Kompensasi dari Musibah Sakit
Kita semua pernah sakit. Tentu dengan jenis sakit yang berbeda. Seakan menjadi takdir yang lekat dengan kehidupan manusia sebagai makhluk hidup, semua orang pasti pernah menderita sakit dengan beragam sebab.
Secara umum, sakit yang di derita oleh anak cucu Adam ada dua jenis. Sakit yang bersifat fisik dan sakit yang bersifat spiritual-psikologis. Jenis sakit yang pertama dialami pula oleh makhluk hidup yang lain semacam binatang dan tumbuhan. Jenis sakit yang kedua nampaknya khas manusia. Binatang mungkin tak pernah sakit hati, hanya manusia yang mengalami sakit hati.
Nah, pada perbincangan kali ini, sakit yang dimaksud kami batasi pada jenis sakit yang pertama. Sakit yang berdimensi fisik atau gangguan kesehatan pada organ tubuh kita. Banyak faktor yang membuat kita jatuh sakit dan mengalami gangguan kesehatan. Bisa karena virus, terganggunya fungsi organ tubuh, kebiasaan hidup yang tidak sehat, kecelakaan yang mengaikbatkan luka atau cidera dan lain-lain.
Kondisi sakit sendiri banyak tanda-tandanya. Ada yang demam, tubuh melemah, rasa nyeri, serta ketidak berdayaan untuk melakukan berbagai kebiasaan, karena tubuh melemah. Orang sakit umumnya membutuhkan bantuan orang lain, tergantung tingkat keparahan sakit yang dialami.
Sakit memang menghadirkan penderitaan. Beberapa jenis sakit yang parah bahkan menyeret semua anggota keluarga kecipratan susah. Harus begadang menunggu di rumah sakit, pusing memikirkan biaya pengobatan, dan mengakibatkan berbagai kewajiban pekerjaan menjadi terbengkelai.
Fakta tentang sakit begitu lekat dengan kehidupan, Islam sebagai minhajul hayah sudah barang tentu memberikan pedoman bagi pemeluknya, bagaimana melihat masalah kehidupan bernama sakit. Ada banyak tuntunan terkait masalah sakit yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Bukan semata bagi yang sedang sakit, tapi bagi kaum muslimin semuanya, bagaimana bersikap ketika ada saudara se-agama mengalami musibah sakit.
Sunnah Menjenguk Orang Sakit
“Sesungguhnya muslim itu bersaudara”, merupakan salah satu doktrin penting dalam ajaran Islam. Meringankan dengan sekedar berempati, menjenguk dan memberikan penghiburan kepada saudara yang sakit amat penting artinya bagi pasien. Kunjungan akan mendatangkan rasa bahagia, dimiliki dan diperhatikan oleh saudara muslim. Rasa bahagia yang memancar dari batin pasien sangat penting untuk mendukung proses penyembuhan.
Kalangan medis kerap memberikan tip sehat. Diantara yang paling sering dianjurkan adalah menumbuhkan rasa gembira dan bahagia. Kebahagiaan ternyata berkorelasi positif terhadap meningkatnya imunitas tubuh. Karenanya, ajaran Islam menganjurkan untuk menjenguk orang yang tengah sakit dalam rangka menggembirakan dan membahagiakan, bahwa mereka tak sendiri, ada saudara muslim yang siap menemani dan membantu.
Saking pentingnya masalah ini, ajaran Islam juga memberikan motivasi yang besar bagi kaum muslimin untuk gemar menyambangi saudara seagamanya yang sedang sakit. Hadist berikut memberikan kompensasi pahala yang sangat besar bagi muslim yang mau menjenguk saudaranya yang tengah sakit:
“Apabila seseorang menjenguk saudaranya muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba,” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).”
Menjenguk, selain dalam rangka silaturrahmi juga di sunnahkan untuk meringankan beban si sakit dengan apapun yang bisa kita lakukan. Misalnya dengan membawa buah tangan, mendoakan dan menganjurkan kepada si sakit untuk banyak ingat kepada Allah.
Kabar Gembira Bagi yang Sakit
Sementara itu bagi yang sedang sakit, Islam mengajarkan kepada mereka bahwa sesungguhnya Allah akan memberikan “kompensasi dan dispensasi” dalam hidup dan ibadah orang yang sakit. Di antaranya adalah:
Pertama, akan tetap menerima pahala dari ibadah yang biasa ia lakukan ketika sehat
Saat sehat ia rajin sholat sunnah qobliyah dan bakdiyah, bahkan telah menjadi kebiasaannya. Kemudian, saat sakit ia hanya mampu menegakkan yang fardhu, tidak mampu menyempurnakan dengan sunnah yang lain. Maka bagi mereka akan dicatat oleh Allah amalannya sebagaimana kebiasaannya, meski ia tak mampu melakukannya karena sakit.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat (amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia bermukim dan sehat’” (Bukhari)
Kedua, dikompensasi dengan penghapusan dosa
Setiap hari dalam munajat kita kepada Allah, salah satu hal yang selalu kita pinta adalah ampunan-Nya. Tak ada yang lebih penting dari ampunan Allah. Dengan ampunan, dosa akan hilang. Jika kita bersih dari dosa maka makin mendekatkan kepada Allah sehingga doa dan pinta yang lain akan lebih mudah diijabah karenanya. Ampunan dan penghapusan dosa dari Allah akan memudahkan terbukanya pintu rahmat Allah kepada manusia.
Inilah antara lain makna penting penghapusan dosa atau ampunan Allah. Ternyata orang yang sakit akan dihapuskan dosa-dosanya karena penderitaan dan rasa sakit yang dialaminya. Sebagaimana kabar dari Rasulullah berikut:
“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya.” (HR. Muslim)
Ketiga, menjauhkan dari siksa neraka
Kabar gembira yang lain, ternyata sakit akan membuat penderitanya dijauhkan dari siksa neraka. Hal ini berdasarkan hadist berikut: “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dan api neraka.” (HR al-Bazzar)
Karenanya, meski sakit mendatangkan rasa tidak nyaman dan penderitaan, setiap muslim tetap harus menerima ketentuan Allah dengan ikhlas dan sabar tanpa berburuk sangka kepada Allah dan berkeluh kesah kepada manusia. Sehingga semua kompensasi itu layak didapatkan dari rasa sakit yang kita alami.
Momentum untuk muhasabah
Di sisi lain, muslim yang sedang menderita sakit harus tetap mampu “produktif” memanfaatkan masa sakitnya. Misalnya dengan zikir dan banyak berdoa kepada Allah SWT, sehingga sakit akan menjadi ajang produktif untuk meningkatkan kedekatan kita kepada Allah SWT.
Hal “produktif” lain yang bisa dilakukan selama sakit adalah melakukan muhasabah diri. Saat sehat dan aktifitas kita padat, terkadang tak cukup ada jeda yang bisa kita sisakan untuk sekedar melakukan muhasabah. Saat sakit, kita bisa mengoptimalkannya untuk menghitung-hitung kesalahan diri.
Bahkan bisa mulai dari sakit yang kita alami? Apakah ada hak-hak tubuh yang telah kita langgar? Sehingga badan kita menjadi tidak sehat. Apakah ada pola makan yang salah, meski halal tapi mungkin tak cukup thoyyib dari sesi kesehatan. Atau, jangan-jangan selama ini lebih mengejar rasa dari pada manfaat? Sehingga kita lebih memilih junk fooddari pada rutin memakan sayuran. Dan seterusnya.
Wallahu alam.