Kuwait Larang Total Penjajah Masuk Negaranya
Asisten Direktur Layanan Elektronik di Direktorat Jenderal Urusan Izin Tinggal Kementerian Dalam Negeri Kuwait, Kolonel Abdulaziz Al-Kandari, pada Rabu (13/8/2025), mengatakan, negara Kuwait selalu terbuka bagi semua warga dunia, kecuali warga penjajah Israel. Menurut dia, pernyataan itu merupakan implementasi dari dekrit kerajaan yang menegaskan konsistensi sikap perlawanan Kuwait terhadap penjajah Israel.
Dasar hukum larangan masuk warga Israel telah termuat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1964 tentang boikot terhadap penjajah Israel. Bahkan, sejak kemerdekaannya pada 1961, Kuwait sudah menunjukkan sikap tegas menolak penjajahan. Negara itu juga menjadi salah satu yang pertama mengakui Palestina pada tahun 1988.
Aktivis dan jurnalis di Kuwait juga menganggap keputusan tersebut sebagai bukti nyata kebijakan luar negeri Kuwait yang selalu berpegang teguh pada prinsip sejarah. Hal itu antara lain dikatakan jurnalis dan penulis Kuwait, Waleed Al-Ahmad, kepada Quds Press, pada Kamis (14/8/2025).
“Ini bukan hal baru bagi Kuwait. Negara ini sejak awal mendukung Palestina dan menolak segala bentuk normalisasi dengan penjajah,” Waleed Al-Ahmad.
Soliditas Pemerintah dan Rakyat Kuwait untuk Palestina
Ketua tim relawan Kuwaitis Supporting Palestine, Abdullah Al-Mousawi, mengatakan, keputusan itu konsisten dengan deklarasi perang terhadap Israel sejak 1967. Deklarasi tersebut termaktub dalam dekrit almarhum Emir Sheikh Sabah Al-Salem dan disahkan oleh Parlemen Kuwait.
“Langkah ini merefleksikan kesatuan antara kepemimpinan politik, lembaga masyarakat sipil, dan rakyat Kuwait dalam menolak semua bentuk hubungan dengan penjajah,” tegasnya.
Al-Mousawi menambahkan, Kuwait tidak hanya berhenti pada aspek politik dan hukum, tetapi turut aktif dalam aksi kemanusiaan. Buktinya, penggalangan dana solidaritas rakyat Kuwait untuk Gaza berhasil mengumpulkan sekitar 36 juta dolar AS hanya dalam 72 jam. Dana tersebut digunakan untuk bantuan pangan dan kesehatan bagi warga Palestina yang mengalami kelaparan akibat blokade Israel.
Kuwait bersama Arab Saudi menjadi dua negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang hingga kini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan penjajah Israel. Uni Emirat Arab dan Bahrain telah menjalin kerja sama penuh dengan penjajah Israel melalui kesepakatan normalisasi. Ada pun Qatar dan Oman tetap membuka saluran komunikasi terbatas, tetapi tidak sampai menjalin hubungan normalisasi secara resmi.
Kuwait termasuk salah satu dari sedikit negara Arab yang melarang interaksi secara penuh dengan entitas penjajah Israel, termasuk melarang warga penjajah memasuki wilayahnya.
(Diolah dari berbagai sumber)