Ketua Umum KPIPA, Ustadzah Nurjanah Hulwani: “Bela Perempuan dan Anak-anak di Gaza”

Ketua Umum Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa (KPIPA), Ustadzah Nurjanah Hulwani, hadir langsung dalam Aksi Bela Palestina dalam rangka Memperingati 100 Hari Genosida oleh Israel terhadap Palestina. Kepada Hanif Nurrohman dari Sabili.id, ia menyampaikan, ada hal khusus yang ingin mereka sampaikan dalam aksi itu dari sisi perempuan.

“Kami perwakilan ormas-ormas perempuan tentunya berharap aksi pada 13 Januari 2024 ini menjadi berita atau informasi yang bisa terdengar, khususnya di Kedubes AS dan umumnya di media massa. Karena kita lihat, sudah masuk 100 hari pembantaian dan – sekali lagi – yang paling banyak merasakan penderitaan adalah anak-anak (dan perempuan). Sekarang, hari Jumat kemarin sudah di angka 23.000 (korban tewas) dan yang luka parah 60.000 (orang), yang 70%-nya adalah perempuan dan anak-anak,” katanya.

Menurut dia, perempuan dan anak-anak adalah pihak yang paling menderita akibat perang. Apalagi, kondisi warga Gaza saat ini mengalami keterbatasan makanan, obat-obatan, dan bantuan medis.

“Dan saat ini yang menyedihkan adalah rumah sakit hancur. Di dalam hari-hari ke depan, ada 10.000 perempuan di Gaza akan melahirkan, 1.400 orang harus melahirkan dengan (operasi) caesar. Sekali lagi, mereka melahirkan tanpa obat bius dan melahirkan di tenda-tenda atau tentunya tempat tinggal (yang tidak layak). (Mereka) membutuhkan makan. Dan sekali lagi, anak-anak dan perempuan inilah yang menjadi korban yang paling menderita (akibat perang),” tuturnya.

Aksi solidaritas untuk Palestina pada 13 Januari 2024 bukan hanya digelar di Indonesia. Banyak negara juga mengadakan aksi ini di seluruh dunia. Menanggapi hal itu, Ustadzah Nurjanah Hulwani berharap, aksi mereka bisa menjadi peringatan bagi dunia untuk melihat kejahatan atas kemanusian yang ada di Gaza, khususnya terhadap perempuan. Ia pun berhadap, aksi mereka dapat menyuarakan pembelaan terhadap anak-anak dan perempuan di Gaza.

Baca juga: Majelis Ormas Islam Tegaskan Komitmen Terus Bantu Perjuangan Rakyat Palestina

“Dan kita ingin melihat, bukan hanya di Indonesia tetapi seluruh dunia, gerakan (pada) aksi tanggal 13 Januari ini bisa menjadi peringatan untuk dunia tentang hak asasi manusia. Dan kita tahu, PBB didirikan adalah untuk netralitas. Ketika semua kejahatan atas kemanusian ada di Gaza, khususnya terhadap perempuan, kita berharap mereka menyuarakan pembelaan terhadap anak-anak dan perempuan di Gaza ini, agar gencatan senjata segera dihentikan secara permanen. Mudah-mudahan aksi kita bersama ini bisa memberikan kekuatan, kesabaran, dan bisa segera (membuat) Gaza bangkit kembali,” katanya.

Ia melanjutkan, selain ikut serta dalam aksi Sabtu pagi 13 Januari 2024, KPIPA sudah melakukan hal-hal yang lain. “Di Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa ini ada 11 ormas nasional. Pertama adalah kita menyadarkan kepada jaringan kita masing-masing. Yang kedua adalah melakukan edukasi demi edukasi. Dan yang ketiga adalah melakukan rilis, kemudian juga menggalang donasi, dan bekerja sama, salah satunya itu adalah memberikan bantuan kemanusiaan. Alhamdulillah, salah satu anggota koalisi perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa ini sudah mengirimkan bantuan 22 kali, dan ini tentunya sangat ditunggu-tunggu,” tuturnya.

Saat ditanya tentang apa fasilitas yang sangat dibutuhkan para pengungsi di Gaza, khususnya anak-anak dan perempuan, Ustadzah Nurjanah Hulwani menyebut, banyak kebutuhan mendasar yang tidak terpenuhi di Gaza. Misalnya, obat-obatan dan alat medis di pengungsian yang sangat sedikit.

“Yang pertama (yang dibutuhkan di Gaza) adalah tentunya ketenangan. Kondisi dalam pengungsian tidak layak. Kita lihat, mereka menggunakan tenda-tenda dan rumah sakit. Kalau memang rumah sakitnya dihancurkan, paling tidak, ada obat-obatan yang bisa untuk mengobati mereka. Dan wanita-wanita yang sedang hamil kita lihat mereka melahirkan di jalanan, di pengungsian, tanpa alat medis sedikit pun. Jadi, yang dibutuhkan adalah kebutuhan mendasar. Dan selama pembantaian ini, perempuan-perempuan yang baligh kesulitan mendapatkan pembalut. Sampai-sampai rata-rata mereka meminum pil anti haid karena tidak ada pembalut. Tidak ada air, tidak ada listrik. Tentunya ini adalah penderitaan yang luar biasa yang belum pernah terjadi. Dan kalau kita melihat ini terjadi kepada bangsa-bangsa lain, mungkin mereka (masyarakat internasional) akan bergerak, tetapi kenapa di Gaza yang penduduknya hanya 2,3 juta?” urainya.

Ia pun berharap agar kebutuhan mendasar bagi para pengungsi, khususnya perempuan dan anak-anak segera dapat terpenuhi. “Nah, ini yang paling penting adalah kesehatan, sarana kesehatan, makanan pokok, alat-alat media dan obat-obatan kebutuhan wanita. Kita lihat mereka sudah kelaparan,” tutupnya.