung arus Yahudi ke Palestina".
Tahun 1908, Mustafa Kamal Attaturk, seorang Yahudi Dunam, mengadakan gerakan militer untuk Meruntuhkan kedudukan Khalifah. Dengan slogan Gerakan Turki Muda-nya Mustafa Kamal berhasil menipu rakyat Turki.
Keadaan saat itu memang sangat parah, para pejabat pemerintahan terjebak dalam gerakan rahasia Yahudi (Freemasonry). Usaha Mustafa Kamal ini berjalan mulus, setelah ia memenangkan perang sandiwara dan diagung-agungkan sebagai pahlawan.
Tahun 1913, “Kongres Arab Pertama” diselenggarakan di aula besar Lembaga Geografi, Paris. Dalam kongres ini, gagasan-gagasan nasionalisme dilontarkan untuk memecah belah umat Islam terutama di kawasan Timur Tengah. Kongres ini menolak adanya kekhilafahan.
Tahun 1916, terjadi penandatanganan Perjanjian Sykes-Picot, yaitu suatu perjanjian pelengkap dari kesepakatan utama yang sudah disetujui oleh Inggris, Prancis, dan Rusia untuk menetapkan pembagian negara Islam Utsmani dan pembagian atas Syria, Libanon, Palestina, dan Iraq ke dalam wilayah cengkraman mereka.
Tahun 1917, Arthur James Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris, mengemukakan janji negaranya kepada bankir Yahudi Lord Rothchild, untuk mengusahakan berdirinya tanah air kaum Yahudi di Palestina. Janji Balfour ini dikemukakan dalam sidang kabinet Inggris yang diputuskan pada tanggal 1 November 1917, dengan isi antara lain berbunyi:
“Sesungguhnya pemerintahan Kerajaan Inggris menyatakan dengan rasa kasih kepada upaya pendirian tanah air bangsa Yahudi di Palestina dan akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memudahkan terwujudnya cita-cita tersebut, dengan pengertian bahwa usaha tersebut tidak akan dilakukan dengan merugikan hak-hak sipil dan agama pihak lain non Yahudi yang kini ada di Palestina, atau merugikan hak-hak dan pusat politik yang diperoleh Yahudi di negara lain”.
Tahun 1924, Mustafa Kamal memerintahkan Majelis Besar Turki untuk membubarkan kekhilafahan Islam dan menggantinya dengan pemerintahan sekuler, menghapus penggunaan bahasa Arab, menghapus penggunaan syari’at Islam sebagai hukum, mengganti azan dengan bahasa Turki, melarang wanita memakai jilbab, membubarkan sekolah-sekolah agama, menghapus penggunaan tahun Hijriyah, menutup dua buah masjid besar di Istanbul, yakni Masjid Aya Sofia dan Masjid Muhammad Al Fath, dan melaksanakan hukuman mati terhadap ratusan ulama Islam di kota Manamin. Setelah itu, Yahudi Durjana ini mulai menggencarkan program westernisasi-nya.
Tahun 1948, tanggal 15 Mei Ben Gourion memproklamasikan kemerdekaan Israel. Tercapailah impian kaum Zionis untuk mendirikan Kerajaan Yahuda di Palestina, dan menyingkirkan peradaban Islam di tanah yang diberkahi Allah itu. Menyusul sesudah itu pengakuan dari negara-negara besar dunia, terutama Amerika Serikat dan Uni Soviet, karena berdirinya negara Israel menjamin kepentingan bersama kedua negara adidaya itu.
Sesungguhnya malapetaka yang menimpa kaum muslimin dengan hilangnya sistem kekhilafahan itu, bukanlah tidak disadari. Menjelang kejatuhan Kesultanan Utsmaniyah telah muncul pemikiran-pemikiran yang bersifat individual. Sayyid Jamaluddin Al Afghani, misalnya melaungkan gema Pan-Islamisme. Pada saat yang bersamaan juga muncul pemikiran Dr. Muhammad Iqbal yang membangkitkan etos tauhid di kalangan kaum muslimin.
Demikian juga Muhammad Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh. Para pemikir itu menitikberatkan persoalan dan garapannya bukan pada jalur politik setelah menyadari kemerosotan politik Islam adalah sesuatu yang tidak terelakkan, dan sulit dicegah secara politis.
Upaya untuk mengembalikan peranan politik Islam, baik dalam kerangka mengembalikan sistem khilafah maupun mencari substitusinya, bukan tak pernah ada. Berbagai pertemuan dan konferensi telah diselenggarakan antara lain Kongres Kekhilafahan Islam di Kairo, 1926. Kongres Muslim Dunia di Mekkah, juga tahun 1926. Konferensi Islam Al Aqsa di Jerussalem, Desember 1931. Konferensi Islam internasional Kedua di Karachi, 1949. Konferensi Islam internasional Ketiga di Karachi, 1951. Pertemuan Puncak Islam di Mekkah, 1954. Dan Konferensi Muslim Dunia di Mogadishu, 1964.
Sayangnya pertemuan-pertemuan ini tidak berhasil memberi pijakan yang menyatu bagi negara-negara muslim.
Saat ini, ketika gema kebangkitan Islam santer terdengar, kita mengharapkan bangkitnya kesadaran umat Islam. Kita tidak perlu gentar pada kekuatan semu AS dan PBB beserta antek-anteknya bila menyelaraskan tujuan gerakan dengan tujuan risalah Islam. Kemenangan adalah milik kaum muslimin.
Izzah itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.
Disadur dari majalah Sabili, No. 08/Th. V 6-19 Desember 1992