Konflik Berdarah, Sudan di Ambang Krisis Pangan Terparah dalam 20 Tahun Terakhir

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs / OCHA), pada Selasa (2/7/2024), mengatakan, Sudan menghadapi krisis pangan terparah dalam dua puluh tahun terakhir. OCHA mengungkapkan, lebih dari 60.000 orang mengungsi akibat pertempuran di Kota Sinja, ibu kota Negara Bagian Sennar di Sudan Tenggara.

Petugas komunikasi di Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan, Vanessa Huguenan, mengatakan, krisis terjadi akibat bentrok militer berdarah di Sinja. “Sebagian besar pengungsi bergerak ke timur menuju negara bagian tetangga Gedaref akibat terkena bentrokan antara Militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RFS) di kota Sinja,” katanya.

Huguenan meminta pihak-pihak yang berkonflik di Sudan untuk segera melakukan deeskalasi, menghindari menargetkan warga sipil, dan memastikan perjalanan yang aman. Terutama bagi mereka yang melarikan diri dari pertempuran di Sinja dan tempat-tempat lain di Sudan.

Pada Ahad (30/6/2024), tentara Sudan mengatakan, pasukannya memerangi Pasukan Dukungan Cepat di kota Sinja, yang menyaksikan gelombang besar perpindahan penduduk.

Hari Senin (1/7/2024), Pasukan Dukungan Cepat mengatakan, mereka mengambil alih markas besar “Brigade Infanteri ke-67” dan markas besar “Brigade Artileri ke-165” tentara di kota Sinja, Negara Bagian Sinnar.

Baca juga: Serangan El Fasher dan Khartoum di Sudan, Negara-Negara Arab Buka Suara

Sementara itu, Juru Bicara Koordinasi Umum Pengungsi dan Pengungsi di Darfur, Adam Rijal, memperingatkan dampak buruk bentrokan ini.

Ke sekian kalinya, perempuan, anak-anak, dan seluruh keluarga, terpaksa mengungsi meninggalkan segalanya. Sebab, kerusakan parah terus berlanjut di seluruh penjuru. Dan kini menghadapi kerawanan pangan terburuk dalam dua puluh tahun,” katanya.

Menurut data PBB, konflik Sudan telah mengakibatkan hampir 16.000 kematian, memaksa jutaan orang mengungsi, dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang menghancurkan negara Afrika tersebut. Baru-baru ini, seruan PBB dan internasional semakin meningkat untuk menyelamatkan Sudan dari bencana kemanusiaan yang dapat menyebabkan jutaan orang mengalami kelaparan dan kematian, sebagai akibat dari kekurangan pangan akibat pertempuran yang telah menyebar ke 12 dari 18 negara bagian di negara tersebut.

UNHCR mengatakan, sekitar sepuluh juta orang telah meninggalkan rumah mereka sejak pecahnya perang antara tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat pada April 2023, dan banyak dari mereka telah mengungsi beberapa kali untuk mencari keselamatan.

Dia mengatakan bahwa di antara mereka, sekitar dua juta orang tiba di negara-negara tetangga. Sejumlah 7,7 juta orang menjadi pengungsi internal. Sementara 220.000 pengungsi di Sudan pindah ke tempat lain di negara tersebut.

(Sumber: Al Jazeera Mubasyir)