Kisah Kesederhanaan Hidup Baginda Nabi Muhammad ﷺ
Nabi Muhammad saw tidak hanya diingat karena ajaran-ajarannya yang agung, tetapi juga karena kehidupan pribadinya yang penuh dengan kesederhanaan. Di dalam kesehariannya, Nabi Muhammad saw memberikan teladan tentang bagaimana hidup bersahaja jauh dari kemewahan apalagi glamor. Padahal, beliau adalah pemimpin dan panglima tertinggi umat Islam.
Pemimpin kerap kali identik dengan kehidupan mewah, kekayaan berlimpah serta menghamburkan uang. Namun, hal itu tidak ada dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau memilih hidup sederhana dan lebih senang membagikan harta kepada mereka yang membutuhkan. Nabi sangat memahami, esensi kepemimpinan ialah melayani, bukan dilayani. Nilai-nilai luhur yang nabi ajarkan dan praktikkan inilah yang kemudian menobatkan sosok beliau sebagai sokoguru manusia (uswatun hasanah).
Salah satu aspek yang paling mencolok dari kesederhanaan hidup Nabi Muhammad saw adalah dalam hal pakaian. Beliau tidak pernah memilih pakaian yang mewah atau berlebihan. Pakaian Nabi sering kali terbuat dari kain yang sederhana namun tetap indah. Bahkan, pakaian beliau terkadang ditambal karena robek, menunjukkan betapa beliau tidak mementingkan penampilan luar yang mewah. Beliau pernah bersabda,
“Makanlah, minumlah, dan berpakaianlah serta bersedekahlah, tanpa bersikap berlebih-lebihan atau sombong” – HR Imam Ahmad bin Hanbal
Kebersahajaan dan tidak berlebih-lebihan apalagi sombong adalah nilai universal yang Islam internalisasikan kepada umatnya melalui perintah, anjuran, dan contoh konkret baginda besar Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw juga sangat sederhana dalam hal makanan. Meski pun beliau adalah seorang pemimpin besar, Nabi Muhammad saw tidak pernah meminta makanan yang mewah. Makanan sehari-harinya sangat sederhana. Sering kali hanya terdiri dari roti gandum, kurma, dan air. Bahkan, terkadang beliau hanya makan roti dengan cuka atau hanya sekadar air untuk menghilangkan dahaga.
Tempat tinggal Nabi Muhammad saw juga menggambarkan kesederhanaan. Rumah beliau terbuat dari bahan-bahan yang sederhana, semisal batu bata dan tanah liat, dengan atap dari pelepah kurma. Rumahnya tidak besar. Hanya terdiri dari beberapa ruangan kecil yang dipakai untuk tidur, shalat, dan menerima tamu.
Bahkan, tempat tidur Nabi Muhammad saw sangat sederhana. Berupa tikar yang terbuat dari pelepah kurma. Diriwayatkan bahwa tubuh beliau pernah meninggalkan bekas pada tikar yang kasar tersebut. Ketika seorang sahabat menyarankan untuk memberi beliau tempat tidur yang lebih nyaman, Nabi Muhammad saw menolak, dan berkata bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara dan tempat beliau yang sejati adalah di akhirat.
Aisyah pernah ditanya, “Bagaimana alas tidur yang biasa dipakai Rasulullah saw di rumahmu?” Aisyah menjawab, “Alas tidur itu terbuat dari kulit hewan yang diisi dengan sabut pelepah daun kurma.”
Kisah tentang kesederhanaan Nabi Muhammad saw itu bukan hanya untuk diceritakan, tetapi untuk diambil hikmahnya. Nabi Muhammad saw menunjukkan bahwa kesederhanaan adalah salah satu jalan menuju ketenangan batin dan keridaan Allah Swt. Di dalam dunia yang sering kali mementingkan harta dan kekayaan, teladan Nabi Muhammad saw menjadi pengingat bagi umat Islam untuk hidup dengan hati yang bersih dan tidak terikat pada materi.
Kesederhanaan Nabi Muhammad saw juga mengajarkan kepada kita bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari kemewahan dunia, melainkan dari kedekatan dengan Allah Swt, dan kesadaran bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Dengan meneladani kesederhanaan Nabi Muhammad Saw, umat Islam diajak untuk lebih fokus pada hal-hal yang bersifat spiritual dan abadi.
Nabi Muhammad saw, melalui kehidupannya yang penuh dengan kesederhanaan, memberikan contoh yang sempurna tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim hidup. Kesederhanaan beliau dalam berpakaian, makan, dan tempat tinggal, adalah cerminan dari keyakinan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, dan yang terpenting adalah kehidupan di akhirat. Semoga kita semua dapat meneladani kesederhanaan Nabi Muhammad saw dalam kehidupan sehari-hari kita.
“Sesungguhnya kekayaan adalah kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan hati” – HR An Nasa’i, Ibnu Hibban, Thabrani